JAKARTA--Anggota Komisi X DPR RI , Hetifah Sjaifudian menyatakan, metode riset yang digunakan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) harus dikaji ulangMenurutnya, riset yang dilakukan oleh Balitbang selama ini tidak sesuai dengan tujuan dan program pemerintah.
"Riset yang harus dilakukan oleh Balitbang, bukanlah riset ilmiah
BACA JUGA: Wamen Akui Riset Balitbang Lemah
Akan tetapi, riset yang dilakukan oleh Balitbang bersifat policy researchHetifah mengaku ingin mendorong pemerintah agar apa yang dibuat oleh pemerintah harus melalui penelitian
BACA JUGA: Wamen Janji Perkuat Peran Balitbang
"Ini saatnya pemerintah merubah sikapnyaBACA JUGA: PBNU: Pemerintah Wajib Biayai Sekolah Swasta
Kami senang pemerintah akhirnya seperti ini, karena sebelumnya kami sampai gedor-gedor meja untuk meminta ada penelitian kebijakan," tukasnya.Politisi dari Fraksi Partai Golkar ini menilai, selama ini penelitian yang dilakukan oleh Pemerintah hanya dijadikan suatu proyekHal ini, katanya, sudah menjadi rahasia umum"Jangan melihat penelitian hanya sebagai proyek lagiSelama ini, kalau ada program, ujung-ujungnya jadi proyekIni sudah menjadi fenomenal," paparnya.
Hetifah menambahkan, selama ini Kemdikbud memiliki data yang sangat lemahJika data lemah, lanjut dia, maka akan berdampak pada kemungkinan terjadinya penyimpangan"Dengan adanya data yang akurat, dapat dipastikan penyaluran anggaran tidak akan ada penyimpangan/penyelewenganMisalnya, kebutuhan anggaran pendidikan itu berapa? Dan pasti disesuaikan dengan jumlah penerimaKalau ada data pasti, maka proses penyaluran bisa tepat sasaran, dan tidak perlu ada daerah yang melakukan lobi-lobiKarena semua penerima pasti dapatKorupsi dan penyelewengan akan berkurang," terangnya.
Ia mengatakan, selama ini anggaran di Kemdikbud yang efektif hanya 40 persenSedangkan sisanya 60 persen kurang efektifMenurutnya, yang 60 persen bukan tidak efektif karena ada penyelewengan, tetapi ada yang tidak tepat sasaran dan tidak tepat waktuMisalnya, program BOS bukuTernyata datangnya setelah 6 bulan tahun ajaran baru berjalan, dan anak-anak sudah terlanjur fotocopy.
"Itu kan berarti pemborosan anggaranMemang tidak dikorupsi, tetapi tidak tergunakan akhirnyaAda juga, sekolah-sekolah yang dibangunkan perpusatakaan, tetapi ternyata tidak ada bukunyaAkhirnya tidak dipakai, dan ruangannya dipakai untuk lainnyaJika awalnya menggunakan riset, maka akan tersambungkan antara aspirasi kebutuhan dengan policy-nyaAkan ada peningkatan penggunaan anggarannya," imbuhnya(cha/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penderita Buta Aksara Tersisa 8,3 Juta
Redaktur : Tim Redaksi