JAKARTA - Terpilihnya Romahurmuziy sebagai Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada Muktamar Surabaya 18 Oktober 2014 yang lalu dianggap membawa sisi positif. Salah satunya untuk menarik jumlah massa yang lebih banyak dari kalangan nahdliyin.
Menurut Peneliti Forum Kajian Islam dan Politik UIN Sunan Kalijaga M. Affan Hasyim, ketertarikan kaum nahdliyin itu lebih didasari adanya darah biru Nahdlatul Ulama (NU) yakni cicit dari pendiri NU KH Wahab Chasbullah.
Sedangkan selama ini nuansa NU di PPP nyaris tidak terdengar, karena yang memimpin PPP bukan berasal dari kalangan NU mainstrem. Dia mencontohkan Hamzah Haz dan Suryadharma Ali hanyalah kader NU santri.
"Jadi nuansanya beda, istilah saya kalau selama ini darah biru NU ada di PKB, sekarang darah biru NU juga memimpin PPP. Saya kira ini akan menjadi menarik melihat konfigurasi politik kalangan nahdliyin ke depan," kata Affan kepada wartawan, kemarin (5/11).
Romi - sapaan akrab Romahurmuziy- merupakan putra dari pasangan KH Tolchah Mansoer dan Hj Umroh Machfudzoh, pendiri IPNU dan IPPNU. Romi merupakan cucu dari mantan Menteri Agama RI KH. Wahib Wahab.
Affan menilai Romahurmuziy sudah memiliki legitimasi dan mendapat dukungan mayoritas dari DPW dan DPD. Begitupun di lingkungan ulama-ulama PPP, nama Romahurmuziy lebih membumi dibanding Djan Faridz. Affan berpendapat, Djan Faridz hanya aktif di struktural NU, bukan lahir dari kekuatan kultural yang selama ini menjadi ciri khas warga nahdliyin.
"Yang aktif di struktural itu belum tentu memahami dan mendapat dukungan di kultural NU. Kultural seperti keturunan pendiri NU, bisa ceramah agama, bisa membaca Al-Quran secara fasih, bisa memimpin do'a, bisa menjadi imam shalat, itu menjadi nilai tersendiri," imbuhnya.
Apakah PPP bisa mendulang suara besar di basis-basis NU? Affan menilai jalan itu terbuka lebar. Namun, menurut dia, sangat bergantung pada kelihaian politik dari elite-elite PPP, khususnya yang berasal dari kalangan nahdliyin. "Jalan itu sudah terbuka lebar, sekarang bagaimana bisa memaksimalkan jalan tersebut," tuturnya.
Sementara itu, pasca menang di Muktamar Surabaya, Romi, terus melakukan konsolidasi hasil di rapat Pimpinan Wilayah III PPP Sumatera Barat di Padang.
BACA JUGA: Ini Fokus Kerja Menteri Siti Nurbaya
Romi pada kesempatan itu mengklaim DPW dan semua DPC di Sumatera Barat menerima hasil Muktamar VIII di Surabaya.
"Maka, Muktamar Surabaya menjadi satu-satunya muktamar yang sah menurut konstitusi, baik berdasarkan Anggaran Dasar PPP maupun undang-undang," tutur Romi melalui keterangan tertulisnya kemarin.
Menurut Romi, PPP yang sah adalah sesuai dengan keputusan Kementerian Hukum dan HAM, dengan mengakui hasil Muktamar VIII di Surabaya. Muktamar Surabaya, kata Romi, telah diakui 31 DPW di Indonesia. "Hingga saat ini, yang belum mengakui hanya tinggal dua DPW," ujarnya.
Namun Romi engggan menyebutkan dua DPW yang dimaksud. Romi mengaku masih berusaha meyakinkan DPW yang belum mengakui. "Kita masih coba merangkul. Mereka tak mengakui karena ketidaktahuan," tuturnya menegaskan. (dli)
BACA JUGA: Moratorium CPNS Ditentang, Yuddy : Mungkin Mereka Belum Paham
BACA JUGA: KIS Tidak untuk Guru Honorer
BACA ARTIKEL LAINNYA... Susi Ancam Mundur dari Menteri
Redaktur : Tim Redaksi