Respons Mantan Ketua MA Hatta Ali soal Namanya Tertera dalam Skenario Pinangki

Kamis, 24 September 2020 – 18:08 WIB
Hatta Ali saat masih memimpin Mahkamah Agung (MA) berpose bersama Ketua DPD La Nyalla Mattalitti di Istana Negara, Jakarta pada 13 Desember 2020. Foto: arsip JPNN.COM/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Agung (KMA) Hatta Ali membuat surat terbuka untuk menanggapi soal namanya yang tetera dalam surat dakwaan terhadap Pinangki Sirna Malasari.

Menurut Hatta, dirinya sama sekali tak terkait dengan rencana aksi atau action plan yang disusun perbuatan jaksa Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk meloloskan Djoko S Tjandra dari hukuman penjara.

BACA JUGA: Ada Nama Jaksa Agung & Hatta Ali dalam Rencana Aksi Pinangki untuk Djoko Tjandra

"Sebenarnya klarifikasi saya ini sudah saya sampaikan melalui Jubir MA dan telah ditindaklanjuti, tetapi, ya, begitulah masih ada juga media yang masih menggoreng-goreng tidak sesuai fakta seutuhnya yang saya sampaikan sehingga bisa menimbulkan penafsiran yang lain terutama yang nonhukum," tulis Hatta dalam surat terbuka itu.

Ada delapan poin dalam surat terbuka dari Hatta Ali. Dalam poin pertama Hatta menulis bahwa dirinya tak mengenal Pinangki ataupun Andi Irfan Jaya yang menemui Djoko S Tjandra di Malaysia.

BACA JUGA: Beginilah Cara Jaksa Pinangki Berfoya-foya Pakai Duit Suap dari Djoko Tjandra

Dalam poin lain surat tersebut Hatta menegaskan bahwa tidak mungkin dirinya selaku ketua MA menerbitkan fatwa untuk perkara Djoko S Tjandra. Hatta beralasan bahwa dirinya merupakan salah satu hakim agung yang menolak permohonan PK terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali itu.

"Jadi adalah mustahil juga bahwa MA/saya akan menerbitkan fatwa MA yang akan membebaskan atau menguntungkan terpidana JT (Joko Tjandra, red)," tegasnya.(tan/jpnn)

Berikut delapan poin dalam surat terbuka Hatta Ali:

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?

BACA JUGA: Jaksa Pinangki Jadi Terdakwa, Begini Patgulipatnya soal Suap Djoko Tjandra

  1. Saya tidak pernah kenal dengan yang namanya Jaksa Pinangki maupun Andi Irfan Jaya yang dikatakan dari Partai NasDem, di mana keduanya dikatakan membuat action plan dalam pengurusan Fatwa di MA untuk kepentingan JT (Djoko Tjandra, red). Sedangkan pengacara Anita Kolopaking adalah teman sealumni S3 di Unpad, selain itu Anita sebagai salah satu anggota ALA (Asean Law Association) yang ikut sebagai salah satu peserta delegasi dalam konferensi ALA di Phuket Thailand. Sehingga dengan sendirinya pasti ketemu dengan Anita dalam kegiatan tersebut, tetapi tidak ada pembicaraan tentang kasus JT.
  2. Selama saya menjabat KMA memang pernah menerima Jaksa Agung SB di Kantor MA dalam rangka courtesy call untuk memperkenalkan diri sebagai pejabat yang baru dilantik oleh Presiden RI. Courtesy call semacam ini adalah suatu tradisi sesama penegak hukum. Kunjungan tersebut di atas sangat singkat dan sama sekali tidak membicarakan perkara apalagi perkara JT.
  3. Mengenai fatwa MA yang dijanjikan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, adalah hal yang sangat mustahil karena MA tidak pernah sekalipun mengeluarkan fatwa yang bersifat tehnis untuk membatalkan atau mengoreksi keputusan PK. Permohonan fatwa itu sendiri tidak pernah diterima di MA.
  4. Kemudian sebagai info bahwa saya bertindak sebagai salah satu Hakim Anggota dalam perkara permohonan PK yang diajukan oleh JT, perkara no.100 PK/Pid. Sus/2009 tanggal 20 Februari 2012 yang antara lain amar putusannya: Menolak permohonan PK dari pemohon PK/terpidana Jhoko Sugiarto Chandra. ?Jadi adalah mustahil juga bahwa MA/saya akan menerbitkan fatwa MA yang akan membebaskan atau menguntungkan terpidana JT.
  5. Selanjutnya karena beberapa terpidana yang melarikan diri/buron pada saat putusan telah berkekuatan hukum tetap termasuk di antarannya terpidana JT, maka sewaktu saya menjabat KMA terhitung 1 Maret 2012 telah menerbitkan SEMA Nomor 1 tahun 2012 tertanggal 28 Juni 2012. SEMA ini pada intinya menyatakan bahwa permohonan PK dalam perkara pidana (dalam sidang pemeriksaan permohonan PK di Pengadilan Negeri) harus dihadiri oleh terpidana/ahli warisnya secara lagsung, tidak bisa hanya dihadiri oleh kuasa hukum. SEMA ini sampai sekarang masih dipedomani oleh para hakim pada pengadilan.
  6. Kemudian mencuatnya perkara JT ini setelah yang bersangkutan mengajukan permohonan PK lagi sekitar bulan Juni/Juli 2020 yakni setelah saya memasuki masa pensiun pada 7 April 2020.
  7. Jika dalam perkara ini ada oknum-oknum yang menjual nama saya ataupun orang lain menjadi tanggung jawab hukum yang bersangkutan.
  8. Harapan saya semoga perkara tindak pidana korupsi ini menjadi terang dan jelas siapa yang salah dan benar. 

Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler