jpnn.com - JAKARTA – Persoalan pelunasan ganti rugi warga terdampak lumpur Lapindo hingga saat ini masih jalan di tempat. Kementerian Pekerjaan Umum (PU) memilih menunggu iktikad baik PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ), anak perusahaan Lapindo, untuk melunasi kewajibannya sebelum batas akhir 30 Juni mendatang. Jika mereka masih mangkir, barulah pemerintah mengambil tindakan.
Menteri PU Djoko Kirmanto telah melayangkan surat peringatan untuk kali kedua kepada PT MLJ pasca keluarnya putusan MK terkait lumpur Lapindo. Isi surat tersebut mewajibkan MLJ melunasi seluruh kewajibannya kepada para korban lumpur sebesar Rp 781.688.212.111 sebelum 30 Juni. Jika tidak juga dilunasi, pemerintah berhak mengambil langkah hukum.
BACA JUGA: Lebih 200 Purnawirawan Jenderal Dukung Jokowi-JK
Kapuskom Kementerian PU Danis Sumadilaga menyebutkan, ada tiga opsi yang bisa digunakan pemerintah. Opsi pertama, pelunasan bakal ditalangi pemerintah dengan dua syarat, yakni mendapat persetujuan DPR dan ada instrumen hukum yang bisa menjamin MLJ melunasi utangnya. Sehingga tidak menimbulkan kerugian negara.
Opsi kedua, MLJ harus meminjam dana dari bank untuk melunasi kewajibannya kepada para korban lumpur. Opsi terakhir, pembayaran diambil alih pemerintah dengan konsekuensi sebagian aset dalam peta area terdampak yang ditetapkan 2007 menjadi milik pemerintah. Disinggung opsi mana yang bakal diambil pemerintah, Danis belum bisa memastikan. ”Belum dipilih. Kita lihat saja nanti 30 Juni,” ujarnya saat dikonfirmasi Rabu (28/5). Menurut dia, menteri PU hanya bertindak atas nama pemerintah. Bukan berarti segala keputusan terkait Lapindo ada di menteri PU.
BACA JUGA: Rp 781 Miliar Hak Korban Lapindo Macet
Masih ada kementerian lain yang berperan, seperti Kemenkum HAM untuk aspek legal atau Kemenkeu untuk aspek keuangan negara. Jadi, setiap keputusan terkait Lapindo merupakan keputusan bersama sejumlah kementerian.
Yang jelas, pemerintah secara resmi telah mengultimatum MLJ untuk melunasi pembayaran. Pemerintah tidak mau lagi menalangi karena akan ada konsekuensi yang besar. ”Kita berharap ada itikad baik dari MLJ. Sementara mereka masih mengatakan kesulitan pendanaan,” ucapnya. Karena itulah, pihaknya memberikan batas waktu hingga 30 Juni.
BACA JUGA: Politik Garam Vs Politik Gincu
Terpisah, Menko Kesra Agung Laksono seolah enggan mengomentari pembayaran MLJ yang hingga kini belum dilaksanakan. Agung terlihat tergesa-gesa pergi saat disinggung tentang masalah tersebut. ”Nanti ya, jangan (tanya) dulu,” ujar wakil ketua umum Partai Golkar itu sambil berjalan cepat meninggalkan ruangan seusai acara temu media di kantornya.
Padahal, sebelumnya Agung tampak yakin MLJ akan menyelesaikan pembayaran ganti rugi bagi masyarakat di area terdampak dalam waktu dekat. Agung mengklaim bahwa MLJ akan melunasi pembayaran sebelum Pemilihan Umum Presiden 2014. Menurut dia, meski situasi keuangan MLJ sedang menurun, pembayaran tetap dilakukan MLJ dalam waktu segera. ”Ini tinggal melanjutkan saja. Sudah Rp 4 triliun, sekarang tinggal sekitar Rp 800 miliar,” kata Agung28 Maret lalu.
Di sisi lain, pakar geologi ITB Dr Prihadi Sumintadireja memprediksi luasan area terdampak tidak bertambah lagi. Dia menganalogikannya dengan semburan lumpur Bledug Kuwu di Jateng. ”Bledug Kuwu itu kan hasilnya sampai sekarang 45 hektare saja. Sekarang Sidoarjo kan 360 hektare, kondisinya sama (tidak akan bertambah luas, Red),” terangnya.
Bledug Kuwu berlokasi di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jateng. Fenomena letupan lumpur yang diduga berumur ratusan tahun itu sekarang menjadi objek wisata andalan Kabupaten Grobogan.
Fakta bahwa semburan lumpur Lapindo kian mengecil juga memperkuat prediksinya. Prihadi menjelaskan, pada 2006 dirinya memperkirakan lumpur tersebut baru berhenti menyembur setelah 30 tahun. Syaratnya, semburannya konstan 100.000 meter kubik per hari seperti di awal-awal semburan. Namun, semburan itu juga bisa menjadi abadi seperti Bledug Kuwu atau bisa berhenti setelah menyembur beberapa ratus tahun.
Prihadi juga menepis kekhawatiran adanya dampak terhadap kondisi bawah tanah Sidoarjo setelah lumpur menyembur delapan tahun. Menurut dia, lokasi-lokasi semburan lumpur di Pulau Jawa masih sejalur. Artinya, dampak semburan terhadap kondisi bawah tanah diprediksi tidak meluas membentuk lingkaran. Terbukti, Bledug Kuwu yang menyembur ratusan tahun tidak berdampak pada pergerakan tanah di sekitarnya.
Dari Sidoarjo dikabarkan, sehari menjelang peringatan delapan tahun bencana lumpur Lapindo, berbagai macam hal dilakukan warga di sekitar lokasi bencana. Mereka melakukannya untuk menunjukkan kepada pemerintah dan masyarakat luas bahwa masih ada permasalahan yang belum tuntas di lumpur Lapindo. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah aksi teatrikal oleh komunitas Taring Padi Jogjakarta.
Berlokasi di titik 21 Desa Siring, Kecamatan Porong, Sidoarjo, mereka menancapkan tangan-tangan palsu yang terbuat dari kardus yang dilapisi lumpur. ”Ini bukan sekadar tangan, namun juga tangan harapan,” ungkap M. Yusuf, salah seorang anggota Taring Padi yang pada saat itu melakukan aksi teatrikal.
Yusuf menambahkan bahwa aksi yang dilakukan bersama rekan-rekannya merupakan bentuk solidaritas terhadap para korban lumpur yang hingga delapan tahun pasca semburan nasibnya masih terkatung-katung. Dalam aksi tersebut Yusuf mengenakan daster, kerudung, serta topi yang menunjukkan bagaimana keseharian para petani perempuan. Namun sayang, tidak ada lagi lahan yang dapat mereka garap. ”Karena semua lahan yang dimiliki telah terendam lumpur,” cetus Yusuf. (byu/mia/ful/c9/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Datangi Pelajar Nahdliyin, Jokowi Ingin Utamakan Pendidikan Akhlak
Redaktur : Tim Redaksi