Rupiah Melemah Hingga 10 Persen, Lampu Kuning

Kamis, 22 Agustus 2013 – 10:02 WIB

jpnn.com - JAKARTA--Dibalik efek negatif dari pelemahan rupiah, masih ada satu sisi yang bisa dimanfaatkan oleh pengusaha.  Khususnya bagi pengusaha atau industri yang berbasis pada ekspor. Untuk itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menghimbau agar pengusaha memanfaatkan momentum ini untuk menggenjot ekspornya.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perbankan dan Finansial Rosan P Roeslani berkata secara umum pelemahan rupiah sangat mengganggu stabilitas ekonomi Indonesia. Pelemahan ini nantinya bakal menimbulkan efek domino yang sangat besar bagi perekonomian nasional.  Secara jangka panjang itu bukan yang diinginkan oleh dunia usaha, tapi secara jangka pendek situasi ini bisa dimanfaatkan oleh ekportir.

BACA JUGA: Pertamina Miliki Armada Pengangkut LPG Terbesar

"Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang saat ini hampir mencapai Rp 11 ribu, seharusnya itu momentum pengusaha untuk menggenjot ekspornya. Apalagi saat ini neraca perdagangan Indonesia juga tengah mengalami defisit yang cukup besar. Peningkatan ekspor bakal sangat membantu," terangnya pada Jawa Pos.

Menurutnya, beberapa industri yang diuntungkan yakni pelaku agroindustri dan eksportir komoditas pertanian. Sektor industri tersebut bahan bakunya diperoleh dari produksi dalam negeri, sehingga transaksi pembelian bahan baku menggunakan rupiah. Beberapa contoh sektor agroindustri yaitu industri pengolahan coklat, industri pulp and paper, furniture, dan minyak kelapa sawit (CPO).

BACA JUGA: Melemahnya Rupiah Masih Dinilai Wajar

Sementara itu, industri yang paling terdampak pada pelemahan rupiah ini yakni industri manufaktur. Seperti yang diketahui, sekitar 60 persen industri manufaktur masih disupply dari bahan baku impor. Misalkan saja industri makanan dan minuman, pengolahan logam, industri tekstil, elektronika, serta otomotif.

"Jika pelemahan rupiah berkisar 6-7 persen seperti bulan lalu, pengusaha masih bisa mengatasinya. Tapi kalau saat ini yang sudah mencapai 10 persen itu sudah membuat pengusaha ketar-ketir. Ini menjadi lampu kuning bagi kami," jelasnya. Pihaknya berharap pelemahan rupiah tidak lari melebihi 10 persen. Sebab jika itu terjadi pengusaha bakal kesulitan mengatur kembali perencanaan bisnisnya.

BACA JUGA: Menkeu Yakin Rupiah Masih Aman

Dia menghimbau kepada pemerintah agar segera segera menyiapkan tindakan untuk mengatasi situai ini. Pemerintah harus memperhatikan cadangan devisa. Salah satunya dengan menggenjot potensi ekspor. Selain itu, lanjutn Rosan, Bank Indonesia juga harus merangkul pengusaha swasta atau pun BUMN agar tidak berspekulasi yang  bisa mendorong rupiah semakin kritis.
Misalkan saja dengan menjual atau menyimpan valas ke luar negeri. Jika itu terjadi maka akan terus memperburuk rupiah.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Karet Indonesia Aziz Pane menyebutkan pelemahan rupiah tidak mutlak menguntungkan bagi kegiatan ekspor agroindustri. Sebab perekonomian dunia belum membaik, sehingga harga komoditas melemah dan volume permintaan ekspor menurun.

"Tidak sepenuhnya kemerosotan nilai tukar rupiah ini dapat kami nikmati. Pelemahan perekonomian dunia masih berlangsung sehingga hasil yang kami dapatkan sama saja," katanya.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makana dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman menyatakan pihaknya saat ini telah bersiap-siap menaikkan harga jual produk makanan dan minuman. Akibat pelemahan rupiah, lanjutnya, harga pokok produksi naik sekitar 6-7 persen.  

"Bahan baku industri makanan dan minuman seperti gula dan terigu kan 100 persen dipenuhi dari impor. Ini sangat berdampak pada kami," ucapnya. Industri makanan dan minuman yang paling terkena imbasnya yakni mi instan, roti, dan biskuit.

Adhi mengatakan saat ini pihaknyan masih mengamati situasi fluktuasi rupiah. Jika itu bisa diselesaikan sebelum memasuki kuartal IV atau Oktober nanti maka kenaikan harga tidak akan terjadi. Tapi jika kondisi rupiah terus anjlok, menaikkan harga merupakan jual merupakan hal yang tidak bisa dihindari.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengakui stabilitas rupiah sangat penting bagi pengembangan industri.  Fluktuasi kurs rupiah yang terjadi saat ini memberikan ketidakpastian dalam dunia usaha terutama pada beban produksi. "Pemerintah telah membuat beberapa opsi untuk menyelesaikan ini. Kami yakin situasi ini akan berakhir pada Oktober nanti," terangnya. (uma)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Swasta Borong Dolar USD 22 Miliar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler