jpnn.com, JAKARTA - Senior Associate Director and Research Colliers International Ferry Salanto menyatakan, ada dua kategori market properti.
Kategori menengah ke bawah yang sensitif terhadap suku bunga kredit.
BACA JUGA: Jayaland Garap Investor Properti
Selain itu, kelompok menengah atas yang dipengaruhi sentimen politik.
Dua segmen tersebut memiliki metode yang berbeda dalam pembelian properti.
BACA JUGA: Hamdalah, Bisnis Properti di Batam Kembali Membaik
Segmen menengah ke atas memilih membeli secara tunai untuk memudahkan pemantauan perkembangan proyek.
Adapun kelompok menengah ke bawah membeli secara kredit sesuai dengan kemampuan keuangan.
BACA JUGA: Generasi Milenial Makin Sulit Punya Rumah Tapak
Karena itu, ketika muncul isu mengenai kondisi ekonomi maupun politik, dua segmen tersebut sama-sama sensitif.
’’Bergairahnya sektor properti tahun depan bergantung pada infrastruktur. Bila getolnya pembangunan infrastruktur diikuti perbaikan sektor ekonomi, tahun depan bisa menjadi momen pemulihan,’’ ujar Ferry.
Secara terpisah, Sekretaris Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) Jatim Tritan Saputra meyakini properti tetap menjadi pilihan berinvestasi.
Alasannya, bagi investor, properti menjanjikan kepastian investasi dan kepemilikan.
’’Namun tetap harus memperhatikan lokasi yang tepat dan legalitas yang jelas,’’ katanya.
Sejauh ini properti baru (primary) masih menarik untuk investasi.
Terutama properti high-rise di pusat kota dan kawasan pertumbuhan.
Tingginya animo berinvestasi di properti high-rise tidak terlepas dari promosi yang kian kreatif.
’’Tapi, beberapa investor masih meminati hunian landed,’’ katanya.
Di perkotaan, investasi properti rumah tapak didominasi secondary.
Alasannya, ketika lahan terbatas, harga properti primary akan sangat tinggi.
Karena itu, rumah secondary menjadi pilihan yang menarik. (res/c15/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketidakpastian Bikin Generasi Milenial Enggan Cepat-cepat Beli Hunian
Redaktur & Reporter : Ragil