jpnn.com, JAKARTA - Kepala Unit Kerja Presiden (UKP) Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) Yudi Latif mengatakan, saling memaafkan adalah langkah terbaik untuk mengubur masa lalu yang kelam.
Karena itu, dia mengapresiasi langkah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang mempertemukan mantan narapidana terorisme (napiter) dan korban (penyintas) dalam sebuah kegiatan
BACA JUGA: Amerika Mendadak Tutup Kantor Kedubes di Turki
Menurut Yudi, Silaturahmi Kebangsaan (Satukan) NKRI di Jakarta pada pekan lalu merupakan upaya yang baik dan mulia.
Hal itu berguna untuk menghilangkan dendam sekaligus membangun silaturahmi demi membangun Indonesia yang lebih baik ke depan, terutama dalam rangka pencegahan terorisme.
BACA JUGA: Tampang Bule, Nama Arab, Ternyata Tukang Racik Bom
“Saya sangat mengapresiasi pertemuan itu. Upaya mempertemukan mantan napiter dengan penyintas ini sangat penting. Dengan begitu mereka bisa saling berempati melihat bagaimana kondisi korban. Di sisi lain korban juga bisa memahami bahwa aksi-aksi terorisme itu mempunyai akar sosial sebagai penyebabnya,” ujar Yudi, Selasa (6/3).
Menurut Yudi, dengan silaturahmi itu, para mantan napiter diharapkan benar-benar tersadar dan menyadari kesalahan masa lalunya.
BACA JUGA: Kondisi Ustaz Abu Bakar Baasyir Kian Memprihatinkan
Artinya mereka akan melakukan upaya yang lebih produktif, capacity building, dan meningkatkan ilmu pengetahuan agar bisa menjalani hidup lebih baik.
Dengan demikian, rantai korban terorisme bisa dikurangi di masa mendatang.
“Silaturahmi ini bisa menjadi arena bersambung rasa antara mantan napiter dan penyintas. Dengan begitu, masing-masing pihak bisa melihat situasinya secara langsung dan tidak hitam putih lagi. Daripada membuat aksi-aksi yang hanya akan menimbulkan masalah baru, lebih baik mari bangkit bersama menyelesaikan masalah penanggulangan terorisme ini. Saya kira cara BNPT ini sangat brilian,” terang Yudi.
Dia menilai silaturahmi ini lebih baik digelar secara terbuka seperti kemarin daripada diam-diam.
Sebab, silaturahmi secara diam-diam nantinya bisa menimbulkan kesalahpahaman satu dengan yang lain.
Dia meminta para elite di Indonesia tidak menjadikan politik sebagai alat kepentingan jangka pendek yang berpotensi menimbulkan korban rakyat yang tidak berdosa.
“Begitu elite sudah bisa bersalaman, konflik di bawah belum tentu berakhir. Jadi hati-hati menggunakan trik-trik atau manuver politik yang berpotensi mengadu domba, mobilisasi, persekusi, dan saling serang yang menimbulkan korban yang akan melahirkan dendam baru yang akan mengembangbiakkan terorisme di masa mendatang,” jelasnya.
Yudi menegaskan, capacity building harus terus ditingkatkan karena terorisme ada kaitannya dengan masalah sosial.
Salah satunya adalah impitan ekonomi yang berat membuat seseorang mudah sekali terbuai dengan paham baru yang memberi harapan.
Itulah yang membuat penting dilakukan peningkatan pengetahuan di bidang ekonomi atau usaha baru.
“Kesenjangan sosial yang terlalu lebar harus dipersempit agar bibit radikalisme yang ibarat ranting-ranting kering yang mudah terbakar, tidak mudah tersulut api,” tegas Yudi. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kepri Rawan Disusupi Terosis, Polda Harus Waspada
Redaktur & Reporter : Ragil