RUU Produk Halal, Pemerintah Intervensi Syariat

Kamis, 03 September 2009 – 22:24 WIB

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Said Abdullah mempertanyakan motivasi pemerintah mengajukan Rancangan Undang Undang (RUU) Jaminan Produk HalalKarena RUU yang diajukan ke DPR tersebut banyak bersinggungan dengan nilai-nilai agama tertentu

BACA JUGA: Paspor Haji Dibagi Di Embarkasi

Jika diloloskan berarti DPR membiarkan pemerintah campur tangan dalam masalah syariat agama.

“Mengapa pemerintahan SBY mengajukan RUU tentang jaminan produk halal ini
Sebenarnya ada apa sesungguhnya dengan negara kita?” tanya Said Abdullah, dalam acara buka puasa bersama dengan wartawan di Jakarta, Kamis (3/9)

BACA JUGA: DPR Dukung Polri Sikat Illegal Mining

Diingatkan Said, pemerintah sebetulnya tidak perlu mencampuri agama tertentu dan syariatnya dengan cara apapun
Seharusnya negara membiarkan penyelenggaraan kegiatan beragama seperti selama ini.

"Ada tiga hal yang perlu dipikirkan secara matang dalam pembuatan suatu UU, yaitu memperhatikan kemauan konstitusi

BACA JUGA: KPK Larang Iklan Idul Fitri Berlebihan

Pada pembukaan konstitusi jelas tertera bahwa pemerintah menjamin dan melindungi segenap masyarakat dan seluruh tumpah darah IndonesiaTerus undang-undang tersebut sebenarnya melindungi siapa,” tegas Said.

Dari draft RUU yang diajukan pemerintah ke DPR, ada sebuah perubahan paradigma yang sangat menyesatkan dari semula semuanya halal kecuali yang diharamkan menjadi semuanya diharamkan kecuali yang dihalalkan melalui label halal yang dikeluarkan pemerintah“Ini sangat bertentangan dengan syariat yang menyatakan semua adalah halal, kecuali yang diharamkanArtinya, tanpa sertifikat suatu barang akan haram, berdasarkan UU tersebut,” ungkap Said.

RUU Jaminan Produk Halal tersebut, lanjutnya, jelas akan semakin mempersulit keadaan masyarakat dan juga akan menimbulkan high cost economy, yang sesungguhnya bisa dihindarkan pemerintah.

"Apa jadinya, jika setiap produk akan dihitung dari jumlah unitnya, lalu kini akan dikenakan tambahan dana untuk label halal yang akhirnya akan dibebankan pada konsumenKalau misalnya, harga label Rp8/unit, maka produksi sebanyak 1 miliar produk akan dikenakan beban tambahan Rp8 miliar, yang pasti akan dibebankan pada konsumenIni kan jadi beban tambahan baru yang pasti akan memberatkan baik produsen maupun konsumen,” tegasnya.

Karena itu menurut Said, untuk menentukan masalah halal dan haram tersebut cukup diserahkan saja kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI)"Negara jangan campur tangan masalah syariat agamaJadi RUU yang diajakan pemerintah ini batal demi hukum dan menghormati syariat salah satu agama,” tegas Said(fas/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Setujui Pengadilan Tipikor Hanya di 5 Wilayah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler