Sadino Sebut Tidak Ada Permasalahan Hukum di Kasus Duta Palma

Senin, 13 Februari 2023 – 00:11 WIB
Pakar menilai tidak ada permasalahan hukum dalam kasus Duta Palma. ILUSTRASI. FOTO: Pixabay.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum kehutanan dari Universitas Al Azhar Indonesia Sadino menyebut bahwa tidak ada permasalahan pidana dalam perkara Duta Palma Group.

Dia mengatakan apabila keterkaitannya dengan hutan, maka asas lex specialis systematis hukum yang harusnya digunakan ialah Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) atau peraturan turunannya dari Undang-Undang Kehutanan, bukan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

BACA JUGA: Pakar Hukum Sebut Perpu Ciptaker Mencegah Penyalahgunaan Kekuasaan

Menurut Sadino, dua dari lima perusahaan Duta Palma, yaitu PT Amal Kencana Tani (KAT) dan PT Banyu Bening Utama sudah memiliki hak guna usaha (HGU).

Sedangkan tiga perusahaan lainnya, yaitu PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, dan PT Seberida Subur memang belum mengantongi HGU.

BACA JUGA: Pelanggaran UU Kehutanan Hanya Bisa Diberi Sanksi Administratif

Namun, ketiganya sudah mempunyai izin lokasi (ILOK), izin usaha perkebunan (IUP), dan sudah mengikuti peraturan perundang-undangan mulai dari peraturan pemerintah di bidang kehutanan.

Oleh sebab itu, dirinya menyayangkan dakwaan jaksa yang menyebut seolah-olah lima perusahaan itu mempunyai permasalahan yang sama.

BACA JUGA: Dekan Kehutanan UGM Bicara Tentang Kinerja Menteri LHK, Simak

“Kalau HGU apa kawasan hutan? Bukan. Bisa dilihat dari definisi kawasan hutan negara dari UU Kehutanan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan tetap yang tidak dibebani hak hak atas tanah. Ini sesuai PP 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan,” ujar Sadino dalam siaran persnya, Minggu (12/2).

Sadino memaparkan hutan yang dimaksud dalam UU Kehutanan adalah kawasan hutan negara. Kawasan hutan negara adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah, yang tidak dibebani hak atas tanah.

Karena itu, lahan yang ada HGU-nya, itu bukan kawasan hutan. HGU tunduk pada UUPA No. 5 tahun 1960.

Kemudian, untuk tiga perusahaan lainnya telah mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hal tersebut dilakukan sebelum UU Cipataker maupun setelah adanya UU Ciptaker.

”Apabila mengikuti aturan UU Ciptaker, dia akan dikenakan sanksi administratif membayar PNBP. Kalau dia sudah mengajukan, nanti akan terverifikasi, dia membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)," ujar dia.

Akademisi itu menegaskan kalau pun Duta Palma dipermasalahkan, seharusnya masuk dalam ranah administratif sesuai PP 24 tahun 2021.

Untuk itu, dirinya mengaku heran dengan penegak hukum yang membawa kasus seperti ini ke ranah pidana.

“Dia (penegak hukum) menggunakan UU Tipikor seolah-olah undang-undang sapu jagad. Padahal, ada batasannya dia menggunakan itu," ujar dia.

Terkait kerugian negara, kata dia, Duta Palma sama sekali tidak menggunakan uang negara. Karena Duta Palma adalah perusahaan swasta, yang menggunakan modal sendiri.

Sadino menyebut perkara Duta Palma sebenarnya memperlihatkan carut-marut dalam konteks regulasi perkebunan, kehutanan dan tata ruang yang tidak sinkron. Karena itu lahir namanya Pasal 110A dan 110B UU Ciptaker dan Perpu 2 tahun 2022 untuk menengahi dan menyelesaikan persoalah kawasan hutan.

“Ini ada solusi begini, malah sekarang sudah ditabrak. Mau menggunakan apa instrumennya? Masa terus undang-undang korupsi? Siapa yang korupsi? Duitnya duit siapa?” tanya Sadino heran. (cuy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dukung Multiusaha Kehutanan, KADIN Luncurkan Program RFBSH


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler