Survei Utting Research & Potensi Kejutan di Pilpres 2024

Senin, 31 Juli 2023 – 19:59 WIB
Ilustrator: Sultan Amanda/JPNN.com

jpnn.com - Lembaga survei di Indonesia menjadi bagian dari euforia politik seiring lahirnya reformasi setelah kejatuhan Orde Baru pada 1998.

Banyak -atau hampir semua- lembaga survei itu bertindak sebagai konsultan politik yang menawarkan paket ‘all in’ kepada kliennya uang ingin memenangi kontestasi politik di berbagai level. Nilai kontrak lembaga survei itu bisa mencapai triliunan rupiah.

BACA JUGA: Pemenang dan Pecundang saat Reshuffle Kabinet

Tiap menjelang pemilu selalu ramai soal hasil survei. Hampir tiap minggu muncul hasil survei dari berbagai lembaga survei dengan hasil yang beraneka ragam.

Dalam survei Pilpres 2024, tiga kandidat selalu muncul sebagai tiga besar: Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan.

BACA JUGA: Debat Capres Bayangan

Sejak April lalu, Prabowo Subianto selalu menempati urutan teratas. Sebelum April, Ganjar Pranowo selalu berada di puncak elektabilitas.

Akan tetapi setelah PDIP resmi mendeklarasikan Ganjar sebagai calon presiden, posisinya di pole position disalip oleh Prabowo.

BACA JUGA: Sandingkan & Bandingkan

Anies Baswedan sejak awal memang tidak sekali pun pernah muncul di posisi teratas. Ia selalu konsisten di urutan ketiga, tetapi terus elektabilitasnya mandek atau bahkan turun.

Akan tetapi, pekan ini survei yang dilakukan oleh institusi riset asal Australia Utting Research menunjukkan hasil yang berbeda dari lembaga-lembaga survei di Indonesia.

Selama ini posisi Anies seolah-olah tidak bisa mengejar dua pesaingnya. Namun, hasil survei Utting Research justru memperlihatkan  posisi Anies berada pada jangkauan untuk menyodok ke posisi kedua.

Dalam bahasa Inggris ada istilah ‘breathing on someone’s neck’ atau bernafas di leher orang lain. Hasil survei Utting Research menunjukkan bahwa Anies menempel ketat pesaingnya sehingga seolah-olah napasnya bisa dirasakan di leher Prabowo Subianto yang yang berada di urutan kedua.

Dalam rilis yang diedarkan Jumat (28/7), Utting Research menyatakan elektabilitas tiga bakal capres itu cukup ketat. Ganjar Pranowo di urutan pertama dengan elektabilitas 34 persen.

Prabowo Subianto di urutan kedua degan elektabilitas 33 persen, sedangkan Anies Baswedan menempati posisi juru kunci dengan tingkat keterpilihan 27 persen. Sebanyak 3 persen responden menjawab rahasia dan atau belum memutuskan, sementara 3 persen lainnya tidak menjawab.

Dengan selisih yang tipis di antara ketiga calon itu, kompetisi masih rentan dengan perubahan pilihan pemilih menjelang Pilprres 2024. Pilpres tahun depan akan berjalan ketat.

Hingga delapan bulan menjelang hari pemilihan, pemenangnya masih sangat tidak jelas. Elektabilitas tiga kontestan terkuat masih sangat berimbang. Tiga-tiganya punya peluang untuk saling mengalahkan.

Survei Utting Reserach menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error 2,8 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Ini berarti elektabilitas ketiga calon bisa naik atau turun di kisaran 2,8 persen.

Debat mengenai akurasi hasil survei selalu ramai. Banyak yang meragukan hasil survei dan menganggapnya sebagai pesanan.

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengakui bahwa ada survei pesanan. Ada pihak yang memesan survei dan menginginkan hasilnya sesuai dengan kemauan pemesannya.

Kritik Muhaimin ini ditujukan kepada penyurvei lokal.

Di Indonesia, survei tentang capres tidak pernah diadakan selama periode pemerintahan Soekarno maupun Soeharto. Lembaga survei untuk menghimpun jajak pendapat terkait politik lazimnya lahir di negara demokratis dan rakyat memiliki kebebasan sipil dan politik yang substansial.

Inilah yang menjadi alasan mengapa jajak pendapat tidak pernah diadakan di era sebelum reformasi.

Indonesianis di Australian National University (ANU) Marcus Mietzner yang menulis artikel jurnal 'Political Opinion Polling in Post-authoritarian Indonesia: Catalyst or Obstacle to Democratic Consolidation?' mengatakan bahwa jajak pendapat di dalam pemerintahan otoriter dianggap mencerminkan atau bahkan dapat memperburuk ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah.

Di negara-negara otoriter atau pseudo-demokratis, penerbitan hasil-hasil jajak pendapat kerap dicekal atau dihambat.

Alasan lainnya ialah survei tentang capres membutuhkan metodologi yang dirancang secara saksama, peneliti yang berpengalaman, dan responden dalam jumlah besar.

Di Indonesia, survei tentang capres membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, wajar bila survei itu belum dilakukan pada masa-masa pra reformasi.

Survei capres berupa jajak pendapat politik mulai terselenggara secara semiprofesional setelah Soeharto lengser. Survei diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Sosial dan Ekonomi (LP3ES).

Para peneliti di LP3ES sudah tidak asing dengan metode-metode pengambilan sampel berbasis hitung-hitungan kuantitatif. Pada Pemilu 1997 yang menjadi pemilihan umum terakhir di masa Orba, LP3ES telah mengadakan survei hitung cepat untuk kawasan Jakarta.

LP3ES juga pernah menyelenggarakan survei pada Pemilu Legislatif 1999 saat Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden B.J. Habibie.

Survei capres di Indonesia pertama kali dilakukan menjelang Pemilu 2004. Berbagai lembaga survei kala itu menyatakan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai capres terkuat.

Prediksi itu benar. SBY terbukti menang Pilpres 2004 dengan suara 33,57 persen pada putaran pertama. SBY memenangi putaran kedua Pilpres 2024 dengan raihan suara 60,62 persen.

Tradisi survei di Indonesia masih seumur jagung, tetapi perannya sudah sangat besar dalam memengaruhi keputusan politik. Nyaris tidak ada politisi yang berani maju untuk merebut jabatan eksekutif maupun legislatif yang tidak mempergunakan lembaga survei.

Bisa disebut bahwa lembaga survei adalah keniscayaan bagi politisi yang hendak maju berkontestasi. Lembaga survei sudah menjadi industri tersendiri dengan putaran uang triliunan rupiah.

Para surveyor itu sekaligus menjadi konsultan politik yang menawarkan paket komplet dengan harga yang tinggi. Oleh karena itu, lembaga-lembaga survei menjadi perusahaan beromzet besar.

Bos ataupun pengusaha survei pun menjadi orang-orang tajir.

Seiring dengan itu mulai muncul distrust dari sekalangan masyarakat yang tidak sepenuhnya percaya terhadap hasil survei yang dipublikasikan. Para pengusaha survei dianggap sebagai bagian dari proyek politik yang mempunyai target politik tersendiri.

Masyarakat Indonesia tentu belum lupa terhadap hasil Pilgub DKI 2017 yang dimenangi Anies. Ketika itu hampir tidak ada lembaga survei yang memenangkan Anies.

Namun, ternyata hasilnya berbalik 180 derajat. Anies yang berpasangan dengan Sandiaga Uno memenangi Pilgub DKI, sekaligus mengalahkan pasangan petahanan Basuki T Purnama-Djarot S Hidayat.

Politik penuh dengan ketidakterdugaan dan anomali. Hasil survei Utting Research ini bisa menjadi indikasi bahwa pilpres 2024 akan memunculkan kejutan. Kita tunggu.(***)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Cawe-Cawe di Pilpres


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler