Sanitasi Buruk Rugikan Rp 56 T

Sabtu, 03 Januari 2009 – 02:34 WIB
JAKARTA - Kajian Bank Dunia mencatat kerugian ekonomi akibat sanitasi buruk mencapai Rp 56 triliun per tahunKerugian tersebut dihitung dari akumulasi pengeluaran untuk pengobatan diare dan hilangnya produktivitas kerja.

Spesialis Komunikasi Bank Dunia Yosa Yuliarsa mengatakan, kerugian ekonomi yang berasal dari biaya kesehatan menduduki peringkat paling tinggi dengan nilai Rp 30 triliun per tahun

BACA JUGA: KPU Sinylir Peluang Baru

Angka tersebut diperoleh dari 90 juta kejadian diare yang mendapatkan pelayanan kesehatan per tahun
”Berdasar penelitian Bank Dunia, sanitasi buruk menyumbang 30 ribu kematian balita akibat diare setiap tahun,” katanya dalam diskusi di Jakarta, Jumat (2/1).

Secara tidak langsung, ujar Yosa, sanitasi buruk juga menyumbang 50 ribu kasus malnutrisi dan infeksi pada balita dan dewasa per tahun

BACA JUGA: Bangsa Ini Ada karena Petani dan Guru

Padahal, kematian akibat diare termasuk jenis kematian yang dapat dicegah dengan sanitasi dan perilaku higienis
Sebab, 90 persen penyebab diare adalah makanan atau minuman yang tercemar bakteri e-coli dari tinja

BACA JUGA: Bersiap Sambut Tahun Kerbau

”Secara global, setiap 15 detik satu anak mati akibat diare,” terangnya.

Untuk mencegah kematian akibat diare, Bank Dunia mendorong pemerintah mengampanyekan program cuci tangan dengan sabun pada lima momen pentingYakni, sebelum menyiapkan makanan atau susu botol, sebelum menyuapi atau menyusui anak, sebelum makan, sebelum buang air besar, dan setelah buang air besar”Cuci tangan dengan sabun dapat mencegah 50 persen penularan penyakit infeksi, termasuk flu dan diare,” katanya.

Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP) Departemen Pekerjaan Umum Susmono menambahkan, sanitasi buruk juga menyebabkan produksi air bersih lebih mahalPencemaran di sumber-sumber air baku PDAM menyebabkan biaya produksi meningkat 82 persen”Selain membuang limbah padat dan membuat MCK di sungai, praktik keliru yang juga lazim terjadi adalah membuang sabun bekas cucian,” jelasnya.

Susmono memaparkan hasil penelitian Japan International Corporation Association (JICA) tentang pencemaran di 32 sungai yang menjadi sumber air baku PDAM di IndonesiaJICA menyimpulkan, oksigen yang terlarut (biological on demand) rata-rata hanya 0,8 miligram per liter hingga 32,5 miligram per liter.

”Untuk menaikkan kadar oksigen terlarut, biaya produksi air minum meningkat Rp 325 per meter kubik atau 82 persen dari rata-rata tarif air Rp 400 per meter kubik,” katanyaBerdasar penelitian Bank Dunia, kerugian ekonomi akibat pencemaran air yang disebabkan sanitasi buruk mencapai Rp 14 triliun per tahun.

Semakin tinggi polutan yang terlarut, biaya produksi air semakin mahal”Jika perilaku bersih diterapkan, ada penghematan Rp 14 triliun per tahun dari produksi air bersih,” paparnya. (noe/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PDIP Terus Soroti Kelangkaan LPG & Mitan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler