jpnn.com - DI masa kejayaannya, Catrine Kalalo pernah “mengalahkan” marinir dalam Lintas Selat Sunda 96. Prestasi dari SEA Games hingga CMAS Asia Fins Swimming Championship juga diraihnya.
NOVI HARIYANTO-Palembang
BACA JUGA: Asyiknya, Disambut Mendikbud dan Wali Kota Bogor
Saat ini, Catrine Kalalo memang hanya menyandang status sebagai mantan atlet renang dan selam. Namun, itu tak jadi alasan baginya meninggalkan dunia olahraga. Wanita kelahiran Palembang, 19 September 1979 itu kini aktif sebagai wakil ketua bidang III Pembinaan Prestasi (Binpres). Dia kini menjadi pegawai di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Sumsel.
Karin, sapaan akrabnya, juga tak bisa lepas dari dunia renang dan selam. “Saya masih renang dan menyelam. Tapi, bukan sebagai atlet tentunya, namun sebagai pelatih,” kata istri Royke Rondonuvu itu.
BACA JUGA: Suhardi Alius, Perantau yang Rajin Pulang Kampung, Keliling Desa
Memang, keluarga “Kalalo”, sudah identik dengan renang dan selam. Ayahnya, Rudolf Kalalo adalah atlet renang dan polo air. Sedangkan ibunya, Sherly Brughman memang pelatih renang. “Bahkan, Opa (kakek, red) saya, Samuel, juga atlet renang dan polo air di Bontang, Kalimantan Timur,” katanya.
Meneruskan tradisi, keempat anaknya juga mulai terjun ke “dunia air”. Setiap hari, mereka ditempa untuk menjadi atlet. Karin juga melatih atlet-atlet renang dan selam potensial lainnya di Aquatic Stadium, Jakabaring Sport City (JSC).
BACA JUGA: Dulunya Tenggelam, Terhempas Bencana Dahsyat, Kini Jadi ‘Surga’
Hasil kerja kerasnya membuahkan hasil. Sejumlah prestasi telah diraih. Terkini, pada Pekan Olahraga Wilayah (Porwil) IX, cabor renang menjadi penyumbang medali terbanyak bagi Sumsel yaitu 10 emas. Kini, Karin membidik prestasi lagi pada Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX-2016 di Bandung, Jawa Barat. “Semoga prestasi di PON lebih baik lagi,” lanjutnya.
Semasa menjadi atlet, nama “Kalalo Bersaudara” benar-benar berkibar. Tidak hanya Karin, tapi ada juga saudaranya, yaitu Yohana Meilani. Keduanya sama-sama berprestasi. Namun, Karin punya cerita tersendiri semasa jadi atlet.
Cerita paling spesial ketika dirinya berhasil menaklukan Selat Sunda. Event-nya bertajuk “Lintas Selat Sunda 96 (LSS-96)”, terkait HUT Korps Marinir ke-51.
Saat itu, Jumat (25/10/1996) pukul 03.00 dini hari WIB dengan start dari Dermaga Bakaueheni, Lampung. Ada 72 atlet yang didominasi marinir, ikut “nyemplung” untuk melintas Selat Sunda.
Di antara para marinir tersebut, ada empat atlet perempuan. Salah satunya Karin. Usianya saat itu 17 tahun. Kemampuannya ketika itu bikin para marinir geleng-geleng kepala. Karin berhasil berenang sejauh 26 mil atau sekitar 42 km, menaklukkan Selat Sunda.
Hebatnya, jarak tersebut dia tempuh dalam waktu 9 jam, 4 menit. Hanya kalah 17 menit dari Pratu (marinir) Tayuri dari Brigade Infantri II Jakarta yang menjadi juara LSS-96. Tapi, komandan Korps Marinir Mayjen (Mar) Suharto saat itu, menyebut Karin-lah sebagai juaranya. Sedangkan juara ke-3, ditempati Sertu (Mar) Sukirno Hadi dari Markas Komando Korps Marinir Jakarta.
LSS-96 tersebut, awalnya akan diikuti 180 peserta. Tapi, hanya 72 saja yang memenuhi syarat. Terutama daya tahan fisik dan mental. Ini sangat spesial. Sebab, Karin yang sama sekali tidak punya back ground tentara (militer), justru mampu mengalahkan atlet pria yang didominasi marinir tersebut.
Termasuk seorang marinir berpangkat kolonel dari The Royal Australian Navy (RAN)-Angkatan Laut Australia. Sebuah “wing” diperoleh Karin. Bahkan, dia mendapat hadiah khusus dari Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) yang saat itu dijabat Laksamana Arief Koeshariadi.
“Saya dapat jam tangan dari KSAL. Sebelum lomba, KSAL memang menjanjikan kenang-kenangan khusus bagi atlet wanita yang jadi juara,” kenang Karin, yang ketika itu tergabung dalam Klub Renang Bhayangkara pimpinan Kasat Polair Polda Sumbagsel Letkol Drs Syafei Aksal.
Sebenarnya, kata Karin, lebar Selat Sunda yang harus dilalui pada LSS-96 hanya 18 mil. “Tapi, karena kami harus berenang melambung (mengubah arah untuk menghindari terseret arus, red), maka jarak yang ditempuh menjadi 26 mil,” lanjutnya.
Tak pelak, apa yang telah diraih anak ke-3 dari 4 bersaudara, menjadi kenangan tersendiri. Menurut Karin, itu tidak akan terlupakan seumur hidupnya. Sebab, perjuangan selama ikut LSS-96, sangat berat sekali.
“Paling berat selama lomba, tentu saja rasa haus dan bosan. Rasanya kok tidak sampai-sampai ke finish,” kenangnya.
Namun, akhirnya finish juga. Karin tiba di Pantai Suralaya, Jawa Barat (garis finis) sekitar pukul 12.30 WIB. Tak hanya Karin, tapi ada 3 atlet cewek lainnya yang juga berhasil finis. Yaitu Fransiska Wijaya, Elsi Yuniar, dan Yohana Meilani, adik Karin yang menjadi juara ke-4.
“Selama lomba, bagi saya hanya ada satu hiburan, yaitu ketika ada ombak tinggi dan saya terlempar-lempar. Rasanya asyik sekali. Kalau sedang terangkat ombak, saya bisa melihat daratan di cakrawala. Semangat pun datang lagi,” lanjutnya.
Nah, selain menjadi juara LSS-96, Karin juga punya prestasi lainnya. Di antaranya pada SEA Games XXII-2003 di Hanoi, Vietnam, Karin meraih 1 emas, dan 3 perak dari selam. Lalu, PON XVI-2004 di Palembang, meraih 2 emas. Pada “The 8th CMAS Asia Fins Swimming Championship 2003 di Jeju, Korsel pada 3-6 September 2003, menyabet perunggu.
Sedari kecil, Karin memang sudah dikenalkan dengan renang oleh orang tuanya. Menurutnya, dia baru menekuni renang ketika usianya 9 tahun. Awalnya, sebelum bisa berenang, Karin nyaris tenggelam di Sungai Musi.
“Waktu ikut papa saya berburu, saya kecebur di Sungai Musi. Saya tidak bisa berenang, jadi nyaris tenggelam. Benar-benar pengalaman menyeramkan bagi saya,” kenangnya.
Pascakejadian tersebut, lanjut Karin, dirinya dan adiknya Yohana, disuruh belajar berenang. “Kami belajar renang di Lumban Tirta, tak jauh dari rumah kami. Baru beberapa bulan, saya ternyata bisa mengungguli perenang-perenang lainnya yang lebih mahir ketika ada lomba melintasi Sungai Musi. Akhirnya, malah menjadi atlet,” tukasnya. (*/ce1/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Memiriskan Hati, Anak-anak Berangkat Sekolah Lewat Jalan Berlumpur
Redaktur : Tim Redaksi