jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Utama World Bank untuk Indonesia dan Timor Leste Habib Rab memberikan saran kepada Pemerintah Indonesia untuk perekonomian pada 2023.
Habib Rab mengatakan pemerintah perlu menyeimbangkan kebijakan kenaikan suku bunga dengan kebijakan fiskal, makro prudensial, dan reformasi struktural.
BACA JUGA: World Bank dan TNP2K Bikin Studi Kartu Prakerja, Begini Hasilnya
“Ini yang akan memastikan bahwa inflasi dapat dikelola bersamaan dengan menghindari keruntuhan total dalam pertumbuhan ekonomi,” katanya dalam SOE Internasional Conference yang dipantau di Jakarta, Selasa (18/10).
Habib Rab membeberkan sebanyak 70 persen perekonomian dunia telah diperkirakan mengalami penurunan yang signifikan pada pertengahan 2022 dibandingkan tahun.
BACA JUGA: World Bank Kembali Mengucurkan Pembiayaan buat Indonesia, Angkanya Wow!
Kendati demikian, tetapi terdapat pengecualian untuk beberapa negara berkembang yang merupakan eksportir komoditas, seperti Indonesia.
Habib Rab juga memperkirakan perekonomian negara di wilayah Asia Timur dan Pasifik akan tetap tumbuh tinggi dengan inflasi yang lebih rendah dibandingkan rata-rata negara perekonomian besar di wilayah lain pada 2022 dan 2023.
BACA JUGA: World Bank Memuji Ekonomi Indonesia, Kata-katanya Bikin Adem
Hanya saja, jika ada penurunan satu persen pada pertumbuhan ekonomi baik di negara-negara G7 maupun di China akan menurunkan pertumbuhan ekonomi negara-negara besar di Asia Timur dan Pasifik hingga 0,5 sampai 1 persen.
“Jadi, situasinya akan lebih baik dibandingkan dengan negara di wilayah lain. Tetapi kami tidak melihat ruang untuk kepuasan karena pelemahan ekonomi global tetap akan berdampak terhadap perekonomian di Asia Timur dan Pasifik,” katanya.
Habib Rab menyebutkan diperlukan kebijakan yang seimbang dalam menjaga tingkat suku bunga, nilai tukar, dan kontrol modal.
Di samping itu juga diperlukan kerangka kerja untuk merestrukturisasi utang, baik utang pemerintah maupun pelaku usaha, yang meningkat signifikan di sebagian besar negara.
“Pengelolaan peningkatan utang ini membutuhkan kerangka kerja restrukturisasi utang yang kita telah kita lihat di krisis sebelumnya," tegasnya.
Pengelolaan keuangan negara memerlukan ruang bernapas.
"Penting untuk memungkinkan ruang bernapas dalam neraca perbankan dan perusahaan sehingga shock yang sementara tidak akan berdampak terhadap penurunan output permanen,” tegas Habib Rab. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul