Resesi Ekonomi, Menurut Anis Masalah Ini yang Harus jadi Fokus Pemerintah

Sabtu, 07 November 2020 – 20:10 WIB
Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Anis Byarwati. Foto: FPKS DPR

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati mengatakan, resesi ekonomi yang terjadi di Indonesia memang tidak bisa dihindari lagi. 

Menurut Anis, semua negara  mengalami resesi ekonomi di masa pandemi Covid-19 ini.

BACA JUGA: Ekonom UI: Tidak Selamanya Resesi Berujung Krisis Ekonomi

Namun, Anis menegaskan seharusnya isu terjadinya resesi bukanlah menjadi yang utama.

Menurutnya, yang terpenting adalah bagaimana bisa meminimalisir dampak resesi di masa pandemi Covid-19 ini kepada masyarakat.

BACA JUGA: Saran Misbakhun untuk Pemerintah setelah RI Masuki Resesi Ekonomi

"Lonjakan pengangguran tinggi. Jumlah masyarakat miskin tinggi. Ini memerlukan kerja keras bukan hanya pemerintah, tetapi semua," kata Anis dalam diskusi virtual "Efek Resesi di Tengah Pandemi", Sabtu (7/11).

Menurut dia, banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan, dan pendapatan yang menurun di masa pandemi Covid-19 ini.

BACA JUGA: Alhamdulillah, Kenaikan Dana BOS Madrasah Segera Cair

Meski demikian, Anis mengakui tidak semua masyarakat kehilangan daya beli.

Ada yang masih memiliki tabungan dan pendapatan yang cukup untuk berbelanja, tetapi mereka masih menahan.

"Kelas menengah masih ada tabungan dan uang, tetapi mereka menahan belanjanya. Kenapa, karena wabah masih berlangsung, semua orang masih berhati-hati," ungkap Anis.

Anis mengingatkan pemerintah supaya bukan saja berupaya supaya menjaga daya beli masyarakat.

Namun, ujar Anis, pemerintah harus memastikan bagaimana masyarakat tidak kehilangan daya beli. 

"Artinya, masyarakat yang terkna dampak paling parah dari pandemi (Covid-19) ini yang harus diperhatikan," kata dia.

Anis menambahkan dunia usaha juga perlu dorongan dan bantuan dari pemerintah untuk bisa bertahan di masa pandemi Covid-19 ini.

Menurutnya, kalau dunia usaha tidak bertahan, maka mereka akan melakukan efisiensi dengan merumahkan karyawannya, bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK.

"Ini akan berdampak langsung ke masyarakat dan akhirnya konsumsi menurun. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi menurun," ungkap Anis.

Menurut Anis, ekonomi Indonesia masih bertumpu pada konsumsi. Sebab, kontribusi konsumsi terhadap pertumbuhan ekonomi itu mencapai 57 persen lebih.

"Jadi ketika konsumsi rumah tangga anjlok, otomatis yang lain juga terbawa," kata dia.

Anis juga mengatakan kontribusi belanja pemerintah tidak sampai 10 persen.

Dengan demikian, ekspansi pemerintah dalam mendorong konsumsi masyarakat menjadi sulit.

Dari sisi serapan anggaran juga demikian. Ia menjelaskan walaupun BPS menyatakan belanja pemerintah positif atau bagus di Kuartal III-2020, tetapi belum cukup melakukan ekspansi dalam rangka mendorong konsumsi masyarakat.

Apalagi, di saat sekarang ini mendorong konsumsi masyarakat masih sulit, karena sebagian menahan belanja, maupun daya belinya. Dari sisi investasi juga masih wait and see karena kondisi global belum membaik. Sementara ekspor impor juga demikian. 

Nah, Anis berujar, paling realistis adalah bagaimana pemerintah bisa membantu masyarakat untuk bersiap menghadapi resesi selama pandemi Covid-19.

"Kemudian, membantu mereka tidak kehilangan daya belinya," katanya.

Ia meyakini pemerintah sudah punya cara untuk melalukan itu. Komisi XI DPR, lanjut dia, juga sudah menyampaikan langsung kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, tentang pentingnya pemerintah menjaga daya beli.

"Karena sampai sekarang itu konsumsi itu menjadi faktor utama penopang daya beli kita," katanya.

Ke depan, lanjut dia, perlu ada hal lain misalnya mendorong belanja pemerintah  tidak berkontribusi kecil. Menurutnya,  UMKM juga harus diprioritaskan karena menopang 99 persen perekonomian nasional.

"Prioritas UMKM jadi catatan penting bagi pemerintah. Serapan UMKM dari dana PEN juga belum 100 persen," pungkasnya. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler