Salah Hitung Penerimaan Negara, Menteri Jonan Blunder Lagi?

Jumat, 25 Agustus 2017 – 20:16 WIB
Menteri ESDM Ignasius Jonan. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dinilai kembali melakukan blunder.

Setelah menuai sanggahan dari PT Freeport Indonesia lantaran mengklaim kewajiban divestasi sudah disepakati manajemen, kini Jonan kembali melakukan kesalahan dalam menghitung potensi tambahan penerimaan negara dari kenaikan harga jual gas ConocoPhillips Indonesia (COPI).

BACA JUGA: Perhitungan Penentuan Harga Gas yang Dilakukan Jonan Dinilai Terbalik

Mantan dirut KAI ini mengatakan, potensi tambahan penerimaan negara dari kenaikan harga jual gas COPI mencapai US$19,7 juta atau berkisar Rp 256 miliar hingga berakhirnya kontrak pada 2019.

Setelah itu, diam-diam jajaran Kementerian ESDM mengoreksi angka tambahan penerimaan negara ditaksir hanya mencapai US$4,3 juta untuk penjualan gas COPI pada periode 31 Juli 2017 hingga November 2018.

BACA JUGA: Naikkan Harga Gas, DPR Bakal Panggil Jonan

Sementara pada periode yang sama, manajemen COPI dikabarkan memperoleh potensi tambahan pendapatan mencapai US$2,3 juta.

Dari kesalahan ini, pengamat energi dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi mendesak pemerintah membatalkan kenaikan harga jual gas COPI yang dilego ke PT Perusahaan Gas Negara untuk wilayah Batam, Kepulauan Riau.

BACA JUGA: Jonan Dinilai Salah Hitung Soal Harga Gas

"Tidak elok dalam penegelolaan terjadi salah hitung dalam waktu yang relatif cukup cepat. Dan saya lihat kenaikan harga ini jatuhnya malah menguntungkan ConocoPhillips, bukan negara," ujar Ahmad di Jakarta, Jumat (25/8).

Ahmad menjelaskan, desakan untuk menganulir kenaikan harga jual gas COPI harus dilakukan lantaran potensi tambahan penerimaan negara nyatanya hanya berada di angka US$4,3 juta, atau berkisar Rp 58 miliar.

Sedangkan di sisi lain, selaku penyalur gas ke konsumen PGN harus menerima kerugian mencapai Rp 120 miliar per tahun, atau Rp 240 miliar hingga berakhirnya kontrak pada 2019.

"Harusnya pemerintah memberi hak istimewa untuk perusahaan negara, bukan malah mengeluarkan kebijakan yang cenderung pro asing. Saya pikir pemerintah harus cermat dan memiliki analisa yang komprehensif sebelum mengeluarkan kebijakan-kebijakan seperti ini," cetusnya.(chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Divestasi Freeport Beres, Tinggal Tunggu Perpajakan


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler