Sabil dan Prof. Antara

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Rabu, 15 Maret 2023 – 19:35 WIB
Guru SMK Telkom Sekar Kemuning, Kota Cirebon, Muhammad Sabil Fadhilah menunjukkan surat pemecatannya di Cirebon, Jawa Barat, Rabu (15/3/2023). (FOTO ANTARA/Khaerul Izan)

jpnn.com - Mohamad Sabil dan Profesor Nyoman Gede Antara menjadi gambaran dunia pendidikan Indonesia yang penuh karut marut.

Sabil, seorang guru honorer di Jawa Barat dipecat gegara dianggap memberi komentar kasar di medsos kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

BACA JUGA: Kritik Ridwan Kamil, Guru SMK di Cirebon Jabar Dipecat

Sementara, Antara terjerat kasus korupsi penerimaan mahasiswa baru dengan menerima uang haram sampai Rp 443 miliar.

Ini menjadi potret wajah pendidikan yang suram di Indonesia.

BACA JUGA: Innalillahi, Pak Guru Tewas Secara Mengenaskan

Data 2020 menyebutkan jumlah guru non-PNS di Indonesia mencapai 937.228 orang.

Dari jumlah tersebut, 728.461 atau 77 persen di antaranya berstatus guru honorer.

BACA JUGA: Feni 17 Tahun jadi Guru Honorer, Batal Berstatus ASN PPPK, Tak Tahu Penyebabnya, Pilu

Nasib mereka tidak jelas.

Sudah belasan tahun, dan bahkan banyak yang sudah puluhan tahun, mengajar tetapi tidak ada kejelasan nasib.

Mereka tetap digantung sebagai guru honorer dengan gaji minim—banyak yang hanya ratusan ribu saja.

Setiap saat mereka terancam pecat seperti yang dialami Sabil.

Sabil yang mengajar di sebuah SMK di Cirebon kehilangan pekerjaan  setelah menyampaikan komentarnya di salah satu unggahan Ridwan Kamil (RK) alias Emil di Instagram.

Bermula ketika RK mengunggah aktivitasnya saat melakukan percakapan daring dengan beberapa siswa SMP di Tasikmalaya.

RK mengapresiasi aksi beberapa murid yang urunan membeli sepatu untuk seorang teman kelasnya.

Konten tersebut diunggah pada Selasa (14/3) sekitar pukul 10.00 WIB.

Dalam unggahan itu, RK terlihat memakai jaket kuning yang identik dengan warna khas Partai Golkar.

Semua mafhum bahwa RK baru saja melakukan aksi kutu loncat politik dengan berpindah hati ke Partai Golkar.

Waktu mencalonkan diri menjadi gubernur untuk periode kedua pada 2019 RK memakai kendaraan politik Partai Nasdem.

Atribut kuning yang dipakai RK rupanya menarik perhatian Sabil.

Melalui akun pribadinya di Instagram, Sabil kemudian berkomentar, “Dalam zoom ini, Maneh teh keur jadi gubernur Jabar ato kader partai ato pribadi @ridwankamil? (Dalam zoom ini, kamu ini sedang jadi gubernur Jabar atau kader partai atau pribadi)’’.

Emil kemudian menyematkan pin pada komentar Sabil dan membalasnya, “Menurut Maneh Kumaha? (menurut kamu gimana?)”

Unggahan Sabil menyebabkan netizen menyerangnya, bahkan Ridwan Kamil pun sempat mengirim pesan langsung atau direct message (DM) ke akun medsos sekolah tempat guru itu mengajar.

Maneh, dalam bahasa Sunda, artinya kamu—biasanya diucapkan antar-teman sebaya.

Dan kasar bila diucapkan oleh orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua.

Tata krama bahasa Sunda sama dengan bahasa Jawa halus dengan beberapa tingkatan, mulai dari ‘’ngoko’’ sampai ‘’krama inggil’’.

Dalam pola komunikasi sehari-hari masyarakat Sunda mirip dengan masyarakat Jawa Tengah yang cenderung ‘’high context’’.

Komunikasi konteks tinggi biasanya lebih halus dan tidak direct.

Sebaliknya, masyarakat Jawa Timur lebih cenderung egaliter dengan pola komunikasi yang ‘’low context’’, konteks rendah yang lebih terbuka.

Dalam tata masyarakat high context, pola hubungan sosial juga mempunyai stratifikasi yang rigid.

Sementara di kalangan masyarakat low context stratifikasi sosial cenderung lebih longgar.

Karena itu, penggunaan kata ‘’maneh’’ terhadap seorang pejabat dianggap sebagai tindakan yang tidak sopan, atau bahkan kurang ajar.

Sabil membela diri dengan mengatakan dirinya lebih memilih kata "maneh" dibandingkan kata lainnya, karena menilai Ridwan Kamil adalah sosok yang egaliter dan bersahabat dengan follower di media sosial. 

"Secara sadar saya tahu 'maneh' kasar dalam bahasa Sunda terutama kepada yang lebih tua, tetapi 'maneh' kepada teman sebaya penggunaan diksi maneh biasa saja, saya sih berpikir RK, kan, friendly kepada followers-nya," kata Sabil.

Akan tetapi, vonis sudah telanjur jatuh.

Emil mencoba membela.

Menurutnya, seorang pemimpin harus terbuka terhadap kritik walaupun kadang disampaikan secara kasar.

Emil mengaku sudah ribuan kritik masuk, dan selalu dia respons dengan santai dan biasa saja.

Kadang ditanggapi dengan memberikan penjelasan ilmiah, kadang dibalas dengan bercanda saja.

Mungkin karena yang melakukan posting kasar adalah seorang guru, yang posting-annya dilihat dan ditiru oleh murid-muridnya, maka untuk menjaga nama baik insitusi yayasan memberikan tindakan tegas sesuai peraturan sekolah yang bersangkutan.

Emil sudah mengontak sekolah dan yayasan agar Sabil cukup dinasihati dan diingatkan saja, tidak perlu sampai diberhentikan.

Nasib Sabil terasa ironi. 

Sebagai pengajar dengan gaji ratusan ribu, dia tidak mempunyai perlindungan job security sama sekali.

Gaji ratusan ribu bisa melayang dalam hitungan detik.

Sementara di sisi lain seorang profesor seperti Gede Nyoman Antara bisa meraup uang sampai hampir setengah triliun karena jabatannya sebagai rektor.

Ini bukan jadi kali pertama ada rektor terjerat kasus korupsi.

Pada 2022 lalu, Rektor Universitas Lampung Prof. Dr Karomani juga terjerat kasus korupsi sebesar Rp 5 miliar perihal penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri.

Ternyata Prof, Karomani juga membagi-bagi jatah kepada pejabat dan tokoh politik yang ingin menitipkan kerabatnya masuk fakultas kedokteran.

Fakultas ini berkaitan dengan profesi dokter yang berurusan dengan nyawa.

Kalau sejak proses seleksi sudah dicemari korupsi bagaimana kualitas dokter Indonesia bisa bersaing dengan dokter global.

Bukan hanya korupsi penerimaan mahasiswa baru, para profesor di berbagai perguruan tinggi besar itu juga rangkap jabatan menjadi komisaris di perusahaan negara.

Beberapa rektor yang pernah diributkan karena rangkap jabatan sebagai jajaran komisaris ialah Ari Kuncoro Rektor Universitas Indonesia, Dwia Aries Tina Pulubuhu Rektor Universitas Hassanudin, dan Arif Satria Rektor Institut Pertanian Bogor.

Tak heran jika jabatan rektor menjadi jabatan yang syarat akan konflik kepentingan.

Rektor yang seharusnya fokus dan berorientasi pada penyelenggaraan pendidikan akhirnya tergoda untuk menjadikan jabatannya sebagai  lahan strategis untuk kepentingan pribadi.

Jika pimpinan universitas saja sudah melakukan konflik kepentingan atas jabatan yang diemban, bagaimana mampu meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas? Belum termasuk beberapa universitas yang mengobral gelar honoris causa kepada politisi.

Dunia pendidikan tinggi sudah berubah menjadi perusahaan komersial setelah ditetapkan menjadi PTN-BH, perguruan tinggi negeri berbadan hukum.

Seorang rektor bukan hanya menjadi pemimpin lembaga pendidikan tinggi, tetapi dituntut untuk menjadi seorang direktur utama perusahaan.

Seorang rektor adalah ‘’petugas pemerintah’’, karena dia dipilih oleh pemerintah yang mempunyai suara mayoritas dalam pemilihan rektor.

Rektor adalah jabatan politik yang rawan terhadap intervensi politik.

Masih akan banyak kasus korupsi seperti Prof. Antara. Dan masih amat sangat banyak guru-guru yang bernasib malang seperti Sabil. (**)


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler