RKUHP Tidak Perlu Masuk Ruang Privat Warga Negara

Sabtu, 21 September 2019 – 14:43 WIB
Ilustrasi RKUHP. Foto : Pixabay

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati memiliki beberapa catatan agar revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP lebih ideal dan tidak menuai pertentangan.

Satu di antaranya, dia meminta RKUHP tidak masuk ke ruang privat warga negara.

BACA JUGA: Yasonna Jelaskan Ancaman Hukuman Pelaku Aborsi di RKUHP

"Hukum pidana jangan masuk ke ruang-ruang privat warga negara, karena ada percobaan di dalam RKUHP, percobaan berzina itu seperti apa, sih. Ini akan chaos di masyarakat, orang dengan gampang melaporkan," kata Asfinawati ditemui setelah menghadiri diskusi dengan tema "Mengapa RKUHP Ditunda" di D'Consulate Resto, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu (21/9).

Kemudian, lanjut dia, RKUHP tidak berisikan pengekangan terhadap kebebasan berpendapat. Hingga saat ini, klausul pemidaan terhadap pengkritik pemerintah masih muncul dalam RKUHP.

BACA JUGA: Cocok! Jokowi Sudah Tunda Pembahasan RKUHP, Ini Saran untuk Langkah Selanjutnya

"Tidak boleh ada pasal-pasal yang mengekang kemerdekaan berpendapat, atau mencoba memidanakan orang yang mencoba mengkritik ke pemerintah, karena mereka bukan individual, mereka lembaga yang diberikan wewenang besar," lanjut dia.

Kemudian, RKUHP sebaiknya tidak memuat pasal karet. Menurut Asfinawati, pasal karet berpotensi disalahgunakan pihak tak bertanggung jawab.

BACA JUGA: Jokowi Tolak 14 Pasal di RKUHP

"Ya, betul. Masih ada pasal karet, karena ketidakjelasan dan definisi tafsir apa saja," lanjut dia.

Asfinawati pun meminta perancang RKUHP mendengarkan aspirasi publik ketika ingin mengalahkan aturan tersebut.

Bahkan, perancang RKUHP perlu berbicara dengan ahli agar aturan yang dibuat tidak bertabrakan dengan perundang-undangan lain.

"Kemudian berpikir, kalau formulasi pasalnya begini, bahasanya seperti ini, kira-kira ada enggak kemungkinan orang membacanya meleset. Ada enggak kemungkinan penegak hukum menafsirkan secara berbeda, baru sesudah itu bisa diuji," timpal dia. (mg10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler