Rieke Duga RS Mitra Keluarga Kalideres Langgar Hukum

Senin, 11 September 2017 – 14:51 WIB
Rieke Diah Pitaloka. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Rieke Diah Pitaloka angkat suara terkait kasus kematian bayi usia empat bulan Tiara Debora Simanjorang. Anggota Pansus UU BPJS (2010-2011) ini menduga RS Mitra Keluarga Kalideres telah melanggar hukum.

Ini disampaikan Rieke menyikapi kematian bayi Debora, peserta BPJS yang meninggal dunia karena diduga terlambat mendapat penanganan di ruang gawat darurat bayi PICU (Pediatric Intensive Care Unit) RS Mitra Keluarga Kalideres, Jakarta Barat karena orang tua belum membayar kekurangan uang muka.

BACA JUGA: Begini Kata Menko PMK soal Kasus Tiara Debora

"Tindakan rumah sakit tidak segera memasukkan dan merawat pasien di ruang PICU sesuai indikasi medis karena faktor biaya, sehingga menyebabkan pasien meninggal dunia adalah kebijakan tidak manusiawi dan melanggar hukum," ujar Rieke dalam pernyataan tertulisnya, Senin (11/9).

Dia membeberkan bahwa kebijakan RS tersebut diduga melanggar berbagai Peraturan-Perundang-Undangan. Antara lain UU 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 23 Ayat 2 berbunyi; "Dalam keadaan darurat, pelayanan dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial”.

BACA JUGA: Kasus Tiara Debora, KPAI Panggil RS Mitra Keluarga

Kedua, UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 32 ayat 1 dan 2 dan Pasal 190 ayat 1 dan 2. Pasal 32 ayat 1 berbunyi “Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu".

Sedangkan Pasal 32 ayat 2 berbunyi “Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka".

BACA JUGA: Begini Kronologis Meninggalnya Tiara Debora

Lalu, Pasal 190 ayat 1 “Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”

Sementara pada Pasal 190 ayat 2 disebutkan, “Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

"Merujuk kasus kematian bayi Debora membuktikan pelayanan kesehatan di rumah sakit masih buruk dan masih banyak rumah sakit nakal, belum ada sistem yang baik sehingga dapat memastikan perlindungan pasien," ucap Anggota Fraksi PDIP DPR ini.

Karena itu, Rieke merekomendasikan agar Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) dan Dinas Kesehatan DKI agar melakukan investigasi dan mengusut tuntas kasus bayi Debora. Mendesak aparat penegak hukum memproses pidana pelanggaran yang dilakukan rumah sakit.

Dia juga meminta BPJS Kesehatan agar memperluas kerjasama dengan rumah sakit swasta. Serta, mendorong Kementerian Kesehatan menertibkan rumah sakit nakal dan menerbitkan peraturan semua rumah sakit termasuk rumah sakit swasta wajib bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan tidak boleh menolak pasien. (fat/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasus Kematian Bayi Debora Pelajaran bagi Pemerintah


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler