Yasonna Jelaskan Ancaman Hukuman Pelaku Aborsi di RKUHP

Sabtu, 21 September 2019 – 06:34 WIB
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly. Foto: Kemenkumham

jpnn.com, JAKARTA - Menkumham Yasonna H Laoly mengatakan ancaman hukuman bagi perempuan yang melakukan aborsi dalam RUU KUHP lebih rendah dibanding KUHP yang kini berlaku.

Dalam pasal 470 draf revisi KUHP perempuan yang menggugurkan (aborsi) atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

BACA JUGA: Pengesahan RKUHP Ditunda, Muladi: Pokoknya Jangan Sampai Gagal

Ancaman pidana tersebut, kata Yasonna, lebih rendah dari KUHP yang kini berlaku, yaitu 12 tahun penjara.

Yasonna menambahkan, hukuman tersebut tidak berlaku bagi korban perkosaan maupun karena alasan medik.

BACA JUGA: Hindari Tabrakan RUU PKS dan RUU KUHP

"Seorang perempuan yang diperkosa, oleh karena dia tidak menginginkan janinnya dalam tahapan terminasi tertentu dapat dilakukan karena alasan medik misalnya mengancam jiwa. Tidak seolah-olah kita ciptakan ini seolah langit akan runtuh dan kita akan menangkapi semua orang. Ini saya perlu klarifikasi," katanya Yasonna dalam konferensi pers yang juga dihadiri oleh Ketua Tim Perumus RUU KUHP Muladi dan tim, Jumat (20/9).

Sedangkan untuk gelandangan dalam pasal 432 draf revisi KUHP menyebutkan setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I (Rp1 juta).

BACA JUGA: Saran Fahri Hamzah untuk Pak Jokowi Terkait RKUHP

Selain itu, menurut Yasonna, gelandangan juga dapat dijatuhi pidana alternatif berupa pengawasan dan kerja sosial serta dapat dikenakan tindakan misalnya kewajiban mengikuti pelatihan kerja.

Sementara itu, revisi KUHP ditunda untuk disahkan, setelah Presiden Joko Widodo meminta penundaan pengesahan revisi KUHP karena masih ada sekitar 14 pasal yang harus ditinjau ulang dan berharap pengesahan RKUHP itu dilakukan DPR periode 2019-2024.

Sebelumnya RKUHP dijadwalkan akan disahkan pada rapat paripurna DPR 24 September 2019.

Presiden juga meminta Yasonna untuk menambah masukan dan mengumpulkan usulan dari masyarakat. Revisi KUHP dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dimulai sejak Presiden mengeluarkan Surat Presiden berisi kesiapan pemerintah dalam membahas RKUHP pada 5 Juni 2015 namun selalu tertunda.

KUHP yang saat ini diberlakukan adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda, yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918.

BACA JUGA: Bayar PSK Tarif Rp 800 Ribu, Lantas Menunggu di Kamar Hotel, Ternyata…

Rencara revisi KUHP sendiri sudah dimulai sejak satu seminar 1963. Tim perumus RKUHP sepakat tidak membuat KUHP sama sekali dari nol. Tim melakukan rekodifikasi KUHP Hindia Belanda. RKUHP kemudian baru mengalami kemajuan ketika Muladi menjadi Menteri Kehakiman.

Muladi sempat mengajukan RKUHP ini ke Sekretariat Negara namun baru pada 2013 DPR secara intensif melakukan pembahasan RKUHP. (Desca LN/ant/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler