jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) TB Hasanuddin menilai program deradikalisasi di Indonesia tidak berhasil. Di sisi lain, program deradikalisasi ini mencapai triliunan.
Penilaian itu disampaikan TB Hasanuddin menyusul teror yang terjadi dalam sepekan belakangan, yaitu insiden di Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, dan kejadian di Mabes Polri, Jakarta.
BACA JUGA: Upaya Polda Antisipasi Aksi Teror di Jawa Timur
"Saya sepakat operasi deradikalisasi di Indonesia itu gagal," kata TB Hasanuddin dalam pesan singkatnya, Kamis (1/4).
Legislator PDIP itu menuturkan, penyebab kegagalan deradikalisasi ialah metode yang dilakukan tersebar di kementrian dan lembaga negara.
Kemudian, kata dia, teknik deradikalisasi lebih bersifat menggurui. Pihak yang terendus menyimpang langsung dilabeli radikal.
"Jadi, harus rombak cara dan tehnik deradikalisasi. Jangan lagi memposisikan seperti 'menggurui' dengan mengatakan kalian yang radikal dan kami yang benar," ujar dia.
BACA JUGA: Pavenas: Peringatan Kesehatan HPTL Harus Berbeda dari Rokok dan Sesuai Fakta
Menurut dia, teknik deradikalisasi seharusnya masuk di antara mereka yang terendus menyimpang. Dengan cara bergaul kepada mereka yang menyimpang.
Hasanuddin juga mengungkapkan rasa keprihatinannya lantaran penyebar paham radikalisme kini menyasar kaum milenial yang notabene masih dalam proses pencarian jati diri.
Kaum milenial, ungkap Hasanuddin, adalah korban dari kampanye hitam segelintir orang demi kepentingan politik praktis.
"Sementara para provokator duduk manis menikmati kehidupan dunia. Kenapa tidak mereka saja yang duluan memberi contoh masuk surga?" ujar dia.
Dia menyatakan, banyak orang menganggap bahwa teroris itu bisa tumbuh dan bergerak sendiri atau istilahnya lone wolf.
Namun menurut dia, istilah lone wolf kurang tepat. Teroris tidak tumbuh dengan sendirinya secara otomatis.
"Dia tumbuh karena ada yang membina bahkan dia punya idola sendiri.
Bahwa dia bergerak sendiri, ya, ini kebutuhan taktis saja," jelasnya.
Meski demikian, Hasanuddin mengapresiasi kinerja Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) terutama Densus 88 yang telah bekerja optimal dalam menyikapi teror yang terjadi belakangan ini.
"Namun, mengatasi masalah teroris tidak bisa hanya segelintir orang yang bekerja. Pemberantasan paham radikalisme dan terorisme harus menjadi program nasional dan melibatkan seluruh komponen bangsa," beber dia. (ast/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ayah ZA Tak Percaya Putrinya Menyerang Mabes Polri Sendirian
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan