JAKARTA - Pemberian kado bagi para terpidana koruptor, berupa remisi hingga Pembebasan Bersyarat (PB) oleh pemerintah, terus menuai protesTidak hanya dari kalangan aktivis, anggota dewan hingga penegak hukum ikut mengkritisi keputusan yang dinilai kontraproduktif bagi upaya pemberantasan korupsi
BACA JUGA: KPK Bantah Diajak Koordinasi
Menyikapi tudingan-tudingan negatif tersebut, Menkum dan HAM Patrialis Akbar bergeming.Patrialis menuturkan, pernyataan-pernyataan protes tersebut tidak didasari pengetahuan soal Undang Undang yang mengatur grasi, remisi hingga PB
BACA JUGA: Salvi Diduga Sudah Lolos ke Luar Negeri
Kalau mereka tahu apa yang saya lakukan sudah sesuai dengan Undang Undang, ya mereka pasti paham dengan keputusan pemerintah (dalam pemberian grasi, remisi, PB)," papar Patrialis ketika dihubungi Jawa Pos, kemarin (21/8).Politisi PAN tersebut kembali menegaskan, semua proses pemberian remisi hingga PB telah dilandasi Undang Undang dan Peraturan Pemerintah yang berlaku
BACA JUGA: Akil Mochtar: Hadiah Jangan Diobral
"Sebelum data diberikan ke saya, mereka (dirjen Pas) rapat umum dulu, itu melibatkan balai pemasyarakatanIni berbulan-bulan lho prosesnya," imbuhnyaUntuk itu, lanjutnya, dia menolak jika pemberian remisi tahun ini dinilai sebagai remisi obralan bagi sejumlah pihak"Yang benar adalah melaksanakan aturan hukum," katanya.
Di samping mengandalkan pertimbangan pihak internal, kata Patrialis, Kemenkum dan HAM juga berkoordinasi dengan KPK, terkait terpidana koruptor yang menjadi tahanan KPKDua minggu sebelum keputusan dikeluarkan, Kemenkum dan HAM telah mengirimkan sejumlah nama terpidana koruptor yang akan mendapat remisi maupun yang dibebaskan"Kita sudah kasih nama-nama itu ke KPK dua minggu sebelum diputusKalau ternyata dari nama-nama tersebut ada yang belum membayar denda atau uang pengganti ya kita batalkan remisinya," urainya.
Soal rencana pemanggilan dirinya oleh DPR terkait pemberian remisi untuk koruptor, Patrialis menyatakan siap"Saya justru senang, dengan begitu semuanya jadi lebih clear," katanya.
Patrialis menyatakan, jika banyak pihak tidak setuju dengan pemberian remisi, sebaiknya aturan remisi yang tercantum dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, diubahDia mengibaratkan, dirinya hanya seorang robot yang melakukan segala sesuatu sesuai dengan perintah"Kalau memang ingin kejam, saklek, UU-nya kita ubahSekarang kita tentu tidak bisa berbuat apa-apa karena itu UU," ujarnyaDia menambahkan, UU soal Grasi telah dilakukan perubahanPerubahan UU tersebut telah disahkan DPR
Dalam perubahan UU tersebut, kata dia, aturan grasi diperketat, diantaranya grasi hanya diberikan satu kali, kemudian berdasarkan pertimbangan dari MA, masa grasi diperpendek dari tiga bulan menjadi satu bulan"Perubahan UU grasi itu memang belum diundangkan, tapi sudah siap diberlakukanJadi, sekali lagi yang saya lakukan apa yang tercantum dalam UU," urainya.
Seperti disebutkan dalam pasal 14 dan pasal 15 UUD 1945, Presiden memberikan grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA, sedangkan terkait pemberian amnesti dan abolisi, memperhatikan pertimbangan DPR.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam rangka memperingati hari kemerdekaan RI 17 Agustus lalu, pemerintah menghadiahkan remisi, asimilasi dan PB bagi sejumlah terpidana koruptorBahkan, 11 koruptor dinyatakan bebasYang memicu kontroversi, deretan koruptor yang dibebaskan adalah terpidana koruptor dengan kasus korupsi berskala nasional yang tengah menjadi sorotanAntara lain, Aulia Pohan, Dudhie Makmun Murod, dan Yusuf Erwin Faisal. (ken/aga/kuh/dyn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Calon Anggota KY Jalani Tes Psikologi
Redaktur : Tim Redaksi