jpnn.com - KEBIJAKAN Bank Indonesia (BI) untuk mengetatkan pembayaran uang muka KPR rumah kedua dan ketiga mendapat tentangan dari para pengembang. Organisasi developer, REI (Real Estate Indonesia), keberatan dengan kebijakan bank sentral tersebut. Menurut REI, pasar properti belum mengarah ke tren bubble. Sehingga, BI dinilai tidak perlu mengeluarkan kebijakan tersebut.
"Saat ini, kami tidak menganggap pasar sedang bubble, tapi booming memang iya. Kondisi yang kondusif ini yang harus dijaga pemerintah atau otoritas moneter (BI)," kata Ketua REI Jatim Erlangga Satriagung.
BACA JUGA: Ratifikasi FCTC Bikin Tembakau Lokal Tersingkir
Menurut dia, patokan yang mudah menentukan bubble property adalah rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) KPR. Saat ini, NPL perumahaan masih rendah. Merujuk data BI Jatim, sampai Mei 2013, NPL KPR tercatat total 1,99 persen, turun dibanding awal tahun 2,33 persen. NPL tertinggi adalah KPR tipe 22 sampai 70, yakni 2,82 persen. Terendah adalah tipe 70 ke atas, yakni 1,1 persen.
"Selain itu, perbankan menerapkan sistem prudential tertinggi di KPR. Jika seorang debitur tidak bankable pasti ditolak pengajuan KPR," jelasnya.
BACA JUGA: Ekonomi AS Membaik, Guncangan Baru Datang
Menurut dia analisis kekhawatiran bubble harus lebih ditelaah lagi. Faktor kenaikan harga tanah, menurut Erlangga, lebih kepada faktor pasokan dan permintaan."Faktor pajak juga menjadi pemicu," cetusnya.
BI berencana menerbitkan aturan pengetatan rasio pinjaman terhadap aset atau Loan to Value (LTV) KPR secara progresif mulai 1 September 2013. Dalam beleid tersebut, BI mengatur besaran uang muka KPR dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) untuk hunian tipe mulai 70. Uang muka untuk rumah pertama diwajibkan minimal 30 persen, dan sedikitnya 40 persen untuk KPR kedua, serta paling tyidak 50 persen untuk kredit ketiga. (dio/sof)
BACA JUGA: Awasi Harga Tiket Pesawat Selama Lebaran
BACA ARTIKEL LAINNYA... H+2 Lebaran, Harga Cabai dan Bawang Merah Masih Melambung
Redaktur : Tim Redaksi