jpnn.com, JAKARTA - Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Pol Napoleon Bonaparte menyampaikan nota keberatan atau eksepsi atas surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (9/11), Napoleon yang duduk di kursi terdakwa mengaku dizalimi oleh pernyataan pejabat negara terkait tuduhan bahwa dirinya menghapus red notice di Interpol atas nama Djoko S Tjandra.
BACA JUGA: Surat Dakwaan Sebut Irjen Napoleon Pakai Petinggi Kita demi Tambahan Suap dari Djoko Tjandra
"Dari bulan Juli sampai hari ini, saya merasa dizalimi melalui teks oleh pemberitaan pemberitaan statement pejabat negara yang salah tentang tuduhan menghapus red notice," kata Napoleon.
Sebelumnya JPU mendakwa Napoleon menerima suap sekitar Rp 6,1 miliar dalam bentuk SGD 200 ribu dan USD 270 ribu. Motif suap itu agar Napoleon menghapus nama Djoko Soegiarto Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi.
BACA JUGA: Irjen Napoleon Didakwa Terima Rp 6 Miliar dari Djoko Tjandra
"Kesempatan hari ini sudah lama saya tunggu-tunggu, Yang Mulia, karena sebagai Kadivhubinter Polri yang dulu juga mantan Sekretaris NCB (National Central Bureau) Interpol Indonesia, kami yang paling tahu kerja Interpol," ujarnya.
Napoleon merasa tuduhan tersebut membuatnya tidak mungkin menyampaikan jawaban. Menurutnya, jawabannya hanya akan dianggap pembenaran diri.
BACA JUGA: Respons Mbak Poengky Kompolnas soal Petinggi Kita di Surat Dakwaan Irjen Napoleon
“Tuduhan penerimaan uang saya siap untuk dibuktikan didasari rencana untuk menzalimi kami sebagai pejabat negara," ujar Napoleon.
Sementara anggota tim penasihat hukum Napoleon, Sastrawan menyatakan bahwa red notice atas nama Djoko Soegiarto Tjandra bernomor A-1897/7-2009 telah terhapus dari sistem basis data Interpol sejak 2014. Sebab, tidak ada permintaan perpanjangan dari Kejaksaan RI sebagai lembaga pemohon.
Sastrawan mengatakan bahwa red notice dan DPO pada Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) merupakan dua hal berbeda. Oleh karena itu Sastrawan menegaskan, penghapusan nama Djoko Tjandra dari DPO SIMKIM bukanlah kewenangan Napoleon.
Selain itu Sastrawan juga mengatakan, tidak ada keterangan saksi yang termuat di dalam keseluruhan berita acara pemeriksaan (BAP) Djoko S Tjandra yang menyebut keterlibatan Napoleon secara langsung maupun tidak langsung.(antara/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Antoni