JAKARTA - Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan yang memicu kontroversi, akhirnya di-dropKantor Kementerian Koordinator Perekonomian meminta agar seluruh pihak melakukan kajian mendalam lagi sebelum RPP tersebut dibahas ulang
BACA JUGA: Pemerintah Dukung Pertamina Tambah Saham di Donggi Senoro
Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawady mengatakan, RPP tersebut di-drop karena belum ada titik temu antar pihak terkaitPembahasan RPP Tembakau ini melibatkan beberapa Kementerian, diantaranya Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, serta "Kementerian Hukum dan HAM
BACA JUGA: Didesak Bentuk Otorita Danau Toba
Menurut Edy, Kementerian Pertanian dan Kementerian Perindustrian sudah satu suara dan menyatakan sikap untuk menghentikan pembahasan RPP TembakauBACA JUGA: Pertamina Tunda Kenaikan Elpiji
Masing-masing pihak harus melakukan kajian mendalam mengenai aspek ekonomi, sosial, dan politiknya," katanya.RPP tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan memang kontroversialBegitu draft nya keluar, RPP ini langsung menuai pro dan kontraDua kubu pun saling berhadapanKubu pertama, Kementerian Kesehatan bersama aktivis anti rokok mendukung pengaturan ketat terhadap produk tembakauAdapaun kubu ke dua, yakni Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, dan pelaku usaha tembakau menolak poin-poin yang dalam RPP yang diyakini bakal memukul industri rokok.
Beberapa poin krusial yang diminta dikaji ulang adalah larangan total iklan rokok, perluasan kawasan bebas rokok baik yang terbuka maupun tertutup, hingga soal pembatasan perdagangan rokokRegulasi iklan rokok menjadi salah satu yang ditentangSaat ini, iklan rokok masih bisa muncul di layar televisi di atas pukul 21.30Namun dalam RPP ini, iklan rokok akan dilarang sama sekali ditampilkan di hampir semua media, baik elektronik, cetak, maupun media luar ruang.
Edy menilai, banyak hal dalam RPP tersebut yang terlalu jauh mengatur indsutri rokok"Misalnya soal aturan jumlah rokok dalam satu kemasan, soal iklan, itu kan berarti sudah masuk rumah (kewenangan, Red) orang (instansi, Red) lain," katanya"Seperti soal iklan, itu kan sudah diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen, jadi harusnya tidak perlu masuk lagi dalam RPP," imbuhnya.
Tak hanya dari pemerintah, Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) juga memprotes kerasDalam pernyataan resminya, ATMI menyebut RPP yang diajukan oleh Kementerian Kesehatan tersebut bakal memukul industri rokok.
ATMI sendiri merupakan aliansi yang dideklarasikan oleh delapan kelompok yang menentang RPP, yakni : Asosiasi Petani Cengkeh, Asosiasi Petani Tembakau, Serikat Pekerja Pabrik Rokok, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, Pemuda Tani Indonesia, Tobacco Association, Gabungan Pabrik rokok, dan Gabungan Pengusaha Rokok Kretek Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian M.SHidayat meminta agar persoalan rokok ini dikaji dari berbagai aspek, bukan hanya aspek kesehatan"Sebab, sektor tembakau dan produk tembakau ini memiliki dimensi ekonomi yang kuat dan melibatkan banyak pihak," ujarnya.
Saat ini, paling tidak terdapat sekitar 3.000 pabrik produsen rokok besar maupun kecilSelain itu, dari hulu hingga hilir, industri tembakau dan hasil tembakau melibatkkan tidak kurang dari 6,1 juta tenaga kerjaAdapun dari sisi pendapatan negara, cukai dari rokok juga masih menjadi penyumbang besar APBNTahun ini, target penerimaan cukai mencapai Rp 59,3 triliun yang mayoritas berasal dari cukai rokok(owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPD Anggap Izin Asahan III Sudah Beres
Redaktur : Tim Redaksi