jpnn.com, JAKARTA - Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah mengatakan bantuan sosial atau bansos adalah alat negara. Kebijakan dan penganggarannya diputuskan bersama di DPR dan pemerintah yang mewakili seluruh kekuatan politik.
“Sesungguhnya tidak ada satu pihak pun yang berhak mengeklaim bahwa program bansos prakarsa atau keberhasilan kelompok tertentu,” ujar Said Abdullah dalam keterangan tertulis pada Senin (5/2/2024).
BACA JUGA: Anies Bicara Bansos Hanya Sesuai Kepentingan Pemberi, Singgung Jokowi?
Said mengingatkan jangan jadikah rakyat miskin kita sebagai dalih untuk mengeruk suara pemilu, seolah-olah tampil bak robin hood membagi-bagi sembako dan uang tunai tanpa perencanaan yang matang.
Padahal, menurut Said, cara-cara seperti itu tidak akan mengentaskan rakyat miskin keluar dari kubangan kemiskinan, tetapi hanya menjadikan orang miskin sebagai kendaraan politik.
BACA JUGA: Ganjar & Anies Kompak Kritisi Bansos di Depan Prabowo, Publik Perlu Tahu
Said berharap seluruh penerima bansos tetap teguh pendirian politiknya. Rakyat miskin tetap bisa berdaulat menentukan pilihan politiknya pada pemilu 2024.
Ketua DPP Perjuangan ini mengingatkan tidak usah khawatir atas ancaman penghapusan data dirinya tidak menerima bansos kelak di kemudian hari. Tidak ada kaitannya penentuan hak suara dengan penghapusan bansos.
BACA JUGA: Anies: Bansos Bukan untuk Kepentingan yang Memberi, tetapi yang Diberi
“Penentuan hak suara adalah hak politik semua warga negara dan penerima bansos adalah hak ekonomi warga negara. Keduanya dijamin oleh hukum,” ujar Said.
Lebih lanjut, Said mengatakan apabila presiden berkehendakpun, tanpa persetujuan DPR, tidak akan mungkin ada program bansos.
Sebab kebijakan dan anggarannya harus sepersetujuan DPR. Bansos sebagai alat negara agar rakyatnya terentas dari kemiskinan dan menjadi lebih berdaya.
“Itulah sebabnya di dalam paket-paket bansos beragam rupa program, selain bantuan uang tunai, beras, tetapi juga beasiswa dan uang prakerja serta kartu Indonesia sehat,” ujar Said.
Lebih lanjut, Said mengatakan orksetrasi kebijakan ini dimaksudkan agar rakyat miskin tidak semata-mata di kasih uang dan sembako, tetapi diberikan akses atas pemerliharaan kesehatan.
Sebab dengan tubuh yang sehat mereka bisa produktif, anak-anaknya diberikan akses terhadap pendidikan.
Dengan pendidikan yang lebih baik, menurut Said, kelak mereka punya kecakapan sehingga bisa berbuat produktif dan berpenghasilan yang lebih baik daripada orang tuanya.
Hal ini adalah proses yang panjang, tidak cukup diguyur bansos setahun lalu mereka menjadi tidak miskin semua.
“Saya sungguh sedih ketika kebijakan teknokratis yang mulia dari negara kemudian diprivatisasi oleh Bapak Presiden dan sebagian menterinya, seolah-olah budi baik mereka,” ujar Said.
Terus terang saja, kata Said, melonjaknya anggaran bansos Rp 496,8 triliun sungguh mengkhawatirkan dari sisi penyalahgunaan.
Pada saat covid19 saja, di tahun 2020 anggaran perlindungan sosial hanya Rp 234,33 triliun dan realisasinya Rp 216,59 triliun.
Padahal masa covid-19 ekonomi nasional nyaris berhenti, negara hanya membutuhkan belanja bansos sebesar Rp 216,59 triliun.
Saat ini situasi perekonomian nasional telah pulih, bahkan sejak 2022 diakui oleh dunia Indonesia bisa pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat akibat pandemi Covid-19.
“Kenapa anggaran bansos melonjak drastis, bahkan tidak melibatkan Kementerian Sosial sebagai kementerian teknisnya?” tanya Said.
Sebagai Ketua Banggar DPR saya sangat prihatin, APBN yang kita bahas berbulan-bulan, kita niatkan untuk menggerakkan seluruh tujuan pembangunan, memperbaiki infrastruktur, meningkatkan perumahan rakyat.
Selain itu, menguatkan kemandirian pangan, energi, meningkatkan industri dan daya saingnya, meningkatkan eskpor, meningkatkan sumber daya manusia melalui pendidikan, kesehatan, dan budaya, menghapuskan kemiskinan ekstrem, pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara.
“Semuanya dipotong dan sebagian anggarannya direlokasi ke bansos menjelang pemilu,” ujar Said.
Said mengharapkan APBN 2024 ini kita menjaga dengan sebenar-benarnya agar sesuai tujuannya.
“Biarkanlah pemilu ini berjalan secara alamiah, sedemokratis mungkin, berjalan tanpa cawe-cawe kekuasaan,” ujar Said.
Menurut Said, dari pemilu demokratis, pemenang pemilu akan memiliki legitimasi yang kuat memimpin Indonesia.
Sebaliknya Indonesia bisa dikucilkan dari pergaulan internasional jika demokrasinya gagal.
“Saya mengetuk hati Bapak Presiden, kiranya bisa memberi teladan yang baik bagi kami semua. Dan, dari keteladanan itu, kita catatkan kelak beliau sebagai pemimpin nasional yang membanggakan kita semua. Sedih melihat bapak presiden menurunkan kasta, seolah menggantikan peran menteri sosial, mengurusi teknis perbansosan,” ujar Said.
Said mengatakan program bansos hanya akan tepat sasaran dan memiliki manfaat optimal bagi pengentasan rumah tangga miskin bila dikerjakan oleh tangan tangan teknokrasi yang bekerja sesuai perencanaan, profesional, berintegritas dan tidak ada tunggangan politik.(fri/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Friederich Batari