Rencana Gugatan Prabowo ke PTUN dan MA Janggal

Kamis, 21 Agustus 2014 – 05:58 WIB

jpnn.com - KUBU Prabowo-Hatta berencana menggugat Keputusan KPU Nomor 535/Kpts/KPU/2014 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kubu nomor urut 1 itu kabarnya juga bakal mempermasalahkan Surat Edaran (SE) KPU Nomor 1449 yang memberikan wewenang kepada KPU kabupaten/kota untuk membuka kotak suara guna keperluan pembuktian di MK.

Dua rencana jika gugatannya ditolak MK itu diungkapkan Prabowo saat menghadiri acara silaturahmi dan halalbihalal dengan tim Koalisi Merah Putih wilayah Jabar di Gedung Sasana Budaya Ganesha, Kota Bandung, Selasa malam (19/8). ’’Kami juga masih ada jalan menempuh ke PTUN. Kami juga masih bisa menempuh jalan ke MA,’’ tegasnya.

BACA JUGA: Pulang Haji, Jamaah Wajib Tes Kesehatan

Selain itu, dia menyatakan masih memiliki kekuatan politik di parlemen tingkat DPR dari partai Koalisi Merah Putih yang mencapai 63 persen. ’’Kekuatan politik kami juga masih sangat kuat,’’ ujar mantan Danjen Kopassus itu.

Prabowo menjelaskan, dirinya mengajukan gugatan pilpres ke MK bukan karena tidak menerima hasil pilpres, melainkan ingin membuktikan bahwa telah terjadi kecurangan dalam pesta demokrasi 2014. Dia menyatakan tidak ingin suatu pemerintahan lahir dari kebohongan atau kecurangan karena pemimpin terpilih akan memerintah secara tidak benar dan dikhawatirkan ditinggalkan rakyat.

BACA JUGA: Anggap Tepat Pengamanan Ketat di Sekitar MK

’’Manakala kecurangan sudah diketahui rakyat, pemerintah tidak akan dipercaya rakyat,’’ ungkapnya.

Prabowo berharap Koalisi Merah Putih terus kompak dan berjuang mendapat keadilan. Dia menyampaikan terima kasih kepada warga Jabar yang telah mendukung. Dia juga meminta mereka tidak menangis karena Prabowo kalah. ’’Saya minta ibu-ibu jangan nangis. Perjuangan ini baru mulai. Ibu-ibu harus siap bikin dapur umum di mana-mana,’’ tegas Prabowo di hadapan massa pendukungnya.

BACA JUGA: KPU Siap Ladeni Berbagai Langkah Hukum Kubu Prabowo

Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menilai, rencana kubu Prabowo-Hatta menggugat KPU ke PTUN dan MA pasca putusan MK adalah janggal. Sebab, dalil-dalil yang diajukan pasangan calon yang diusung Koalisi Merah Putih terkait dua keputusan KPU tersebut sudah dibahas dan diputus di MK.

’’Itu sama saja dengan tidak menyetujui hasil akhir di MK. Soal pembukaan kotak suara, itu juga dilakukan transparan serta terbuka dengan disaksikan panwas dan saksi. Lalu ketetapan KPU mana yang melanggar?’’ katanya saat dihubungi Jawa Pos kemarin.

Ray yakin upaya hukum Prabowo-Hatta ke PTUN tidak akan mampu mengubah hasil rekapitulasi dan putusan MK yang bersifat final serta mengikat. ’’Silakan saja menggugat. Tapi, agak sulit melalui jalur ke PTUN karena dalil-dalilnya sudah dibahas di MK,’’ ucapnya.

Ray menambahkan, bila ada ketidakpuasan atas putusan MK maka sebaiknya disalurkan lewat upaya-upaya perbaikan sistem pemilu. Khususnya soal pembuatan daftar pemilih tetap (DPT) yang sumber awal datanya berasal pemerintah. Artinya, parpol-parpol mengejar kinerja pemerintah, khususnya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait daftar penduduk potensial pemilih (DP4) yang menjadi sumber data awal bagi penetapan DPT.

“Saya kira pilihan-pilihan melawan di luar jalur yang sudah diatur, tentu akan mendapat sikap resisten dari masyarakat. Gejala itu sudah terlihat setidaknya dari hasil dua survei yang menyebut popularitas Prabowo menurun akibat langkah-langkahnya yang dinilai tidak mencerminkan kenegarawanan,” katanya.

   Menurut Ray, langkah-langkah yang memicu ketakutan, keributan politik tidak akan mendapat tempat di mata masyarakat. “Dengan begitu rasanya tak ada jalan lagi kecuali menerima hasil di MK untuk kemudian mengatur kekuatan lagi agar dapat bertarung pada pemilu 2019 yang akan datang,” katanya

     Kuasa hukum KPU Ali Nurdin mempersilakan Prabowo-Hatta mengajukan gugatan terhadap pihaknya ke PTUN terkait dengan SE pembukaan kotak suara. Namun, KPU menegaskan bahwa keputusan tersebut tidak menyalahi aturan, merupakan kewenangan KPU, dan tidak mengubah hasil pemungutan suara.

Tindakan KPU membuka kotak suara juga dimaksudkan untuk mengumpulkan alat bukti guna menjawab permohonan Prabowo-Hatta di MK. ’’Kalau kami tidak membuka kotak suara, siapa yang dirugikan? Mahkamah juga dirugikan karena tidak punya data. Ya kan? Begitu juga publik tidak bisa mendapat jawaban kami,’’ terangnya.

Namun, ketika ditanya langkah KPU jika benar-benar digugat ke PTUN oleh Prabowo-Hatta, Nurdin enggan berkomentar lebih jauh. ’’Saya no comment dulu karena itu kan belum terjadi,’’ ujarnya.

Bagaimana dengan sengketa pilpres di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)? Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie menjelaskan, memang ada opsi pemecatan komisioner yang melanggar dalam pelaksanaan pemilu. Namun, keputusan tersebut hanya bisa disampaikan pada sidang putusan. ’’Ditunggu saja,’’ katanya. DKPP akan mengumumkan putusan mendahului MK, yakni hari ini pukul 11.00.

Namun, Jimly mengingatkan, putusan DKPP tentang pelaksanaan kode etik penyelenggara pemilu tidak berhubungan dengan putusan MK tentang pemenang pilpres. Sebab, keduanya merupakan hal yang berbeda. ’’DKPP melihat sisi etika dan MK soal hasil pilpres,’’ jelas mantan ketua MK tersebut.

Saat ditanya apakah ada dampak bagi kubu Jokowi-JK, Jimly menyatakan tidak bisa menjawab. DKPP tentu tidak berhubungan, tapi putusan MK berbeda. ’’Soal putusan MK, tanya MK saja. Saya sudah tidak di MK. Kalau saya mengomentari MK, nanti saya bisa jadi pemerhati DKPP lagi,’’ ungkapnya bercanda.

Yang paling utama, sebenarnya putusan DKPP dan MK itu merupakan hasil akhir rangkaian proses hukum dalam Pilpres 2014. Karena itu, tidak ada lagi proses hukum lain yang ditempuh untuk menggugurkan putusan MK tentang hasil pemilu. ’’Putusan (MK) bersifat final dan mengikat,’’ tegasnya.

Soal pansus yang rencananya dibentuk kubu Prabowo-Hatta, Jimly menilai hal tersebut merupakan proses politik yang hasilnya tidak bisa dipertentangkan dengan proses hukum. ’’Boleh saja kalau mau menggelar pansus, tapi harus ada batasannya. Yakni, apakah masyarakat dirugikan atau tidak dengan pansus itu. Apalagi pansus itu memakai uang rakyat,’’ terang pakar hukum tata negara UI tersebut. (dod/ken/idr/c5/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kalah atau Menang Tak Soal, yang Penting Caranya...


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler