Sarankan Mendagri Tak Buru-Buru Proses Usulan Pengangkatan

Proses Pidana Bisa Hadang Markus-Ndara di Sumba Barat Daya

Jumat, 20 September 2013 – 03:48 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi disarankan tidak buru-buru memroses pengangkatan dan pelantikan pasangan Markus Dairo Talu-Ndara Tanggu Kaha sebagai Bupati dan Wakil Bupati Sumba Barat Daya. Sebab, sekalipun pasangan itu dinyatakan sebagai pemenang berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), ternyata di lapangan menunjukkan ada pasangan lain yang meraih suara terbanyak dalam Pemilukada Sumba Barat Daya.

Hal itu disampaikan Koordinator Sinergi Masyarakat Indonesia untuk Demokrasi (Sigma), Said Salahuddin, menanggapi polemik hasil Pilkada di salah satu kabupaten pemekaran di Nusa Tenggara Timur itu. Menurut Said, tak tertutup kemungkinan kemenangan Markus-Ndara dibatalkan bila ternyata di pengadilan terbukti adanya penggelembungan suara untuk pasangan yang diusung Partai Golkar itu.

BACA JUGA: Dongkrak Partisipasi Pemilih dengan Pendekatan Keagamaan

"Bisa dibatalkan. Misalnya proses hukum pidana terhadap yang berbuat curang itu terbukti di pengadilan. Nah, kalau terbukti (curang, red) calon terpilih bisa dibatalkan," kata Said saat dihubungi di Jakarta, Kamis (19/9).

Sebelumnya, KPU Sumba Barat Daya menetapkan pasangan Markus-Ndara sebagai pemenang. Namun, pasangan  Kornelius Kodi Mete-Daud Lende Umbu Moto yang tak terima dengan putusan KPU itu mengajukan gugatan ke MK. Selain itu, Kornelius juga melaporkan dugaan kecurangan yang dilakukan KPU Sumba Barat Daya dan sejumlah PPK karena merasa perolehan suaranya berkurang, sementara suara untuk Markus-Ndara justru bertambah.

BACA JUGA: Dorong Ada Dapil Luar Negeri pada Pemilu 2019

MK dalam putusannya pada 29 Agustus lalu memang menguatkan keputusan KPU Sumba Barat Daya yang memenangkan pasangan Markus-Ndara. Namun, penghitungan suara ulang yang dilakukan Polres Sumba Barat untuk menelusuri bukti penggelembungan suara bagi Markus-Ndara dan pengurangan suara bagi pasangan  Kornelius-Daud justru menunjukkan hitungan yang berbeda dengan versi KPU SBD. Sebab, pasangan Kornelius justru unggul dengan 79.498 suara, sedangkan pasangan Markus-Ndara hanya meraih 67.831 suara.

Karenanya, Said meyakini kasus Pilkada Sumba Barat Daya itu akan menggelinding. Di satu sisi putusan MK memang final dan mengikat. Namun, katanya, harus ada terobosan hukum dalam kasus itu, karena ada fakta penggelembungan suara yang merugikan pasangan yang kalah di MK itu.

BACA JUGA: Pusat Diminta Jangan Potong Jatah Daerah

"Jadi ada kekosongan hukum. Kalau sudah diputus MK, memang final dan mengikat dan tidak ada pengulangan persidangan untuk satu kasus yang sudah diputus. Tapi persoalannya ini ada bukti baru," katanya.

Terpisah, Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Djohermansyah Djohan, menyatakan bahwa sementara ini pihaknya tetap berpegang pada putusan MK. Namun, katanya, apabila nanti pengadilan memutuskan tindak pidana pemilu itu terbukti, maka tak menutup kemungkinan bagi Kemendagri untuk segera menggelar pertemuan antar-lembaga tinggi negara. Misalnya Presiden, Ketua MA, Ketua MK dan pihak lain. "Nanti akan dibahas lagi bagaimana seharusnya menyelesaikan persoalan ini," kata pria yang akrab disapa Prof Djo itu.

Mantan rektor Institut Ilmu Pemerintahan itu pun berharap ada revisi peraturan perundang-undangan, sehingga putusan MK terkait sengketa Pemilukada yang ternyata salah bisa dikoreksi lewat langkah banding. "Mungkin nanti harus ada banding satu kali lah. Kayak putusan di peradilan umum, sampai ke tingkat kasasi," pungkasnya.(ara/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenhub Serahkan Bantuan ke Daerah, Anggota DPR Minta Diajak


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler