RUU Minerba Tak Kelar, DPR Libatkan KPK

Senin, 22 September 2008 – 12:49 WIB
JAKARTA – Tidak kunjung selesainya pembahasan Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batu bara (RUU Minerba) membuat sebagian anggota DPR gerahUntuk itu, unsur pimpinan Komisi VII DPR yang membidangi sektor energi pun, mengutarakan minatnya untuk melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

RUU Minerba memang berpotensi merombak industri pertambangan mineral dan batu bara, di mana di situ terlibat banyak perusahaan raksasa nasional maupun asing

BACA JUGA: PAL Bakal Jadi Pasien PPA

Karena itu, pembahasan RUU Minerba disinyalir menjadi ajang tarik-menarik kepentingan bisnis banyak raksasa tambang
Akibatnya, pembahasannya tidak kunjung selesai

BACA JUGA: Pemudik Jalur Laut Naik 10 Persen

’’Karena itu, kalau masih molor, saya akan undang KPK untuk mengawasi proses pembasahan RUU Minerba
Supaya dilihat, ada apa ini sebenarnya,’’ ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana di Jakarta, Sabtu (20/9).

Menurut Sutan, jika pembasahan tidak kunjung selesai maka Panitia Khusus RUU Minerba di Komisi VII bisa dianggap wanprestasi sehingga perlu dievaluasi

BACA JUGA: Ekspor Kolaps, Keuangan Terjaga

’’Masa’ pembahasan RUU sampai empat, harusnya maksimal satu setengah tahun sudah selesai,’’ katanya.

Sutan mengatakan, pokok pembasahan yang menjadi tairk ulur pembahasan di Pansus RUU Minerba adalah terkait rezim kontrak dan masa peralihanTarik ulur terjadi antara kubu yang mendukung rezim kontrak perijinan (Ijin Usaha Pertambangan/IUP) dan kubu yang mendukung rezim kontrak perjanjian (Pejanjian Usaha Pertambangan/PUP).

Dengan IUP, posisi pemerintah sebagai pemberi ijin, lebih tinggi dibandingkan posisi perusahaan tambang sehingga menguntungkan jika terjadi perselisihan antara pemerintah dan perusahaan tambangSedangkan jika menggunakan PUP, maka posisi pemerintah bakal sejajar dengan perusahaan tambangNamun, pendukung PUP menilai jika rezim konrak menggunakan IUP, maka berpotensi menurunkan minat investasi karena tidak adanya kepastian usaha.

Sementara itu, kata Sutan pasal peralihan juga menjadi pembahasan alotPeriode peralihan bagi perusahaan tambang untuk menggunakan UU yang baru memang krusialAwalnya pemerintah meminta agar seluruh kontrak pertambangan dijalankan hingga selesaiSetelah itu, saat akan memperpanjang kontrak, barulah perusahaan tambang beralih menggunakan aturan-aturan dalam UU yang baru.

Namun, mayoritas fraksi di Komisi VII menolak opsi pemerintah tersebutMereka menuntut agar setelah RUU Minerba disahkan menjadi UU Minerba, maka mau tidak mau, semua perusahaan tambang di Indonesia harus mengikuti rezim perundangan yang baru.

Terkait hal tersebut, Ketua Pansus RUU Minerba DPR Agusman Effendi mengatakan, mayoritas suara di Komisi VII DPR memang tetap menuntut masa peralihan harus dilakukan antara 0 – 3 tahun’’Jika demikian, ada kemungkinan kita bakal diarbitrase oleh begitu banyak perusahaan,’’ katanya.

Meski demikian, tuntutan agar pasal peralihan dimasukkan dalam UU Minerba terus menguatAnggota Komisi VII DPR dari F-PAN Tjatur Sapto Edy mengatakan, baik DPR maupun pemerintah, seharusnya tidak perlu takut dengan potensi ancaman tuntutan arbitrase oleh perusahaan tambang’’Kalau mereka menuntut ya hadapi saja,’’ tegasnya.

Akibat tarik ulur tersebut, pembahasan menjadi molor dan tikan kunjung selesaiBahkan, mantan Dirjen Mineral, Batubara, dan Panas Bumi (Minerbapabum) Departemen ESDM Simon FSembiring pernah bercanda, RUU Minerba ini bisa jadi masuk rekor RUU terlama’’Padahal, RUU ini sangat mendesak untuk segera disahkan,’’ katanya.

Menurut dia, tidak kunjung disahkannya RUU Minerba merupakan salah satu sebab tidak kondusifnya iklim investasi di sektor pertambangan’’Sebab, investor tentu ingin kepastian hokum,’’ jelasnya(owi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Minyak Goreng Perlu Fortifikasi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler