jpnn.com, SANAA - Anak-anak di Yaman tidak hanya harus tumbuh dengan melihat pemandangan peperangan. Sebagian di antara mereka juga terjun langsung di dalamnya. Mereka ditipu, dijual, dan dipaksa untuk angkat senjata.
Ali Hameed memandang foto putranya, Mohammad. Tatapan matanya penuh kerinduan. Oktober tahun lalu Mohammad meninggalkan rumah mereka di selatan Kota Taiz, Yaman. Remaja 15 tahun tersebut pergi ke Al Buqa'. Dia direkrut menjadi salah seorang prajurit pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA). Sejak itu, Mohammad tak pernah pulang atau memberi kabar.
BACA JUGA: Respons Hasto PDIP untuk Tangkis Tuduhan Habib Rizieq
''Ibunya merasa hancur. Dia sudah menyerah. Saya harap dia menelepon dan memberi tahu kami bahwa dirinya baik-baik saja. Hanya itu yang kami inginkan,'' ujarnya.
Ali ingin tahu apakah putra kesayangannya tersebut masih bernyawa ataukah sudah tiada. Sayang, tak ada yang bisa memberinya informasi. Tempat bertanya pun tiada. Yang bisa dilakukan Ali saat ini hanyalah berdoa. Semoga ada keajaiban. Mohammad bisa kembali pulang.
BACA JUGA: Habib Rizieq, Silakan Datang ke Bawaslu
BACA JUGA: Perundingan Gagal, Saudi Bombardir Yaman Semalaman
Nasib hampir sama dialami Ahmad Al Naqib. Dia juga berangkat dengan rombongan yang berbeda. Menurut dia, di Al Buqa' terdapat kamp untuk melatih anak-anak yang berperang untuk pasukan koalisi. Ahmad mau pergi karena dijanjikan pekerjaan dan uang yang lumayan banyak. Bukan untuk angkat senjata.
BACA JUGA: Bawaslu Telusuri Tuduhan Habib Rizieq soal Kemlu, Ini Hasilnya
''Kami diberi tahu akan bekerja di dapur dan digaji SAR 3.000 (Rp 11,37 juta). Kami percaya dan masuk ke dalam bus,'' terang Ahmad saat diwawancarai Al Jazeera akhir tahun lalu.
Bagi penduduk Yaman yang mayoritas hidup di bawah garis kemiskinan, tawaran itu luar biasa menggiurkan. Kelompok yang merekrut biasanya beroperasi di wilayah-wilayah miskin.
Anak-anak tersebut lantas diangkut bus dan diserahkan kepada kelompok perdagangan manusia di wilayah perbatasan Yaman-Saudi. Setelah itu, mereka diserahkan kepada penyelundup lain yang lebih besar di Al Wade'a. Mereka dibuatkan kartu identitas agar bisa menyeberang ke Saudi dan dimasukkan ke kamp militer.
Ahmad tak mau bertempur. Dia berhasil melarikan diri dari kamp akhir tahun lalu. Tapi, malang tak bisa ditolak. Januari lalu dia meninggal dengan kepala tertembus peluru di dekat rumahnya.
Salah seorang perekrut prajurit anak yang diwawancarai Al Jazeera mengungkapkan bahwa apa yang dilakukannya sudah biasa. Ada banyak prajurit anak di Yaman. Bagi mereka, anak-anak itu tidak penting. Yang paling penting adalah apakah mereka bisa membawa senjata dan jadi prajurit yang baik. (sha/c22/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Trump Akui Golan Milik Israel, Iran dan Saudi Kompak Mengecam
Redaktur & Reporter : Adil