jpnn.com - Bukan Rocky Gerung kalau tidak tajam lidahnya. Ungkapannya yang paling khas adalah ’dungu’ untuk menyebut lawan bicara yang dianggapnya mengalami kekacauan pikiran.
Kali ini, ungkapan -lebih tepatnya umpatan- yang dilontarkannya lebih sadis; bajingan dan tolol.
BACA JUGA: Penunggang Gajah, Agama, dan Politik
Lebih ngeri lagi, ungkapan itu ditujukan kepada Presiden Jokowi, orang nomor satu dan paling powerful di negeri ini. Ungkapan itu dinyatakan dalam sebuah pertemuan dengan aktivis buruh di Bogor dalam acara ‘pemanasan’ menjelang demo buruh 10 Agustus yang kabarnya bakal diadakan secara besar-besaran.
Dalam video yang viral, Rocky Gerung mengkritik kebijakan Jokowi dalam membangun Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur.
BACA JUGA: False Flag Rocky Gerung
Rocky terlihat emosional ketika mengritik Jokowi yang disebutnya lebih sibuk memikirkan dirinya sendiri ketimbang memikirkan rakyat.
Begitu Jokowi kehilangan kekuasaan dia jadi rakyat biasa, tidak ada yang peduli nanti. Namun, ambisi Jokowi adalah mempertahankan legacy-nya.
BACA JUGA: Survei Utting Research & Potensi Kejutan di Pilpres 2024
Dia masih ke China menawarkan IKN. Masih mondar-mandir dari ke koalisi ke koalisi lain, mencari kejelasan nasibnya. Begitu kata Rocky.
"Dia pikirkan nasibnya sendiri, dia tidak memikirkan kita. Itu bajingan yang tolol. Kalau dia bajingan pintar, dia mau terima berdebat dengan Jumhur Hidayat, tapi bajingan tolol sekaligus pengecut. Bajingan tapi pengecut,'' ucap Rocky dalam video tersebut.
Rocky juga mengatakan akan ada demo buruh pada 10 Agustus mendatang. Dia ingin aksi buruh itu berlangsung besar-besaran.
"Kita harus lantangkan ini, saya percaya 10 Agustus akan ada kemacetan di jalan tol. Bukan percaya, saya ingin. Lebih baik macet di tol daripada macet di jalan pikiran. Sejarah menunggu kita, siapa yang dipanggil sejarah untuk mewakafkan waktunya. Tidak ada perubahan tanpa gerakan," ucap dia.
Tidak pakai lama, sukarelawan pendukung Jokowi langsung bertindak. Ketua Umum Barikade 98 Benny Rhamdani mengaku sudah kehabisan kesabaran untuk Rocky.
Benny menilai Rocky kerap melontarkan hinaan hingga hoaks terhadap Jokowi. Kali ini, Benny tidak mau membuarkan ucapan Rocky.
"Tidak boleh ada satu manusia pun di republik ini bisa gampang melakukan penghinaan pihak lain, terlebih kepada presiden. Serangan membabi buta, isu yang sifatnya fitnah, pencemaran nama baik, hoaks, serangan pribadi kepada Jokowi, bahkan istri Jokowi," kata Benny.
Brani -panggilan akrab Benny- juga mempertanyakan peran Rocky Gerung pada masa reformasi 1998. Benny menganggap Rocky bukanlah orang yang berdarah-darah menurunkan Presiden Soeharto.
"Ini lucu. Tahun 1998 Rocky Gerung di mana? Dia masuk ke bagian prodemokrasi, iya, tapi tidak pernah berdarah menggulingkan rezim Soeharto," imbuh Benny.
Politikus Hanura itu pun melaporkan Rocky Gerung ke Bareskrim Polri. Akan tetapi, upanya Bareskrim berpikir cermat menanggapi laporan itu.
Dalam kasus pencemaran nama baik, undang-undang menyebutkan bahwa pihak yang merasa dirugikanlah yang harus melapor ke polisi.
Karena tidak ada mandat maupun klarifikasi dari Jokowi, maka Bareskrim menolak laporan itu dan mengalihkannya ke bagian pengaduan masyarakat. Dengan status aduan masyarakat, maka laporan sebagai upaya untuk menjerat Rocky akan lebih sulit.
Bukan kali ini saja Rocky dilaporkan ke polisi. Sudah sangat sering muncul upaya untuk menjeratnya, tetapi sampai sejauh ini masih baik-baik saja.
Kali ini, polisi tentu harus berpikir ulang untuk memproses laporan terhadap Rocky. Situasi politik masih sangat panas menjelang demo buruh 10 Agustus yang kabarnya akan diadakan secara besar-besaran.
Dalam beberapa unggahan di media sosial para aktivis buruh mengumumkan akan mengadakan demo besar 10 Agustus dengan mengepung Istana Negara. Tujuannya ialah mendesak Presiden Jokowi membatalkan Omnibus Law Cipta Kerja.
Selama ini demo buruh tidak bisa mendekati istana karena selalu dicegat oleh polisi di wilayah Patung Kuda yang masih termasuk jarak aman dari istana.
Kali ini pun belum tentu para buruh bisa mendekati istana. Namun, polisi tidak mau berspekulasi, karena kondisi politik sedang hangat dan bisa saja berubah menjadi panas.
Selain ancaman demo besar buruh, situasi menghangat karena desakan people power masih tetap muncul dalam berbagai kesempatan. Para tokoh oposisi senior seperti Amien Rais dan Mudrick Sangidu masih sering mengungkapkan seruan people power dalam berbagai kesempatan.
Beberapa waktu yang lalu 100 tokoh oposisi menandatangani petisi mendesak DPR-MPR melakukan sidang umum guna memakzulkan Presiden Jokowi. Mereka menyebut tuntutan itu sebagai Petisi 100, sebuah nama yang diadopsi dari Petisi 50 pada era Orde Baru.
Ketika itu 50 orang tokoh oposisi mengirim surat kepada DPR dan menuntut supaya Presiden Soeharto dimintai pertanggungjawaban atas berbagai penyelwengan kebijakan yang dilakukannya.
Alih-alih memperoleh hasil, para penandatangan petisi malah diisolasi dan dipersekusi. Akses sosial, politik, dan ekonomi mereka diputus, dan mereka dicekal tidak boleh bepergian ke luar negeri. Walhasil Petisi 50 gagal meloloskan targetnya.
Kali ini Petisi 100 diperkirakan tidak akan membawa hasil kongkret. Komposisi keanggotaan DPR-MPR yang dikuasai kekuatan rezim tidak memungkinkan terjadinya pemakzulan.
Para penandatangan Petisi 100 pun tidak dipersekusi langsung oleh kekuasaan, tetapi di antara mereka sudah banyak yang masuk dalam daftar merah.
Situasi makin panas karena Denny Indrayana rajin berkicau meminta DPR untuk memakzulkan Jokowi. Paduan semua unsur ini menjadi pertimbangan tersendiri bagi polisi sebelum memutuskan untuk menangani laporan terhadap Rocky Gerung.
Kalau salah langkah, bisa-bisa malah membuat bubrah, karena sama saja dengan menyiram bensin ke rumput kering yang mudah dibakar.(***)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemilu Terbuka & Twit False Flag Denny Indrayana
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi