Regulasi Ritel Tumpang-tindih, Pengusaha Tagih Revisi Peraturan

Senin, 03 Juli 2017 – 13:45 WIB
Gerai Sevel ditutup. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah dinilai belum cukup tepat menerapkan regulasi dan izin usaha ritel modern.

Hal itu terlihat dari tutupnya 7-Eleven. Tutupnya Sevel merupakan contoh regulasi yang tidak jelas bisa menjungkalkan bisnis di sektor tersebut.

BACA JUGA: DPR: Larangan Minol di Minimarket Berdampak ke Omzet Sevel

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey menyatakan, peraturan mengenai toko ritel modern tak kunjung direvisi.

Roy menyebutkan, peraturan tersebut, antara lain, Peraturan Presiden No 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

BACA JUGA: Strategi Impact Pratama Industri Raih Pendapatan Rp 1,32 Triliun

Selain itu, Perpres No 112 Tahun 2017 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.

Ada juga Permendag Nomor 70 Tahun 2013 tentang Pedoman Penataan serta Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.

BACA JUGA: Lindungi Pedagang Tradisional, Cak Imin Dorong Moratorium Ritel Modern

”Jika kami boleh menegaskan, sebenarnya regulasi tidak salah, tapi diharapkan bisa direvisi seusai dengan kebutuhan yang sudah berubah. Oke, lah, aturan format minimarket 400 meter itu melindungi lokal. Tapi, seperti 7-Eleven itu, kan, membawa model bisnis baru dan inovasi baru. Seharusnya yang seperti itu diberi kesempatan,” jelas Roy.

Menurut dia, 7-Eleven yang saat itu memiliki 168 gerai hanya mengantongi izin kafetaria dan pariwisata.

Gerai tersebut belum kunjung mendapat sinyal hijau untuk melakukan ekspansi gerai di luar Jakarta.

”Apalagi sewa tempat yang tambah mahal, industri ritel sendiri sedang under performing karena pola beli masyarakat cenderung menurun dan berubah. Dalam kondisi itu, jika pengusaha tidak mendapat angin segar dari pemerintah, ya jelas saja mandek,” tegas Roy.

Karena itu, Aprindo berharap pemerintah dapat merevisi atau mengkaji kembali aturan-aturan yang menyangkut toko ritel modern, khususnya yang masih menggunakan model lama.

Dia mencontohkan, jika pemerintah memang menghendaki convenience store murni berjualan tanpa inovasi apa-apa, seharusnya rumah sakit yang memiliki coffee shop atau stasiun yang memiliki gerai fast food juga dilarang.

”Kan tren dan kebutuhan konsumennya semakin berubah. Seharusnya pemerintah adaptif,” kata Roy.

Sementara itu, keinginan pengusaha ritel modern terhadap pemerintah untuk melonggarkan izin ekspansi ritel modern membuat pedagang pasar tradisional khawatir.

”Sudah banyak keluhan dan keresahan tentang keberadaan ritel modern yang kian hari mengancam keberlangsungan ekonomi kecil. Semua itu terjadi lantaran ada ketidakadilan dalam penerapan aturan di lapangan,” ungkap Wasekjen DPP Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Doni Saputra.

Dia menyatakan, banyak laporan masyarakat terkait dengan indikasi pelanggaran yang dilakukan ritel modern, baik mengenai izin bermasalah, zonasi, maupun jam operasional.

Doni menjelaskan, ada indikasi bahwa pelanggaran itu seolah dibiarkan induk usaha retail store.

”Seharusnya induk usahanya yang ditindak. Bukan justru minta stimulus dan payung hukum untuk ekspansi bisnis mereka. Benahi dulu internal mereka,” ucapnya.

Pihak Ikappi mengungkapkan, bangkrutnya 7-Eleven bukanlah alasan yang argumentatif bagi ritel modern untuk meminta kemudahan dalam ekspansi bisnis.

”Perlu dipahami bahwa pertarungan dan persaingan merebutkan pasar dalam bisnis ritel modern maupun convenience store di Indonesia ini semakin ketat. Pemainnya semakin banyak. Jadi, 7-Eleven ini merupakan korban margin penjualan yang menipis karena kompetisi yang kian ketat,” ujar Doni.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto berpendapat, pemerintah harus segera menyusun dengan cermat regulasi yang berimbang.

Artinya, tidak hanya mengakomodasi keinginan ritel modern yang memang lebih mengedepankan eksperimen inovasi dalam bisnis.

Namun, pemerintah juga harus memperhatikan kelangsungan usaha ritel kecil dan pasar tradisional.

”Keberadaan dan pertumbuhan ritel modern perlu diperhatikan supaya tidak mematikan ritel kecil dan pasar tradisional. Sebab, percuma saja jika berujung seperti kasus Sevel. Usaha modern rugi, sedangkan ritel kecil dan tradisional di sekitarnya telanjur terdampak,” tutur Eko. (agf/c23/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Perkembangan e-Commerce Adang Pengusaha Ritel


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler