Rencana MM & Istri ke Surabaya Gagal, Dia Malah Jadi Tersangka dan Dipenjara

Selasa, 26 Januari 2021 – 08:40 WIB
Ilustrasi sel penjara. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, SAMPIT - Rencana seorang pria berinisial MM dan istrinya berangkat ke Surabaya melalui Bandara Haji Asan Sampit, Kalimantan Tengah digagalkan aparat karena ketahuan memalsukan surat hasil rapid test Covid-19.

Selain MM, dua rekannya berinisial MAK dan SY juga ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Kotawaringin Timur (Kotim), dan langsung dipenjara.

BACA JUGA: Pihak Sekolah Sudah Curiga Ketika RA Tak Masuk Kerja Sejak Februari

Kapolres Kotawaringin Timur AKBP Abdoel Harris Jakin didampingi Wakapolres Kompol Abdul Aziz Septiadi dan Kepala Satuan Reserse Kriminal AKP Zaldy Kurniawan menunjukkan tiga tersangka pemalsuan surat hasil tes cepat deteksi COVID-19, di Sampit Senin (25/1/2021). ANTARA/Norjani

BACA JUGA: KPK Tetapkan Lissa Rukmi Utari Sebagai Tersangka Korupsi Pengadaan Citra Satelit

"Modus mereka ini membuat surat hasil 'rapid test' palsu, setelah kami konfirmasi ke klinik tersebut ternyata ada perbedaan. Akhirnya ketiga tersangka ini kami amankan dan diproses hukum," kata Kapolres AKBP Abdoel Harris Jakin di Sampit, Senin malam (25/1).

AKBP Jakin didampingi Wakapolres Kompol Abdul Aziz Septiadi dan Kasat Reskrim AKP Zaldy Kurniawan menghadirkan tiga sekawan itu beserta barang bukti saat konferensi pers di Mapolres setempat.

BACA JUGA: Kasus Rasial terhadap Pigai, Ambroncius Buru-buru ke Bareskrim, Mengaku Anak Papua

Menurut Jakin, ulah MM terungkap pada Minggu (24/1) pukul 10.00 WIB di Bandara Haji Asan Sampit.

Ketika itu petugas dari Kantor Kesehatan Pelabuhan Sampit dan pihak keamanan bandara menginformasikan ada dua calon penumpang yang akan berangkat ke Surabaya, namun menggunakan surat hasil pemeriksaan cepat yang tidak lazim.

Kedua penumpang itu adalah MM dan istrinya. Mereka diinterogasi petugas di bandara karena dokumen mencurigakan tersebut.

Pasalnya, saat diperiksa petugas, pada lembaran pertama surat keterangan hasil tes cepat itu bertuliskan hasil pemeriksaan antigen, sedangkan pada lampiran bertuliskan pemeriksaan antibodi.

Setelah dikonfirmasi ke klinik yang namanya dipakai dalam surat keterangan itu, didapat hasil bahwa nama dalam nomor registrasi yang tercatat di klinik tersebut berbeda dengan surat yang dibawa pasangan suami istri itu.

Petugas akhirnya bisa menyimpulkan bahwa surat yang dibawa MM dan istrinya tidak valid alias palsu. Temuan itu kemudian dilaporkan ke Polres Kotim dan diproses.

MM diperiksa secara intensif, sedangkan istrinya terbukti tidak mengetahui tindakan sang suami. Hasil pengembangan, penyidik menangkap dua pria yaitu MAK dan SY.

AKBP Jakin menyebutkan, ketiga tersangka yaitu MM, MAK dan SY mengakui telah membuat surat hasil tes cepat deteksi COVID-19 palsu itu secara bersama-sama dengan berbagi peran.

Masing-masing ada yang bertugas mengedit hasil scan, membuat stempel palsu serta meniru tanda tangan pihak klinik.

Selain itu, MM dan MAK ternyata pernah melakukan pemalsuan serupa untuk berangkat menggunakan pesawat ke Surabaya dan tidak ketahuan.

Pengalaman itulah yang ingin diulangi MM, namun kali ini aksinya terbongkar. Mereka membuat dokumen palsu itu untuk digunakan sendiri. Namun, polisi belum percaya begitu saja.

"Hasil pemeriksaan kami, belum didapat bukti apakah mereka mengadakan jual beli surat palsu, tetapi tidak menutup kemungkinan karena penyidikan masih berjalan. Mereka beralasan tidak mau ribet dan tidak mau rugi akhirnya membuat surat sendiri," jelas Jakin.

Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 263 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1, 56 KUHPidana dengan ancaman hukuman enam tahun penjara dan atau Pasal 268 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1), 56 KUHPidana dengan ancaman empat tahun penjara.

Sementara itu terkait kasus serupa yang sebelumnya dilaporkan Palang Merah Indonesia Kabupaten Kotim, AKBP Jakin mengatakan saat ini masih dalam penyelidikan karena pelaku sudah kabur saat kasus itu dilaporkan.

"Masyarakat yang akan melakukan perjalanan darat, laut maupun udara, jangan pernah menggunakan hasil rapid yang tidak valid atau palsu. Ini membahayakan diri sendiri dan orang lain di sekitar kita. Selain itu, ancaman hukumannya juga cukup berat," tegas Jakin.

Kepada polisi, ketiga tersangka juga mengaku membuat surat palsu itu bermodal Rp 50.000. Biaya itu untuk membuat stempel dan bantalan stempel, sedangkan laptop dan printer menggunakan milik salah satu di antara mereka.(antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler