jpnn.com, JAKARTA - Aliansi Mahasiswa Manggarai (AMANG) Jakarta menyambangi kantor DPP PDI Perjuangan di Jakarta, Rabu (29/3). Para aktivis melaporkan atas dugaan perbuatan melawan hukum dan pembangkangan yang dilakukan kader PDIP yang juga menjabat Gubernur NTT Frans Lebu Raya terkait kasus Pantai Pede di Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Kami menerima teman-teman sebagai staf kesekretariatan DPP Perjuangan. Kami akan menyampaikan ke DPP Perjuangan segala keluhan dan aspirasi teman-teman. Saya akan serahkan itu ke DPP untuk dijadikan agenda DPP PDIP," ujar Rianto, Staf Sekertariat DPP PDI Perjuangan saat meneriam audiensi perwakilan AMANG Jakarta di DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (29/3).
BACA JUGA: Kapolda Punya Skenario untuk Sandiaga Jika Mangkir Lagi
Pantai Pede, yang berlokasi di pesisir kota Labuan Bajo merupakan satu-satunya wilayah pantai di kota yang kini menjadi salah satu target pengembangan pariwisata oleh pemerintah pusat.
Namun, area itu, yang diklaim sebagai milik Pemerintah Provinsi NTT sudah diserahkan ke PT Sarana Investama Manggabar (PT SIM) dengan masa kontrak 25 tahun untuk pembangunan hotel.
BACA JUGA: Miryam Berpotensi Jadi Pesakitan Jika Bohong soal BAP
Langkah itu sudah ditentang oleh masyarakat setempat, tidak saja karena mereka ketiadaan area publik untuk rekreasi, tetapi langkah itu melawan ketentuan UU Nomor 8 tahun 2003 terkait pembentukan Kabupaten Mabar, yang mewajibkan agar semua aset milik Provinsi NTT di wilayah Mabar diserahkan ke Pemda Mabar.
Namun, Lebu Raya tidak menaati hal itu. Ia juga membangkan terhadap surat Mendagri Tjahjo Kumolo bernomor 170/3460/SJ yang dikirim tahun lalu, di mana Lebu Raya diminta menjalankan mandat UU Nomor 8 tahun 2003 itu. Kini, PT SIM, milik Setya Novanto malah memulai membangun hotel.
BACA JUGA: Pedemo 313 Diajak Lihat Program Ahok di Kalijodo
Menanggapi sikap Lebu Raya, DPP PDIP, kata Rinto, pasti mengambil sikap dan tindakan jika ada kader yang melakukan perbuatan melawan hukum tanpa memandang apapun jabatannya. Namun, lanjutnya, dugaan perbuatan melawan hukum harus didukung oleh bukti, data dan fakta-fakta.
“Supaya teman-teman perlu ketahui, jika kader PDI, bupati, DPR, Gubernur melawan hukum, pasti ditindak oleh partai. Itu boleh dicatat. Dan itu sudah banyak. Pasti. Kalau memang Leburaya bersalah, pasti ditindak. Partai dalam hal ini DPP tidak bisa mengambil keputusan kalau tidak ada data hukum yang otentik” lanjut Rinto.
Terkati berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh kader PDIP, Rinto menawarkan supaya dilaporkan ke DPP PDI-Perjuangan, dengan catatan harus ada data-data dan bukti-bukti yang lengkap.
“Kasikan masukan sebanyak mungkin supaya DPP PDI-P mengambil sikap. Beriakan masukan-masukan yang selengkapnya”.
"Karena itu, kami minta adik-adik mahasiswa berikan data-data dan bukti-buktinya sehingga bisa diagendakan rapat oleh DPP PDIP. Karena, kalau ada kader PDIP melawan hukum, pasti akan ditindak termasuk kepala daerah baik sebagai gubernur, bupati, maupun walikota," jelasnya.
AMANG mendatangi kantor DPP PDI-P karena Lebu Raya adalah kader PDI-Perjuangan yang dinilia tidak berpihak kepada masyarkat NTT dan khususnya masyarakat Mabar dalam masalah Pantai Pede.
“Lebu Raya sudah selama dua dekade menjadi pemimpin nomor satu di NTT, namun kepemimpinannya tidak membawa dampak yang signifikan. Bahkan, dalam polemik Pantai Pede, Lebu Raya tidak menggubris tuntutan masyarakat dan surat Mendagri. Kami mengecam keras Lebu Raya yang lebih memilih menjadi cukong kapitalis,” tegas Ario Jempau, Kordinator AMANG.
Ario mengatakan, seandainya masalah Pantai Pede tidak dapat diselesaikan, itu akan akan berpengaruh secara politik bagi PDI-P di NTT.
“Bapa tahu, NTT juga merupakan basis PDI-P. Bisa saja pada pilkada 2018 PDIP akan kehilangan banyak suara,” lanjutnya.
Sementara itu, Ovan Wangkut, kordinator aksi AMANG menjelaskan, kedatangan AMANG ke DPP PDIP lebih untuk meminta tanggung jawab moral dan organisasi dari DPP PDI-P terhadap Lebu Raya untuk meminta Leburaya megembalikan Pantai Pede pada pemerintah daerah Manggarai Barat.
“Megawati harus membuat keputusan soal kasus ini. Kami meminta, dalam waktu 30 hari, Pantai Pede harus sudah dikembalikan kepada Pemda Mabar, kalau tidak kami akan kembali ke sini dengan massa yang lebih banyak,” ujarnya.(**/)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Martinus Ajak Jajaran Kehumasan se-Kaltim Perangi Hoaks
Redaktur & Reporter : Friederich