RUU Ciptaker, Status Karyawan Diatur Lewat Peraturan Pemerintah

Rabu, 07 Oktober 2020 – 15:44 WIB
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) dan Front Perjuangan Rakyat (FPR) menggelar aksi menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di depan Gedung DPR, Jakarta. Foto: Aristo/jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) sempat diisukan mengatur ketentuan perusahaan tidak akan mengangkat karyawan yang sudah habis masa kontraknya. Benarkah demikian?

Ketentuan mengenai pekerjaan untuk jangka waktu tertentu (PKWT) dalam RUU Ciptaker diatur di klaster ketenagakerjaan.

BACA JUGA: Demo Menolak UU Ciptaker Rusuh, 10 Orang Diamankan, Bukan Mahasiswa atau Buruh

Ketentuan ini mengubah berbagai persoalan PKWT yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dikutip dari naskah RUU Ciptaker, Pasal 59 Ayat 1 menyatakan perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:

BACA JUGA: Iwan Tak Gentar Duel dengan Perampok, Tangan Kosong vs Senjata Tajam, Tewas

a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya.

b. Pekerjaaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama.

BACA JUGA: Presiden PKS Minta Jokowi Terbitkan Perppu Pencabut UU Ciptaker

c. Pekerjaan yang bersifat musiman.

d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan; atau

e. Pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.

Pasal 59 Ayat 2 menyatakan perjanjian  kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Sementara itu, Ayat 3 menyebutkan perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dan Ayat 2 maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

Nah, dalam Ayat 4 diatur bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).

Sementara itu, bila merujuk UU Ketenagakerjaan, Pasal 59 Ayat 1 menyebutkan bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:

a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya.

b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama  tiga tahun.

c. Pekerjaan yang bersifat musiman, atau

d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Pasal 59 Ayat 2 menyebutkan perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Selain itu, Ayat 3 menyatakan perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.

Ayat 4, perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.

Pada Ayat 5 diatur bahwa pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama tujuh hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.

Ayat 6 menyatakan pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan satu kali dan paling lama  dua tahun.

Ayat 7 menyebutkan perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1, 2, 4, 5, dan 6, maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

Ayat 8 menyatakan hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Dalam RUU Ciptaker, ketentuan Pasal 61 UU Ketenagakerjaan juga dilakukan perubahan.  Pasal 61 Ayat 1 menyatakan perjanjian kerja berakhir apabila:

a. Pekerja/buruh meninggal dunia

b. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja

c. Selesainya suatu pekerjaan tertentu

d. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

e. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Ayat 2 menyatakan perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah. Sementara, Ayat 3 menyebutkan bahwa dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.

Ayat 4 menyatakan dalam hal pengusaha orang perseorangan meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh. Pada Ayat 5 disebutkan dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Di antara Pasal 61 dan 62 disisipkan satu pasal yakni Pasal 61A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Ayat 1, dalam  hal perjanjian kerja waktu tertentu berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 Ayat 1 huruf b dan huruf c, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja/buruh.

Ayat 2, mengatur uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 diberikan kepada pekerja/buruh sesuai dengan masa kerja pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Berikutnya, Ayat 3 menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai uang kompensasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bila merujuk UU Ketenagakerjaan, Pasal 61 Ayat 1 menyatakan perjanjian kerja berakhir apabila:

a. Pekerja meninggal dunia.

b. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

c. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, atau

d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Ayat 2 menyatakan perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah. Berikutnya, Ayat 3 menyebutkan dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.

Ayat 4, dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri per-janjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh. Selanjutnya, Ayat 5 menyatakan dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/ buruh berhak mendapatkan hak haknya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku atau hak hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 62 menyatakan apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 Ayat 1, pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

RUU Ciptaker telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR, Senin (5/10). Adapun enam fraksi, PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB dan PPP menerima bulat, sedangkan Fraksi PAN menerima dengan catatan. Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS menolak RUU Ciptaker disahkan menjadi UU. (boy/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler