Rerie Minta Ketahanan Pangan Nasional Diperkuat untuk Antisipasi Krisis

Rabu, 13 April 2022 – 22:12 WIB
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat membahas krisis global yang harus diantisipasi pemerintah Indonesia. Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI menuturkan, krisis global menuntut kita mempersiapkan langkah antisipatif terhadap setiap dampak yang mungkin terjadi terkait keamanan dan stabilitas pangan dalam negeri.

Masalah pangan adalah bagian dari masalah global yang dihadapi negara-negara lain di dunia.

BACA JUGA: Rerie Minta Penegak Hukum Maksimalkan UU TPKS untuk Pencegahan dan Perlindungan

''Karena itu, kami memerlukan langkah antisipatif agar kita memiliki ketahanan pangan yang lebih baik," kata Lestari.

Hal itu dikatakannya saat membuka diskusi daring bertema Mengantisipasi Ancaman Krisis Pangan Dampak Perang Ukraina-Rusia yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (13/4).

BACA JUGA: Mbak Rerie Bilang Cuti Lebaran 2022 Peluang Bangkitkan Ekonomi Daerah

Menurut Lestari, para pemangku kepentingan harus belajar dari berbagai konflik global saat ini dengan terus memperkuat sumber daya, termasuk ketahanan pangan.

Pada 2020, Rerie, sapaan akrab Lestari menyatakan bahwa sejumlah badan dunia menganalisis secara komprehensif tentang ancaman serta indikasi kerawanan pangan.

BACA JUGA: Rerie Minta Kompetensi Siswa Ditingkatkan lewat Perbaikan Sistem Pendidikan

Berdasarkan catatan Badan Pangan Dunia (FAO), kondisi itu diperparah dengan konflik Rusia-Ukraina sehingga menyebabkan kenaikan 17,1% harga komoditas biji-bijian dunia.

Menurut Rerie, krisis yang terjadi di dunia sering mengganggu stabilitas komoditas pangan dunia.

Akibatnya, terjadi lonjakan intervensi perdagangan dan pembatasan ekspor pangan.

Kondisi itu harus segera diantisipasi dengan berbagai langkah strategis yang terukur lewat kolaborasi yang baik antara para pemangku kepentingan dan masyarakat.

Wakil Menteri Pertanian periode 2009- 2011 Bayu Krisnamurti mengungkapkan, inflasi Indonesia Januari 2022 hingga Maret 2022 sudah tercatat 2,4 persen.

Angka tersebut, menurut Bayu, sudah melampaui angka inflasi Indonesia pada 2019 prapandemi yang tercatat 2,27 persen.

Bayu menyarankan agar masyarakat harus bersiap menghadapi inflasi Indonesia melebihi angka perkiraan pemerintah sekitar 4 persen.

Harga-harga komoditas dunia seperti gandum, sapi bakalan, gula, kedelai,dan CPO, jelas Bayu, naik tajam.

Hal itu disebabkan pasokan komoditas merespons lambat terhadap pemulihan dari pandemi di beberapa negara.

Jadi, menurut Bayu, kondisi harga-harga komoditas dunia saat ini memang sedang tidak baik-baik saja dan berdampak global, termasuk Indonesia.

Senada dengan Bayu, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB, Dwi Andreas Santosa mengungkapkan dampak harga komoditas dunia sangat mempengaruhi kondisi pasokan pangan Indonesia.

Kondisi saat ini, ujar Dwi, FAO food price indeks dunia sudah mencapai 152 atau lebih tinggi daripada food price indeks saat terjadi perang Arab-Israel pada 1973-1975 yang sebesar 137.

Dwi memperkirakan tahun ini akan terjadi krisis pangan dunia dan kemungkinan akan panjang.

Menghadapi kondisi itu, Indonesia akan kesulitan menghadapinya karena angka ketahanan pangan Indonesia terus memburuk pada tiga tahun terakhir.

Dwi berharap berbagai upaya meningkatkan ketahanan pangan dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat harus dilakukan.

Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI Luthfi A. Mutty berpendapat masalah pangan yang dihadapi bersama saat ini adalah dampak masalah global.

Meski begitu, menurut Luthfi, kondisi itu harus dihadapi dengan berbagai upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional.

Kelembagaan petani di tanah air saat ini terbilang lemah.

Kelompok tani tidak lagi jadi tujuan untuk dibina.

Banyak penyuluh pertanian, jelas Luthfi, beralih dari tenaga fungsional menjadi tenaga struktural. (mrk/jpnn)


Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler