jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menyarankan pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak perlu dilakukan dari awal.
Menurut Arsul, yang dibahas cukup pasal-pasal yang yang dinilai kontroversial dan menjadi perdebatan di publik.
BACA JUGA: Sikap PPP Tegas Soal Pasal Perzinaan di RKUHP, Begini
Hal itu menurut politikus PPP itu harus disepakati antara Komisi III DPR RI dengan pemerintah.
"Hemat saya tidak perlu (dibahas ulang semua, red), kecuali 14 sampai 16 pasal yang ramai dan mendapatkan sorotan di masyarakat," kata Arsul di Jakarta, Kamis (10/6).
BACA JUGA: Pihak SMA SPI Angkat Bicara soal Tuduhan Kekerasan Seksual, Eksploitasi, Cabul, Simak
Politikus asal Jawa Tengah itu menilai tidak perlu semua pasal yang ada di RKUHP dibahas satu per satu, karena dikhawatirkan pembahasannya tidak akan selesai-selesai.
Untuk pasal-pasal yang sebelumnya telah disepakati di Komisi III DPR RI periode 2014-2019 menurut dia tidak perlu dibahas kembali.
BACA JUGA: Pengakuan Pedangdut Betty Elista Disawer Rp 5 Juta oleh Menteri, Setelah Itu, Hmm...
"Pasal-pasal yang sudah disepakati, sepakati saja karena fraksi-fraksi masih tetap," kata Arsul.
Menurut Arsul, untuk pasal-pasal yang masih menjadi perdebatan di publik memang perlu dibahas bersama karena menyangkut politik hukum.
Artinya, lanjut dia, dalam pembahasan akan dilihat apakah pasal-pasal tersebut harus ada atau tidak. Misalnya, terkait dengan pasal penghinaan presiden-wakil presiden dan perzinaan atau kumpul kebo.
"Kalau politik hukum sepakat tetap ada, lalu bicara substansi pengaturan, ketika itu selesai, formulanya (redaksional) urusan ahli bahasa dan ahli hukum," pungkas Arsul Sani. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam