BACA JUGA: SPBBG Minim, Busway Selalu Terlambat
Sebab sejumlah bangunan bersejarah dibiarkan roboh gara-gara terbentur aturan konservasi gedung tua yang begitu ketat.Burhan mencoba upaya itu, meskipun pihaknya sebagai penguasa wilayah tapi tidak mempunyai kewenangan
BACA JUGA: Ahmadiyah Masih Beraktivitas, Warga Ancam Demo
Gambarannya, untuk mengecat bangunan saja harus melewati izin yang berbelit dan syarat dengan pungli.Apalagi untuk merenovasi gedung-gedung tua, pemilik gedung harus terbentur dengan birokrasi yang ketat serta mengeluarkan kocek yang lebih dalam lagi
BACA JUGA: Persiapan e-KTP tak Maksimal, Dewan Gelisah
Sementara Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kota dinilai seperti macan ompong yang tidak berfungsi apa-apa.Keberadaannya sungguh ironisBukannya sebagai perawat atau pelindung bangunan bersejarah, sebaliknya UPT Kota Tua tidak lebih hanya sekadar saksi mata bangunan-bangunan kuno yang pada roboh karena digerus jamanAkibat kepasifannya, Pemkot Jakarta Barat merasa perlu untuk bertindak.
"Dalam waktu dekat ini kami akan mengundang para pihak baik dari Pemerintah Pusat seperti Dirjen Purbakala dari Kementriaan Kebudayaan dan Pariwisata, Unit di Pemprov DKI, dan para pemilik bangunanIni harus duduk satu meja dan harus memiliki persepsi yang sama, akan diapakan dan mau dibawa ke mana Kota Tua ini," ungkap Burhan.
Menurutnya, pembahasan yang paling penting adalah adanya kejelasan regulasi masalah siapa yang berwenang untuk Kota Tua kewenanganJika kewenangan itu dibatasi, maka ibaratnya sama dengan sengaja menghancurkan Kota Tua.
"Banyaknya study banding ke luar negeri tidak akan membantu masalah Kota TuaJika kewenangan sangat terbatas atau tidak mengubah kebijakan, maka masalahnya akan begini-begini saja," ungkap mantan Bupati Kepulauan Seribu itu.
Rusaknya bangunan-banguna tua dan bersejarah di Kawasan Kota Jakarta Barat seolah-seolah tidak terjadi apa-apaTidak ada pihak yang merasa bersalahBahkan Pemprov maupun DPRD DKI Jakarta, tidak bereaksi apapunPadahal satu persatu bangunan Kota Tua terus roboh hingga yang terakhir menimpa bangunan milik salah satu BUMN.
"Mungkin Pemprov dan DPRD DKI bukannya bebal, tapi memang sudah budegKami selaku pecinta sejarah Kota hanya bisa mengelus dada," kata Asep Kambali, Ketua dan pendiri Komunitas Historia Indonesia.
Dia menilai bangunan milik Pemprov DKI Jakarta dinilai sengaja ditelantarkan biar pada ambrukSikap tersebut sama halnya pembiaran akan asset-asset tanah Pemda DKI yang diserobot oleh pihak swasta.
Dalam beberapa kasus, semisal raibnya Kantor Lama Walikota Jakarta Barat, diduga banyak oknum Pemda DKI serta oknum DPRD yang didiga terlibat kong-kalikongDiduga pula, dengan ambruknya bangunan-bangunan bersejarah maka akan bisa beralih fungsiDengan begitu akan menguntungkan sejumlah oknum tertentu.
Bangunan bersejarah di Kota tua berderet mulai Jalan Kali Besar Timur Jalan Nelayan yang di seberang Terminal Bus Kota Tua, hingga kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta UtaraSejumlah bangunan lenyap gara-gara terlalu tua dan roboh.
Kini bangunan yang kondisinya Nampak paling memprihatinkan adalah bekas Hotel Jaman Kolonial BelandaBangunan sejak 1999 di Jalan Kali Besar Timur itu hanya menyisakan atap di bagian utara dan selatanSedang di bagian tengah sepanjang 40 meter tak bersisaBangunan tersebut diketahui milik Pmprov DKI setelah dipancangkan papan kepemilikan pada tahun 2009Artinya, setelah 10 tahun ambruk baru dipancangkan papan nama ituAnehnya tidak ada sedikitpun upaya untuk pengamanan aset bersejarah itu.
"Pembiaran yang dilakukan Pemprov DKI maupun DPRD mengingkari visi misinya Jakarta sebagai Kota Wisata, Kota Sejarah dan Kota JasaMotto itu hanya sebatas omong doang dan membuat prihatin para pimpinan Jakarta sebelumnya yang telah membangun dan merawat sejarah kota Jakarta ini," jelas Asep(dni/ito/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Senator DKI Jakarta Dinilai Tak Peka
Redaktur : Tim Redaksi