jpnn.com, KEPRI - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus berupaya memperkuat kawasan perbatasan yang selama ini menjadi pintu keluar masuk bagi pelaku-pelaku terorisme.
Salah satu yang menjadi fokus BNPT adalah foreign terrorist fighters (FTF) atau orang asing yang melakukan aksi terorisme di Indonesia.
BACA JUGA: Kelompok Ini Dinilai Cikal Bakal Lahirnya Gerakan Radikal
Hal ini dibuktikan dengan upaya penguatan aparat keamanan di daerah perbatasan seperti di wilayah Kepulauan Riau (Kepri) seperti yang dilakulkan langsung oleh Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius.
Suhardi mencontohkan wilayah Kepri sebagai sebuah provinsi kepulauan dan perbatasan yang menurutnya akan sangan rentan.
BACA JUGA: Suhardi Alius Ajak Generasi Muda Pegang Teguh Nasionalisme
Hal tersebut dikarenakan wilayah Kepri ini bisa menjadi tempat keluar masuk dan persinggahan bagi orang-orang yang ingin masuk dan keluar dari Indonesia.
“Kepulauan Riau ini rentan. Kenapa Kepri ini rentan? Karena kondisi geografisnya 96 persen daerahnya perairan, hanya empat persen daratan. Berapa banyak jalur perairan yang bisa digunakan orang untuk berlalu lalang, keluar masuk dari sini, infiltrasinya, dinamikanya luar biasa “ kata Suhardi saat memberikan arahan di hadapan ratusan personel Kepolisan Daerah (Polda) Kepri tentang Penanggulangan Radikalisme dan Terorisme di Markas Polda Kepri, Batam, Kamis (22/2).
BACA JUGA: Ninja Taliban Bantai 16 Prajurit Afghanistan
Mantan Sekretaris Utama (Sestama) Lemhanas ini mengatakan, ancaman terorisme di Indonesia tidak hanya dari teroris lokal.
Namun, lebih bahaya lagi wilayah Kepri ini bisa menjadi pintu masuk dari FTF atau orang asing yang melakukan aksi terorisme di Indonesia.
“Selain itu, kembalinya WNI dari Timur Tengah yang bergabung dengan ISIS juga harus mendapat perhatian serius di wilayan ini. Penanganan WNI dari Timur Tengah, khususnya yang pulang dari ISIS harus lebih ketat dan superselektif. Pasalnya, mereka akan sangat berbahaya bila sampai lepas ke masyarakat dan tidak terdeteksi keberadaannya jika mereka balik ke Indonesia melalui wilayah ini. Ini yang harus diwaspadai,” ujar Suhardi.
Melihat fonomena itu, Suhardi menekankan mengenai tingginya peran dari kepolisian dalam menanggulangi hal semacam ini.
Kepolisian dalam hal ini jajaran personel dari Polda Kepri dituntut untuk selalu siap untuk mengontrol terhadap tekanan yang ada.
“Polisi itu bukan pekerjaan enak, kita ini bertugas untuk mengurus limbah-limbah sistem. Begitu banyak yang harus diurus kepolisian, banyak godaan, moral dan integritas harus tinggi. Jangan karena ada godaan sedikit integritas langsung hilang, apalagi di Kepri ini yang notabene banyak sekali kesempatan untuk itu,” ujar alumnus Akpol tahun 1985 ini
Untuk itu, mantan Kapolda Jawa Barat ini juga menuntut peran dari para atasan yang mengawasinya.
Atasan harus bisa memberikan contoh dan dukungan yang benar untuk anggotanya karena anggota itu juga akan menilai pimpinannya
“Para pimpinan harus bisa memberikan contoh yang baik untuk anggotanya. Harus bisa menaikan moral dari anggota. Peran signifikan dari para pimpinan sangat dibutuhkan, jangan malah menjadi contoh buruk bagi anggotanya,” tegas mantan Kadiv Humas Polri ini.
Pria kelahiran Jakarta, 10 mei 1962 ini juga menekankan mengenai pentingnya wawasan kebangsaan dan jiwa nasionalisme.
Hal tersebut diperlukan karena menurutnya aparat kepolisian tidak menutup kemungkinan juga dapat terpapar radikalisme.
“Teman-teman dari kepolisian jangan merasa hebat juga. Jangan mentang-mentang kita ini polisi lalu kita tidak akan terpapar. Saat saya menjadi kapolres Depok saya punya anggota untuk ditugaskan berangkat ke Aceh, saat balik malah jadi teroris,” ungkap mantan Wakapolda Metro Jaya ini. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mahasiswa Harus Pahami Wawasan Kebangsaan Â
Redaktur & Reporter : Ragil