jpnn.com - JAKARTA - Keterlibatan relawan dalam proses seleksi menteri presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) mendapat apresiasi banyak pihak. Jajak pendapat yang mereka inisiasi dinilai berhasil membuka pintu bagi partisipasi publik ke dalam sebuah proses yang selama ini bersifat elitis.
Namun Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya berpendapat, keterlibatan relawan juga memiliki potensi merusak. Terutama, ketika relawan merasa usulan mereka adalah yang paling layak dan harus diikuti Jokowi.
BACA JUGA: KMP Diyakini Tak Cukup Ongkos Melengserkan Jokowi
"Jangan sampai metode jajak pendapat, menjaring aspirasi, poling, jadi kekuatan baru yang berpotensi menyandera Jokowi," kata Yunarto dalam diskusi di Jakarta, Kamis (9/10).
Yunarto mengatakan, keputusan terakhir dalam hal kabinet merupakan hak prerogatif. Siapapun tidak boleh mencampuri, baik itu petinggi partai politik atau pun relawan.
BACA JUGA: Jokowi Bisa Bekerja Seperti Obama
"Hak prerogatif ini tidak boleh terdegradasi karena transparansi. Jajak pendapat fungsinya hanya sebagai input, masukan. Sedangkan untuk output, Jokowi tetap harus berada di atas semua pihak," lanjutnya.
Yunarto juga mengingatkan, hasil poling yang dibuat relawan belum tentu bebas dari kepentingan pribadi maupun kelompok. Pasalnya, siapa saja bisa mengikuti poling-poling tersebut tanpa diketahui motif atau pun objektifitasnya.
BACA JUGA: Kubu Jokowi Dinilai Gagal Manfaatkan Konflik Internal KMP
"Bisa saja yang ikut poling pernah diputusin atau ditipu si kandidat menteri, misalnya. Dalam konteks ini, relawan bisa sama berbahayanya dengan Megawati atau pemilik modal jika memaksakan ikut dalam proses output," pungkas Yunarto. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pembentukan AKD Tak Perlu Tunggu Jokowi Disumpah
Redaktur : Tim Redaksi