RS Arogan, Nyawa Pasien Jadi Taruhan

Selasa, 23 Februari 2010 – 20:24 WIB
JAKARTA - Peneliti kesehatan dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Ratna Kusumaningsih, mengatakan bahwa jika rumah sakit (RS) bersikap arogan dalam pelayanannya terhadap masyarakat miskin, maka taruhannya adalah nyawa pasien miskin tersebutUsai melakukan audiensi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan RSUD Tangerang, di Jakarta, Selasa (23/2), Ratna menghimbau agar pengelola RS memahami hak pasien, yang dijamin oleh UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

"Bahkan, pasien juga dapat menggugat dan menuntut rumah sakit, apabila rumah sakit diduga memberikan pelayanan tidak sesuai standar," paparnya

BACA JUGA: Polri Sudah Hentikan Kasus Zatapi

Selain itu, lanjut Ratna, dalam undang-undang ini juga dinyatakan bahwa rumah sakit berkewajiban untuk memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit.

Ratna memaparkan, kejadian yang dialami oleh dua pasien miskin di RSUD Tangerang sendiri, sebenarnya merupakan fenomena gunung es di antara kasus lain yang menimpa pasien RS
"Para pasien miskin ini mengalami ketakutan ketika berhadapan dengan buruknya pelayanan rumah sakit

BACA JUGA: Petugas KUA Dilibatkan Urusi Haji

Mereka khawatir pengungkapan keluhan tersebut akan berdampak terhadap pelayanan yang akan diterimanya," ungkapnya.

Di hadapan pihak Kemenkes yang diwakili oleh Sesditjen Bina Pelayanan Medis, Sutoto, Ratna pun mengharapkan agar masalah ini tidak dibiarkan berlarut-larut
"Pembungkaman suara pasien miskin melalui diskriminasi, pengabaian dan mempersulit pelayanan, akan memperburuk citra pelayanan rumah sakit di Indonesia," katanya pula.

Ratna pun meminta agar Kemenkes melakukan klarifikasi kepada RSUD Tangerang, berkaitan dengan dugaan pelepasan tanggungjawab dalam memberikan pelayanan kepada dua pasien, Aswanah dan Asmiah, dengan dugaan pemberian informasi yang salah

BACA JUGA: Bandara Soetta Kejar Laba Jasa Non-Aeronautika

"Kalau ternyata ada kesengajaan tidak memberikan pelayanan, rumah sakit ini harus disanksi," tegasnyaSanksinya, kata Ratna pula, dapat berupa penghentian program Kemenkes dengan RSUD Tangerang, atau sanksi sesuai dengan UU No 44 Tahun 2009.

Sejalan dengan itu, Kemenkes juga diharapkan dapat serius menjalankan UU No 44 tersebut, dengan membentuk Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS)"Badan ini diharapkan dapat menjadi penampung keluhan pasien, menguji informasi yang diterima pasien dari pihak rumah sakit, serta melakukan mediasi antara pasien dengan pihak rumah sakit," jelasnya(lev/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 2010, Keuntungan Soetta Ditarget Naik 4 Persen


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler