Rizal Ramli Ajukan 8 Solusi Berantas Korupsi

Jumat, 13 September 2013 – 01:29 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Ekonom senior Rizal Ramli menyodorkan 8 solusi agar Indonesia bisa keluar dari keterpurukan akibat korupsi yang massif dan sistematis. Solusi itu antara lain melakukan kontrol yang ketat terhadap anggaran, KPK lebih berkonsentrasi untuk menuntaskan kasus korupsi besar dan meningkatkan standar etika bagi para pejabat publik.

“Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah merupakan kejahatan luar biasa. Jadi, penanganannya pun harus dengan cara-cara luar biasa pula. Untuk itu, saya minta Pak Busyro dan teman-teman lain di KPK lebih berkosentrasi menuntaskan kasus-kasus besar saja. Jangan terlalu sibuk dengan kasus-kasus ‘recehan’ yang hanya melibatkan para bupati atau walikota,” kata Rizal Ramli, dalam Focus Group Discussion (FGD), di gedung KPK, Kamis (12/9).

BACA JUGA: Empat Kasus Penembakan Polisi Belum Terungkap

Menurut Rizal, korupsi yang melibatkan para walikota dan bupati memang suatu kejahatan yang merugikan negara dan menyengsarakan rakyat.  Meski demikian, dibandingkan korupsi yang dilakukan para pejabat publik di level pusat yang jumlah kerugian negaranya jauh lebih besar, korupsi para pejabat di daerah tersebut menjadi kurang relevan ditangani KPK. Apalagi sebagai lembaga superbody, KPK memiliki banyak keterbatasan, terutama jumlah penyidiknya sedikit.

“Sebaiknya KPK lebih berkonsentrasi menuntaskan kasus-kasus yang melibatkan ‘big fish’. Penyimpangan obligasi rekapitalisasi perbankan, skandal Bank Century, kasus Hambalang, dan skandal IT pada Pemilu 2009 adalah beberapa kasus besar yang sangat menciderai keadilan publik. Sampai kini kasus-kasus itu seperti jalan di tempat tanpa diketahui bagaimana penuntasannya,” kata Rizal Ramli.

BACA JUGA: Pembunuhan Sukardi Direkonstruksi Pekan Depan

Sedangkan menyangkut kontrol yang ketat terhadap anggaran, Rizal mengatakan, korupsi di era SBY jauh lebih vulgar dibandingkan di zaman Pak Harto. Pada masa Soeharto berkuasa, korupsi terjadi sekitar 30 persen dari anggaran pembangunan di APBN dan terjadi saat eksekusi di lapangan. Sementara di era SBY, korupsi sudah terjadi sejak pembahasan APBN di Badan Anggaran DPR. Ditambah korupsi di lapangan, diperkirakan besarnya mencapai 45 persen dari total anggaran.

Solusi lainnya yang disarankan Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini adalah peningkatan standar etika para pejabat publik. Di negara-negara maju yang standar etikanya sudah tinggi, seorang pejabat yang baru terindikasi melakukan korupsi cuma dihadapkan pada dua pilihan. Yaitu mengundurkan diri atau dipecat.

BACA JUGA: Intrepid Merasa Korban Sistematis Pengalihan IUP

“Saya sangat prihatin presiden SBY menyatakan baru akan menjatuhkan sanksi kepada menterinya kalau yang bersangkutan sudah berstatus tersangka. Ini menunjukkan standar etika para pejabat publik kita sangat rendah. Harusnya begitu terindikasi korupsi, Presiden bisa memecat atau meminta menterinya mengundurkan diri. Selain untuk memperlancar proses hukum, pemecatan menteri yang terindikasi korupsi juga sekaligus agar tidak menjadi beban bagi kinerja kabinet secara keseluruhan,” paparnya.

Solusi keempat, agar Indonesia bisa keluar dari keterpurukan akibat korupsi yang massif dan sistematis menurut Rizal adalah tingkatkan standar etika pers, sehingga pejabat yang sudah terindikasi atau bahkan tersangka korupsi, tidak muncul lagi di pemberitaan kecuali tentang kasus yang tengah dialaminya. Empat solusi lainnya, stop politik uang, reformasi pembiayaan Parpol oleh negara, perberat hukuman terhadap koruptor, dan ganti sistem Pemilu yang korup.

“Tentang pembiayaan Parpol oleh negara, saya hitung anggarannya hanya sekitar Rp5 triliun per tahun. Ini jauh lebih rendah dibandingkan korupsi berjamaah yang dilakukan Parpol dan para politisinya yang saat ini sekitar Rp60 triliun per tahun. Dengan dibiayai oleh negara, Parpol tidak lagi sibuk mencari dana secara tidak sah dan melanggar hukum. Selanjutnya Parpol bisa berkonsetrasi untuk mencari kader-kader yang berkualitas dan berintegritas,” ujar Rizal Ramli. (fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... RUU ASN Disahkan Akhir 2013


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler