Sasar SMP dan SMA, BNPT Gandeng Kemenag-Kemendikbud

Senin, 27 November 2017 – 21:51 WIB
Suhardi Alius. Foto: Istimewa for JPNN

jpnn.com - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus bersinergi untuk melakukan upaya-upaya bersama pencegahan terorisme secara terprogram dan berkesinambungan.

Salah satunya dengan melakukan penguatan daya tangkal yang sudah dimiliki oleh masyarakat agar tidak terpengaruh paham-paham radikal tersebut

BACA JUGA: Rekan Sandiaga Uno Minta Penangguhan, Ini Respons Polisi

Hal tersebut diungkapkan Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius saat membuka seminar hasil survei nasional daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme di 32 provinsi di Indonesia tahun 2017 yang berlangsung di Hotel Millenium, Jakarta, Senin (27/11)

“Survei nasional ini merupakan bagian upaya BNPT dengan memberdayakan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) yang ada di 32 provinsi untuk mengetahui kondisi riil masyarakat tentang potensi radikalisme yang ada di masing-masing daerah. Ada lima daerah yang tidak kami duga sebelumnya ternyata potensi radikalnya cukup tinggi,” ujar Suhardi.

BACA JUGA: Sebar Sketsa Penyerang Novel, Polda Metro Terima 397 Laporan

Dia menjelaskan, survei nasional ini juga untuk memotret secara lebih dekat, tentang kemampuan masyarakat dalam menangkal perkembangan radikalisme tersebut.

BACA JUGA: Diteror, Pengirim Bunga #SaveTiangListrik Lapor ke Bareskrim

“Secara khusus, survei nasional ini menguji beberapa variabel yang bisa dijadikan sebagai daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme, baik dalam dimensi pemahaman, sikap maupun tindakan. Variabel-variabel tersebut yaitu kepercayaan terhadap hukum, kesejahteraan, pertahanan dan keamanan, keadilan, kebebasan,  profil keagamaan dan kearifan lokal,” ujar mantan kabareskrim Polri ini.

Mantan kapolda Jawa Barat ini menjelaskan, dari hasil survei yang melibatkan sebanyak 9.600 responden itu terlihat sudah cukup memprihatinkan.

Apalagi, angka yang perlu diwaspadai yaitu angka 58 dari rentang 0-100.

 “Artinya memang paham itu dengan seiring kemajuan teknologi informasi digital yamg luar biasa itu ternyata banyak sekali pengaruhnya. Dan itu banyak sekali variabelnya. Oleh sebab itu, dengan  melihat data hasil survei kami butuh peran serta dari 34 Kementerian/Lembaga (K/L) terkait,” ujar pria kelahiran Jakarta, 10 Mei 1962 ini.

Menurut mantan kadiv humas Polri ini, yang paling mengemuka dari hasil temuan ini bertumpu kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag).

“Kedua kementerian ini harus ikut bertanggung jawab. Kami selesaikan dan diskusikan bersama-sama di forum ini, apa yang mesti kami perbuat, program apa dari Kemendikbud dan Kemenag yang akan kami mainkan khususnya di sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). Sebab, hasil survei menujukkan bahwa di tingkat itu yang mudah di-brainwash oleh kelompok radikal di media sosial,” ujarnya.

Karena itu, BNPT membuat tabel mengenai apa peranan dari K/L terkait.

“Contohnya apa sih peranan Kemendikbud dan apa peranan Kemenag. Nanti kami bisa secara bersama memberikan treatment yang benar, solusi yang terbaik kalau kita tidak mampu mengidentifikasi dari awal masalahnya. Jadi, masing-masing daerah punya treatment yang pas dengan ini,” tutur mantan Wakapolda Metro Jaya ini.

Sementara itu, salah satu anggota Kelompok Ahli BNPT bidang Agama yang turut hadir dalam seminar tersebut, Nazaruddin Umar, mengaku cukup kaget dengan temuan di hasil survei itu.

Sebab, lima posisi teratas provinsi yang tidak diduga sebelumnya ternyata memiliki daya tangkal yang rendah dan memiliki potensi radikal yang begitu tinggi.

“Apalagi, penelitian yang dilakukan oleh BNPT dan The Nusa Institute dengan mengambil 9.600 responden dari 32 provinsi ini menarik untuk dikaji. Sebab, margin errornya hanya 0,7 persen dan tingkat kepekaanya mencapai angka 91,5 %. persen. Jadi ini sangat valid,” ujar pria yang juga Imam Besar masjid Istiqlal ini

Menurutnya, hasil survei ini menarik dikaji karena banyak sekali kejutan-kejutan dalam survei ini karena justru lima wilayah yang tidak pernah disangka sebelumnya justru menduduki posisi paling tinggi tingkat potensi radikal dan rendah daya tangkalnya di masyarakat.

“Pertama provinsi Bengkulu angkanya 58,58 persen disusul Gorontalo 58, 48 persen, Sulawesi Selatan 58,42 persen, Lampung 58,38 persen dan Kalimantan Utara  58,30 %. Malah justru Sulawesi Tengah yang ada Poso justru berada di papan bawah. Jadi, ini pertanda bahwa Poso itu sebenarnya masyarakat umumnya tidak radikal, tapi pendatangnya yang akhirnya isu-isu dan fakto-faktor lain membuat Poso teridentifikasi radikal,” kata Nazaruddin.

Sementara itu Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Mayjen TNI, Abdul Rahman Kadir menjelaskan, dalam survei tersebut di, masing-masing provinsi diambil sebanyak lima kabupaten/kota dengan melibatkan berbagai komponen.

“Masing-masing kabupaten/kota ini diambil lima kecamatan dan masing-masing kecamatan diambil lima desa/kelurahan. Masing-masing desa/kelurahan diambil 12 responden. Adapun  total jumlah responden sebanyak 9.600 orang,” ujar Abdul Rahman.

Menurut dia, kegiatan ini dilaksanakan oleh BNPT bekerja sama dengan FKPT, The Nusa Institute, Daulat Bangsa dan Kementerian Agama.

Survei Nasional ini merupakan policy research yang mengahasilkan data secara kuantitatif, tentang  peta potensi radikalisme di 32 provinsi.

“Dan itu mencakup mengenai dimensi pemahaman, sikap dan tindakan,  peta daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme di 32 provinsi serta potret efektivitas program FKPT  yang ada di 32 provinsi di Indonesia,” ujarnya.  (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ibas Sebut Generasi Milenial Perlu Dipompa demi Kemajuan RI


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler