Rupiah Makin Tak Berdaya

Kamis, 25 Juli 2013 – 05:09 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Depresiasi atau pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) semakin dalam sepanjang dua hari ini. Pasca kebijakan Bank Indonesia (BI) yang mengurangi intervensi dan membiarkan gerak rupiah menuju titik ekuilibrium barunya, kini rupiah seakan makin tidak berdaya menghadapi tekanan sentimen eksternal.

 

Kurs tengah BI pada perdagangan kemarin (24/7) menunjukkan adanya koreksi 40 poin (0,39 persen) ke posisi Rp 10.262 per dolar AS dibanding Selasa (23/7) yang berada di level Rp 10.222 per dolar AS. Rupiah pada Selasa juga tertekan cukup besar hingga 154 poin (1,53 persen) daripada perdagangan Senin (22/7) yang masih berada di posisi Rp 10.068 per dolar AS.

BACA JUGA: Harapkan Yusuf Mansur Tak Langsung Diproses Hukum

Analis senior Monex Investindo Futures Zulfirman Basir menyatakan, sentimen eksternal yang terjadi pada perdagangan kemarin cukup variatif. Tetapi, rupiah paling besar mendapat tekanan negatif dari rilis HSBC Holdings Plc tentang indeks manufaktur Tiongkok yang melemah dari 48,2 persen menjadi 47,7 persen dari ekspektasi yang mencapai 48,6 persen.

BACA JUGA: Dibangun Rusunawa untuk Mahasiswa

Tidak pelak, kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot valas antarbank di Jakarta kemarin juga ditutup melemah 70 poin (0,68 persen) ke posisi 10.250"10.270 dari posisi hari sebelumnya 10.180"10.190. Bahkan, sepanjang perdagangan, rupiah mencapai level terlemah di posisi 10.265 per dolar AS dan level terkuat di 10.200 per dolar AS.

"Pasar lebih merespons lemahnya manufaktur Tiongkok yang menandakan berlanjutnya perlambatan ekonomi Tiongkok. Apalagi, Tiongkok merupakan mitra dagang utama Indonesia," jelasnya.

BACA JUGA: Yakin Hanya Sedikit yang Tolak Daging Beku dari Australia

Kendati demikian, Firman tidak bisa berharap banyak adanya intervensi yang radikal dari BI untuk menyelamatkan kurs rupiah. "Sebab, cadangan devisa kita saat ini sudah di posisi yang cukup rendah," terangnya.

Hingga akhir Juni 2013, posisi cadangan devisa hanya Rp 98,09 triliun atau merosot tajam dari posisi akhir Mei 2013 yang mencapai Rp 105,15 triliun.

Gubernur BI Agus Martowardojo sebelumnya mengungkapkan, koreksi tajam terhadap rupiah dipengaruhi tingginya permintaan valuta asing (valas) oleh nasabah korporasi atau retail, termasuk untuk repratiasi dividen serta hasil investasi. Dia juga mengakui, nilai tukar rupiah telah terdepresiasi 5,71 persen sejak awal tahun (year to date/YtD).

"Tetapi, angka depresiasi tersebut masih searah dengan depresiasi mata uang negara-negara lain di kawasan," terangnya.

Agus pun optimistis pergerakan rupiah dalam beberapa hari terakhir mulai konvergen ke level keseimbangan baru, yang dinilai masih mencerminkan kondisi fundamental perekonomian Indonesia. Bahkan, menurut dia, pasar valas semakin bergairah dengan mekanisme pasar yang diklaim bekerja lebih baik.

"Jadi, pelaku pasar dan masyarakat diharapkan tetap tenang. Sebab, kami masih memantau secara cermat dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamental perekonomian dengan mekanisme pasar yang berjalan baik," jelasnya.

Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistyaningsih memprediksi, jika nilai tukar rupiah sudah menembus level Rp 10.200 per dolar AS, level selanjutnya yang bakal ditembus adalah Rp 10.400 per dolar AS. Meski demikian, pihaknya tidak bisa memastikan berapa panjang jangka waktu hingga rupiah menyentuh posisi tersebut.

"Semua bergantung kebijakan pemerintah maupun BI. Namun, memang cukup sulit bagi pemerintah. Sebab, ada persoalan dari sisi neraca transaksi berjalan yang masih defisit dan tingginya inflasi. Semua itu sulit diperbaiki dalam jangka pendek," paparnya. (gal/uma/c5/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemudik via Laut Diprediksi Capai 1,66 Juta


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler