Saksi Tegaskan Bachtiar tak Terlibat Bioremediasi

Jumat, 20 September 2013 – 23:42 WIB

jpnn.com - JAKARTA -- Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (20/9) kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi proyek Bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia. Sidang masih mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi untuk terdakwa dugaan korupsi bioremediasi General Manager Sumatera Light South  PT CPI Bahctiar Abdul Fatah.

Salah satu saksi yakni Engineering Teknik Sipil PT Chevron Australia Damian Tice. Pria berkebangsaan Australia itu dalam kesaksiannya menegaskan bahwa Bachtiar tidak terlibat dalam proyek bioremediasi PT CPI di Riau.

BACA JUGA: Nyaleg, Menteri juga Harus Mundur

"Tidak ada keterlibatan atau kesalahan Bachtiar Abdul Fatah dalam proyek bioremediasi dengan kontrak nomor 7861OK," tegas Damian.

Bekas Pemimpin Tim Sipil dan Operasi serta Manajer Divisi Infrastruktur Peralatan dan Servis PT CPI Minas ini menjelaskan bahwa  Bachtiar baru tiba di Indonesia pada tahun 2009 dari Amerika. Karenanya, Damien memastikan Bahctiar tak terlibat.  

BACA JUGA: Desak Saudi Percepat Pengurusan Dokumen Amnesti

"Dia baru tiba di Indonesia setelah 2009, dan tender sudah selesai dan pemenangnya sudah ditetapkan," katanya.

Menurutnya, saat dalam proses transisi kepemimpinan di PT CPI. Kata dia, Bachtiar  akan menjabat General Manajer  menggantikan Yanto Sianipar. "Pada saat itu dalam masa transisi, Bachtiar akan menjadi GM. Tapi jabatan GM masih dipegang Yanto Sianipar," bebernya.

BACA JUGA: Indonesia Butuh Pemimpin Tegas

Damian mengaku pernah bekerja bersama Bachtiar selama tiga bulan di PT CPI Riau. Damian menyatakan bahwa selama bekerja di PT CPI Minas Sumatera dan pernah menjabat dua jabatan tersebut terdapat proyek bioremediasi alias pemulihan atau pernormalan tanah yang terkena limbah minyak. Menurutnya, sebagai Tim Manejer, ia mempunyai tanggung jawab terhadap kegiatan lingkungan hidup, termasuk pelaksanaan proyek bioremediasi tersebut.

"Tanggung jawab saya mengawasi kegitan lingkungan hidup, termasuk proyek bioremediasi, termasuk perawatan jalan dan konstruksi-konstruksi sipil lainnya," ungkap Damian.

PT CPI bisa melaksanakan proyek bioremediasi karena  telah memiliki izin yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

"Ya mereka punya (izin bioremediasi-Red) dan pekerjaan bioremediasi itu dilakukan sesuai dengan Kepmen 128 tahun 2003. Proyek ini mengikuti ketentuan Kepmen 128," jelasnya.

Lebih jauh Damian menerangkan, izin pelaksanaan bioremediasi yang dikontongi PT CPI berakhir pada Maret 2008. Namun sebelum izin tersebut habis, pihak CPI telah mengurusnya ke KLH. Selama izin tersebut belum ke luar, KLH memperbolehkan proses penormalan tanah tersebut, dengan syarat tanah yang dipulihkan adalah tanah yang berada di stock file. Kemudian, setelah izin diperpanjang, seluruh kegiatan penormalan tanah tersebut dilanjutkan kembali.

Sebelumnya, Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Edward Omar Syarif Hiariej, menegaskan bahwa Undang-undang  Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  tidak bisa diterapkan dalam kasus bioremediasi. Edward menjelaskan bahwa bioremediasi merupakan suatu proyek lingkungan. Sehingga penyelesaian kasus yang muncul dari kegiatan lingkungan tersebut, mestinya tunduk pada UU Lingkungan Hidup (LH).

UU LH sendiri, ujarnya, tidak tunduk kepada UU Pemberantasan Tipikor. “Maka dari itu, pengenaan pasal-pasal dalam UU Pemberantasan Tipikor dalam kasus bioremediasi, tidak memenuhi syarat,” ungkapnya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Dorong BPK Serahkan Audit Pelaksanaan UN


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler