Renegosiasi Freeport Tuntas

Komitmen Bangun Smelter, Dapat Diskon Bea Keluar

Sabtu, 26 Juli 2014 – 07:19 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Dua raksasa pertambangan asal Amerika Serikat (AS) menapaki jalan berbeda di Indonesia. Ketika PT  Newmont Nusa Tenggara (NNT) siap berjibaku di arbitrase dengan pemerintah Indonesia terkait renegosiasi kontrak karya, PT Freeport Indonesia (PTFI) sudah berjabat tangan.

Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung (CT) mengatakan, pemerintah Indonesia dan Freeport sudah menyepakati seluruh poin renegosiasi kontrak karya. "Semua sudah setuju. Tidak ada masalah," ujarnya kemarin (25/7).

BACA JUGA: Perhiasan Emas Imitasi Diburu Warga

Menurut CT, seiring dengan selesainya renegosiasi, pemerintah siap merealisasikan janji memberi keringanan bea keluar (BK) ekspor konsentrat emas dan tambaga yang diproduksi Freeport.

Keringanan itu akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). "Freeport tidak perlu khawatir. Soal PMK (keringanan BK) itu nanti berjalan pararel saja," katanya.

BACA JUGA: Beban Listrik Jawa-Bali dan Indonesia Timur Menurun

Menteri Keuangan Chatib Basri menambahkan, poin-poin PMK keringanan BK untuk ekspor Freeport sudah selesai dibahas dan sekarang dalam proses administrasi.

Menurut dia, karena menyangkut pemberian fasilitas keringanan BK yang berarti mengurangi potensi penerimaan negara, aspek governance sangat ditekankan. "Pokoknya kalau governance beres, administrasi beres, maka PMK keluar," ucapnya.

BACA JUGA: Pebisnis Jangan Sia-Siakan Tahun Politik

PT Freeport Indonesia setuju menandatangani nota kesepahaman tentang ketentuan renegosiasi dan ekspor konsentrat karena sudah ada kejelasan PMK tentang keringanan bea keluar (BK).

"Sebenarnya kesepakatan itu yang selama ini sudah dibicarakan," kata Direktur Utama PTFI Rozik Soetjipto.

Dengan keputusan tersebut, pihak Freeport bisa mengekspor dengan beberapa syarat. Yakni, menaruh dana jaminan kesungguhan sebesar USD 115 juta di perbankan nasional. Kemudian membayar royalti dari konsentrat yang dieskpor sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 9 tahun 2012. Tentunya, Freeport juga harus membayar BK yang bakal diterapkan.

"Sudah tahu (berapa BK yang harus dibayar, Red). Tapi saya belum boleh ngomong karena PMK-nya belum selesai. Masih tunggu tanda tangan," tuturnya.

Dengan kesepakatan tersebut, Freeport sudah bisa mengekspor konsentrat pada Agustus nanti. Jika semua berjalan lancar, operasional PTFI bakal kembali seperti semula.

"Seharusnya rekomendasi ekspor ke Kemendag (Kementerian Perdagangan) sudah dikirim ke kemendak. Jadi SPE (surat persetujuan ekspor) kalau bisa dikeluarkan hari ini," katanya.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Dirjen Minerba Sukhyar mengaku, pihaknya bakal terus mengevaluasi kemajuan smelter atau pabrik pemurnian sebagai syarat BK. Nantinya, besaran BK bakal ditentukan dari evaluasi serapan dana proyek smelter tersebut. Semakin besar investasi terserap, semakin kecil BK yang ditanggung.

"Jadi, kalau kemajuan serapan dana investasi mencapai 0-7,5 persen, perusahaan harus membayar BK 7,5 persen. Kalau realisasinya sudah mencapai 7,5 - 30 persen, mereka cuma perlu membayar BK 5 persen. Terakhir, kalau serapan lebih dari 30 persen, BK-nya bakal mencapai 0 persen," ujarnya.

Untuk kasus PTFI, dia mengungkapkan serapan dana proyek PTFI mencapai 5 persen. Dana tersebut dari jaminan kesungguhan yang ditempatkan di Indonesia. Dengan demikian, PTFI masih harus membayar BK sebesar 7,5 persen.

"Kalau SPE seharusnya keluar hari ini. Rekomendasinya sudah kami kirim. Dengan itu dia bisa mulai ekspor kira-kira dua minggu dari sekarang. Mereka perkirakan ekspor H2 756.300 ton dengan nilai USD 1.56 miliar," tambahnya. (owi/bil)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PLN Manfaatkan Libur Lebaran untuk Istirahatkan Pembangkit


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler