jpnn.com - Dunia terasa gelap kalau memakai kacamata Prof. Denny Indrayana. Beberapa hari belakangan ini, Denny rajin mengetwit di media sosial untuk 'membocorkan' keputusan Majelis Konstitusi (MK) atas permohonan untuk mengubah sistem pemilu proporsional terbuka menjadi tertutup.
Denny juga rajin menulis surat terbuka ke berbagai pihak untuk mengingatkan elite politik waspada terhadap apa yang disebutnya gerakan membajak demokrasi.
BACA JUGA: False Flag Rocky Gerung
Banyak yang menyukai twit yang disebut oleh Denny sebagai bocoran penting itu. Namun, banyak juga yang gerah.
Menko Polhukam Moh Mahfud MD termasuk yang merasa gerah oleh twit Denny. Salah satu yang membuat Mahfud kesal ialah klaim Denny bahwa MK akan mengembalikan sistem pemilu menjadi tertutup seperti yang berlaku di masa Orde Baru.
BACA JUGA: Jurus Kaesang, Serius atau Prank?
Ternyata info bocoran dari Denny itu salah. Kamis hari ini (15/6), MK memutuskan pemilihan umum legislatif tetap memakai sistem proporsional terbuka.
Artinya, siapa pun caleg yang memperoleh suara terbanyak dan memenuhi syarat perolehan kursilah yang berhak lolos ke parlemen. Kalau MK memutuskan sistem pemilu tertutup, hal itu akan terjadi setback alias mundur ke zaman Orde Baru.
BACA JUGA: Cawe-Cawe Ala Jokowi dan Potensi Pemakzulan
Ketika itu. partai politik menjadi penentu siapa yang bakal menjadi pemenang kontes legislatif. Biasanya, caleg yang menempati nomor urut 1 akan otomatis menjadi legislator.
Banyak yang deg-degan selama berminggu-minggu menanti kepastian keputusan MK. Banyak yang percaya pada teori konspirasi bahwa MK sudah disandera oleh kekuatan politik tertentu yang menginginkan agar sistem dikembalikan kepada zaman kuno.
Dengan sistem tertutup, partai-partai besar akan berpeluang menyapu bersih suara.
Namun, banyak juga yang jengkel terhadap Denny dan menyebutnya membocorkan rahasia negara. Memang Denny mengaku mendapat bocoran dari sumber yang tepercaya.
Dia mengaitkan putusan soal sistem pemilu itu dengan keputusan MK memperpanjang masa jabatan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPK). Katanya, ada barter antara kasus-kasus korupsi yang diduga menjerat hakim agung, dan menjadikan mereka tersandera untuk menuruti keinginan mengubah sistem pemilu menjadi tertutup.
Ternyata keputusan MK atas permohonan uji materi itu berkebalikan dengan info dari Denny yang konon A1. Akhirnya, banyak yang menarik napas lega atas munculnya keputusan MK ini.
Legalah semuanya. Tinggal Denny Indrayana yang harus mencari alasan untuk membenarkan bocoran twitnya.
Banyak yang berancang-ancang memerkarakan Denny ke polisi. Setelah cuitan Denny terbukti salah, bisa saja laporan pemidanaan terhadap mantan wakil menteri hukum dan hak asasi manusia (wamenkum HAM) itu bermunculan.
Tidak ada yang tahu. Mungkin saja keputusan MK ini terpengaruh oleh opini publik yang kencang menyerang sistem tertutup.
Serangan kencang itu dipicu oleh cuitan 'bocoran' dari Denny. Ibarat operasi intelijen, Denny sudah mengibarkan ‘false flag’ atau bendera palsu yang mengecoh lawan.
Dalam operasi intelijen, bendera palsu dikibarkan untuk membuat lawan salah sasaran. Dalam dunia militer apa yang dilakukan Denny bisa disebut sebagai ’pre-emptive strike’, yang bertujuan untuk menyerang lawan sebelum lawan siap.
Istilah ini menjadi populer ketika Presiden George W Bush melakukan serangan ke Irak menyusul serangan teroris ke Menara Kembar World Trade Center (WTC) pada 11 September 2001.
Peristiwa yang dikenal sebagai 9/11 itu membuat Bush memutuskan untuk menyerang Irak yang dianggap melindungi Osama bin Laden yang dicurigai sebagai mastermind serangan terhadap WTC.
Presiden Irak Saddam Husein diduga menyimpan weapon of mass destruction (WMD) alias senjata pemusnah massal yang bisa dipakai untuk menyerang dan menghancurkan Amerika Serikat. Maka, Bush pun memerintahkan untuk menyerang dan menundukkan Irak sebelum negara itu menyerang Amerika.
Serangan dini itu disebut sebagai doktrin pre-emptive strike yang kemudian terkenal di seluruh dunia. Serangan Bush terhadap Irak itu belakangan terbukti salah.
Tidak ada WMD yang ditemukan di Irak. Amerika meminta maaf dan mengaku salah, tetapi misi untuk mengalahkan Saddam Husein melalui doktrin preemptive strike berjalan sukses.
Dibandingkan dengan serangan dini Bush ke Irak, Denny sukses melakukan hal yang sama. Dia menyerang dengan bom cuitan yang menghasilkan ledakan dahsyat.
Denny mencurigai MK mempunyai senjata tersembunyi sejenis WMD yang bisa meledak setiap saat dan bisa menghancurkan demokrasi. Oleh karena itu, WMD milik MK itu harus dihancurkan sebelum dipakai untuk menghanacurkan demokrasi.
Ibarat perang, Denny berhasil mengumpulkan pasukan koalisi dalam jumlah yang besar. Dalam episode Perang Teluk, George W. Bush bisa meyakinkan negara-negara sekutunya untuk membentuk koalisi besar, dan mengirim pasukan dalam jumlah besar untuk menghancurkan WMD Irak.
Denny Indrayana berhasil menggalang koalisi besar dengan cuitannya sehingga muncul gelombang opini publik besar untuk menyerang WMD milik MK.
Tidak tanggung-tanggung, 8 fraksi di DPR tegas menyatakan menolak sistem tertutup. PDIP sebagai the ruling party menjadi terisolasi dan teraleniasi.
PDIP menjadi satu-satunya fraksi yang mendukung sistem pemilu tertutup. Delapan partai itu solid menentang PDIP, padahal di antara mereka terdapat partai-partai yang mendukung koalisi pemerintah yang dipimpin oleh PDIP.
Ternyata koalisi baru bisa mengalahkan PDIP. Hal ini menjadi warning bagi PDIP bahwa koalisi yang mereka bangun tidak selalu solid.
Jika ada isu yang merugikan salah satu partai bisa saja koalisi pecah. Oleh karena itu, serangan pre-emptive berikut yang patut diwaspadai adalah cuitan Denny Indrayana tentang Presiden Joko Widodo layak dimakzulkan atau di-impeach karena cawe-cawe dalam urusan penentuan calon pasangan presiden dan wakil presiden.
Doktrin preemptive strike ala George W Bush banyak dikecam oleh aktivis demokrasi dunia, tetapi doktrin itu sukses mengeliminasi musuh terbesar Bush, yaitu Saddam Husein.
Doktrin preemptive strike Denny Indrayana dikecam oleh lawan-lawan politiknya. Akan tetapi, doktrin Denny berhasil menahan MK supaya tidak memakai WMD yang menghancurkan demokrasi.
Tinggal satu bom besar lagi yang masih ditunggu oleh aktivis demokrasi, yaitu keputusan Mahkamah Agung (MA) atas peninjauan kembali (PK) Moeldoko terhadap keabsahan kepengurusan Partai Demokrat.
Lagi-lagi, teori konspirasi menyatakan bahwa MA akan mengabulkan PK Moeldoko, lalu kepengurusan Partai Demokrat akan diambil dari Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Kita tunggu lagi apakah doktrin preemptive strike Denny Indrayana bisa membuat MA menolak gugatan Moeldoko.(**)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cawe-Cawe di Pilpres
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi