Rencana Tata Ruang Wilayah Amburadul, Proyek Reklamasi Masih Jalan Terus

Rabu, 24 Juli 2019 – 13:41 WIB
Salah satu proyek reklamasi di Batam. Foto: Dokumentasi: batampos.co.id

jpnn.com, BATAM - Proyek Reklamasi di Teluk Tering Batamcentre, Batam, Kepulauan Riau, masih terus berjalan. Lokasinya di Pasir Putih samping Kawasan Wisata Ocarina. Aktivitas reklamasi itu sekarang benar-benar menutup akses ke pantai yang dulu sering dimanfaatkan warga untuk bersantai.

Kabarnya lahan tersebut akan direklamasi agar salah satu pengembang nasional bisa membangun low rise building tujuh lantai.

BACA JUGA: Jumlah Siswa di Sekolah Ini untuk Satu Rombel Saja Belum Cukup

Aktivitas reklamasi di kawasan tersebut berlangsung siang dan malam. Aksesnya pun sudah ditutup rapat dengan pagar berwarna warni dan hanya menyisakan pintu keluar masuk untuk truk yang mengangkut material untuk kegiatan reklamasi.

BACA JUGA: BP Batalkan Izin Alokasi Lahan Tidur, Pemilik Kecewa dan Layangkan Protes Keras

BACA JUGA: Badan Pengusahaan Cabut Izin Alokasi Lahan Milik PT Pulau Mas Putih

Haryati, salah satu pengunjung Ocarina mengaku beberapa waktu lalu warga sempat dilarang untuk duduk di pinggir pantai. Alasannya, pinggir pantai itu sedang adanya pengerjaan proyek.

"Saya tidak tahu apa yang dikerjakan disana. Tapi yang saya lihat, bibir pantai itu sudah tak ada lagi. Truk hilir mudik bawa tanah untuk menimbun bibir pantai, " ujar Haryati, Jumat (19/7).

BACA JUGA: Warga Pasuruan Selundupkan 5,4 Kg Sabu dalam Rice Cooker

Menurut dia, aktifitas reklamasi disana juga berdampak terhadap pengguna jalan. Sebab aktifitas truk bermuatan tanah tanpa penutup meninggalkan debu. "Debunya itu yang tak tahan. Kalau sudah banyak truk hilir mudik, nah debunya jangan ditanya lagi. Jalan juga jadi rusak," terangnya.

Tidak jauh dari Ocarina, tepatnya di samping Gedung Sumatera Promotion Centre (SPC), ada juga lahan reklamasi. Lahan tersebut milik tiga perusahaan yakni Federal Investindo, Smart Edutama International dan Metalindo Usaha Bersama.

Berdasarkan plank nama yang terdapat di lokasi, lahan milik Federal Investindo diperoleh dari BP Batam pada tahun 2015. BP Batam menerbitkan surat keputusan dan surat perjanjian bernomor 101/SPJ-A3/10/2015 dan Nomor 124, Tahun 2015. Masa sewanya sampai tahun 2032.

Sedangkan Smart Edutama International memiliki lahan dengan luas 4.001 meter persegi. Perusahaan ini memperoleh lahan dari BP pada tahun 2015 yang dinyatakan dengan surat keputusan dan surat perjanjian bernomor 468 Tahun 2013 dan 464 Tahun 2013.

Perusahaan berikutnya, Metalindo Usaha Bersama memiliki lahan yang lebih luas lagi. Luasnya mencapai 9.145,09 meter persegi. Perusahaan ini memperoleh lahan dari BP pada tahun 2013 yang dinyatakan dengan surat keputusan dan surat perjanjian bernomor 824/SPJ-A3.4/10/2015 dan 1471/A3/2015.

Aktivitas reklamasi yang dulu sering dilakukan untuk menimbun laut di lahan-lahan milik perusahaan tersebut kini terhenti sama sekali. Tidak ada pembangunan sama sekali, padahal lahan yang sudah dialokasikan wajib dibangun.

Menurut Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 10 Tahun 2011, BP Batam memang mewajibkan pemohon alokasi lahan untuk membangun lahannya dalam waktu 270 hari setelah izin alokasi lahan diberikan. Jika tak kunjung dibangun, maka BP Batam berhak mencabut izinnya.

Di Sekupang, aktivitas reklamasi mengganggu pembenahan Pelabuhan Pelni di Sekupang. General Manager Komersil dan Pengembangan Usaha Pelabuhan BP Batam, Johan Effendy mengatakan aktivitas reklamasi itu berada tepat di seberang pelabuhan."Dengan adanya reklamasi ini mempengaruhi pengerjaan pendalaman laut untuk jalur masuknya kapal Pelni," katanya.

Dia mengatakan Pelabuhan Sekupang masih perlu banyak pembenahan, apalagi dalam tiga tahun tidak dipakai untuk operasional. Akitivitas reklamasi membuat cecerah tanah bekas reklamasi turun ke alur pelayaran sehingga menyebabkan pendangkalan.

BP dan instansi berwenang lainnya tentu harus melakukan pendalaman alur lagi yang tentu memerlukan proses tender, biaya yang mahal dan waktu yang lama. Sehingga kemungkinan besar, proses pembenahan pelabuhan akan berjalan lambat.

Sebagaimana diketahui, dalam membangun Batam, BP Batam mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang kawasan Batam, Bintan dan Karimun (BBK).

BACA JUGA: Jumlah Siswa di Sekolah Ini untuk Satu Rombel Saja Belum Cukup

Dasar dari pemberian izin alokasi lahan yakni peraturan perundangan terkait pembentukan kawasan perdagangan bebas pelabuhan bebas batam, antara lain PP 46 tahun 2007 tentang pembentukan BP Batam, Perpres 87 tahun 2011 pasal 120 yang menyatakan bahwa setiap pemanfaatan ruang di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam yang berkaitan dengan hak pengelolaan atas tanah mengacu pada ketentuan perundang-undangan mengenai pembentukan KPBPB Batam.

Bahkan dalam Pasal 1 ayat 1 Perpres tersebut, izin pemanfaatan ruang darat, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi diberikan kepada BP Batam. Jadi sepanjang di dalam peta perpres 87/2011 ada peruntukan budidayanya, maka BP Batam berwenang untuk memberikan izin pemanfaatan ruang.

Bahkan dalam Perpres tersebut sudah ada peta yang dimana diatur titik penimbunan reklamasi di Batam yang pada kenyataannya saat ini masih wilayah laut. Dalam peta Perpes tersebut, sudah mengindikasikan daerah-daerah laut yang akan timbul jadi daratan lainnya.

Makanya BP bisa menerbitkan izin alokasi lahan yang bahkan belum ada daratannya karena punya dasar pegangan RTRW berdasarkan Perpres tersebut. Dalam PP 46/2007 dan Keppres Nomor 41/1973 tentang daerah industri Pulau Batam dinyatakan BP Batam pemegang Hak Pengelolaan Lahan (HPL) sehingga boleh merencanakan, menggunakan untuk kepentingan sendiri, mengalokasikannya kepada pihak kedua (pengusaha), dan menarik Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO).

Karena keberadaan Perpres tersebut juga, BP Batam berencana membangun kota air. Pasalnya peruntukan wilayah laut di Teluk Tering setelah reklamasi memang dikhususkan untuk jasa dan perdagangan. Namun, sayangnya keinginan tersebut berbenturan dengan Pemko Batam dan Pemprov Kepri, karena keduanya juga sedang menyusun peraturan daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk Batam. Tentunya antara BP dan Pemko berbeda rencana, khususnya untuk pemanfaatan Teluk Tering.

Beberapa waktu yang lalu, Badan Pengusahaan (BP) Batam maupun Pemko Batam sama-sama mengklaim memiliki hak pengelolaan di wilayah tersebut. Bahkan keduanya sudah menyiapkan megaproyek masing-masing di atas lahan yang akan direklamasi itu.

BP Batam merancang wilayah Teluk Tering yang berada di depan kawasan wisata New Ocarina akan direklamasi. Proyek reklamasi ini nantinya akan menghasilkan pulau baru seluas 1.400 hektare. Di atas pulau reklamasi itu BP Batam akan membangun Kota Air.

Ini merupakan proyek jangka panjang yang direncanakan BP Batam. Bahkan masterplan pembangunan Kota Air ini sudah disiapkan. Kota Air digadang menjadi Central Business District (CBD) baru di Kota Batam. Dalam pembangunannya, BP Batam akan melibatkan sejumlah investor.

BACA JUGA: Konate-Dedik Berpeluang Jadi Top Skor Musim Ini

Sementara Pemko Batam saat itu sudah menyiapkan proyek mercusuar di Teluk Tering. Dalam rancangannya, Pemko Batam akan memanfaatkan lahan reklamasi di Teluk Tering untuk mem­bangun kawasan hunian dan properti bernama Batam Marina Bay.

Berbeda dengan BP Batam, dalam pengembangannya nanti Pemko Batam akan menyerahkannya ke pihak swasta. Bahkan beredar kabar, Pemko Batam telah mengeluar­kan surat rekomendasi pe­ngelolaan wilayah Teluk Tering kepada pihak swasta yang merupakan perusahaan dari Jakarta agar bisa mendapat izin reklamasi dari Gubernur Kepri. Surat tersebut diteken Sekda Kota Batam Jefridin pada 9 Maret 2018 lalu. Tapi belakangan, surat rekomendasi tersebut dicabut. Belum diketahui apa penyebabnya.

Pemko Batam merasa memiliki hak kelola wilayah Teluk Tering karena diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Terluar. Serta Perpres Nomor 78/2005 tentang Penge-lolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar.

Pakar hukum Batam Ampuan Situmeang mengatakan, klaim Pemko Batam atas hak kelola wilayah Teluk Tering bisa kuat jika Perpres 87 Tahun 2011 telah direvisi. Namun untuk merevisi Perpres itu harus ada Perta Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Batam sebagai dasar rujukan. Sayangnya, sampai saat ini RTRW Batam belum keluar.

“RTRW Batam belum disah-kan. Makanya dasar pengem-bangan Pulau Batam adalah RTRW Provinsi Kepri. Tapi RTRW Provinsi Kepri masih banyak arsirannya. Artinya masih ada masalah yang belum terselesaikan,” ucapnya.

Dalam Perpres 87 Tahun 2011 disebutkan, daerah laut di sekitar Teluk Tering diproyeksikan menjadi kawasan perdagangan dan jasa. Kewenangan pengalokasiannya masih berada di tangan BP Batam. Petanya sudah ada walaupun masih berupa air. Dari Perpres ini sudah mengindikasikan nantinya ada daratan baru di teluk tersebut.

Sedangkan mengenai reklamasi, izinnya saat ini menjadi kewenangan Pemprov Kepri sejak tahun 2017. Regulasinya tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Kepri Nomor 26 Tahun 2017. Sebelumnya, BP Batam pernah mencoba meminta kewenangan reklamasi itu ke pemerintah pusat. Tapi pemerintah pusat lebih memilih memberikannya ke pemerintah provinsi.

“Inilah semoga dapat diselesaikan masalah reklamasi yang sudah berlapis dan memiliki kesulitan tersendiri. Jika ego sektoral yang dikedepankan itu juga memiliki kesulitan tersendiri,” ucap Ampuan.

BACA JUGA: Bengkalis Daerah Paling Luas Terdampak Karhutla

Wali kota Batam, Rudi pernah mengungkapkan bahwa Perpres 87/2011 masih menjadi acuan pembangunan daerah. Sebab sampai saat ini Batam belum memiliki Perda RTRW Batam.“Hari ini Batam masih mengacu ke sana (Perpres 87, red), karena perda kita (RTRW) belum berlaku,” ujar Rudi.

Menurutnya, saat ini masih proses sosialisasi Perda Nomor 1 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kepri. Setelah ini disosialisasikan, nantinya RTRW Provinsi Kepri akan menjadi acuan pembentukan Perda RTRW di Kota Batam.

Rudi mengakui, perda RTRW Provinsi Kepri ini nantinya juga berlaku untuk Kota Batam. Kota Batam sendiri nantinya akan mengikuti apa yang menjadi dasar dari perda RTRW Pemprov Kepri ini.

“Dengan selesainya sosialisasi perda RTRW provinsi ini, Kota Batam tinggal meluruskan apa yang menjadi kebijakan pusat, provinsi, dan Ko­ta Batam sendiri,” kata Rudi.(leo)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Karyawan Tahan Aset PT Unisem: Periksa Setiap Kendaraan yang Keluar Perusahaan


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler