jpnn.com, SRAGEN - Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Takmirul Islam di Kecamatan Masaran, Sragen, Jawa Tengah angkat bicara atas kasus santri tewas dianiaya senior yang sedang diusut kepolisian setempat,
Korban, DWW (14) merupakan santri asal Ngawi, Jawa Timur diduga dianiaya sang senior, MHM (16) pada Sabtu (19/11) sekitar pukul 22.45 WIB.
BACA JUGA: Gempa Cianjur, Pesantren Binaan Ustaz Yusuf Mansur Rusak Berat, Seluruh Santri Dievakuasi
Korban dilaporkan meninggal dunia pada Minggu ( 20/11), sekitar pukul 02.00 WIB.
"Pihak Ponpes Takmirul Islam Sragen menyampaikan permohonan maaf dan belasungkawa atas meninggalnya salah satu santri," kata Pengasuh Ponpes Takmirul Islam Ahmad Halim di Sragen, Kamis (24/11).
BACA JUGA: Sopir Toyota Agya Tewas Seusai Menabrak 3 Pemotor dan Pagar Toko di Bekasi
Ahmad pun berkomitmen untuk menyelesaikan kasus tersebut hingga tuntas dan menyerahkan proses hukum sepenuhnya kepada kepolisian.
Peristiwa tersebut diketahui juga menjadi salah satu pembahasan dari penyusunan draf Peraturan Daerah (Perda) Madrasah dan Ponpes Kabupaten Sragen,
BACA JUGA: Dahlan Iskan Menulis Tips Membangun Rumah Tahan Gempa, Ini Penting
Kasus kekerasan itu menjadi catatan dan pelajaran bagi seluruh pengasuh dan pengajar Ponpes Takmirul Islam agar tidak terjadi lagi di kemudian hari.
"Seluruh santri adalah anak-anak kami dan titipan dari orang tua untuk kami asuh dan didik. Wafatnya almarhum merupakan dukacita yang mendalam bagi kami," tutur Ahmad Halim.
Ahmad juga menyampaikan pihak ponpes tidak melakukan kekerasan di lembaga pendidikannya dalam bentuk apa pun, baik untuk menegakkan disiplin maupun memberi hukuman.
"Kami berkomitmen menyelesaikan kasus ini sampai tuntas. .Sebagai wujud komitmen kami, pelaku kekerasan akan kami keluarkan dan kami kembalikan kepada orang tua," ucap Ahmad.
Sementara itu, Kasi Humas Polres Sragen Iptu Ari Pujiantoro menyebut pelaku sudah ditetapkan jadi tersangka, tetapi tidak ditahan karena masih di bawah umur,. Pelaku hanya dikenakan wajib lapor.
"Proses hukum tetap berjalan dengan diterapkan Pasal 80 Ayat 3 Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal maksimal sepuluh tahun penjara," kata Ari.
Penyidik sudah memeriksa 11 saksi terkait kasus tersebut. Termasuk ustaz yang ada di sekitar kejadian dan orang tua korban.
Polisi masih mendalami apakah tindakan tersangka merupakan spontanitas atau sudah menjadi tradisi di ponpes tersebut.
Menurut tersangka, penganiayaan itu dilakukan lantaran korban tidak melaksanakan piket kamar.
"Mungkin yang dilakukan pelaku kurang terkontrol dan kurang pengawasan. Mereka masih muda sehingga terjadi tindakan demikian," kata Iptu Ari. (antara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 2 Kasus Ini Menyeret Nama Petinggi Polri, Mahfud MD Disarankan Minta Atensi Jokowi
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam