Saut Situmorang Main Saksofon Dianalisis secara Intelijen

Rabu, 25 April 2018 – 00:05 WIB
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memainkan saksofon, Kamis (19/4/18). FOTO: FEDRIK TARIGAN/JAWA POS

jpnn.com - Sosok Wakil Ketua KPK Saut Situmorang sulit dipisahkan dengan saksofon, sejak puluhan tahun silam. Berharap bisa turut dorong anak-anak muda hasilkan karya musik antikorupsi.

AGUS DWI PRASETYO, Jakarta

BACA JUGA: KPK Berhati-hati, Mohon Sabar soal Boediono di Kasus Century

Where there is desire, there is gonna be a flame,

Where there is a flame, someone’s bound to get burned.

BACA JUGA: Aris Budiman Bakal Mengganti Posisi Heru Winarko?

But, just because it burns, doesn’t mean you’re gonna die

(Try/Pink)

BACA JUGA: Nazar Seret Fahri Hamzah, KPK Tak Mau Suuzan

POTONGAN lirik Try dari Pink itu dinyanyikan Saut Situmorang dengan suara lirih. Sembari mata komisioner KPK tersebut terus melihat satu per satu lagu di chart iTunes.

Menggunakan headphone, lagu-lagu itu didengar bergantian. Kepalanya bergoyang ke atas ke bawah, menikmati setiap lantunan musik. Kedua kakinya mengentak perlahan dengan tempo teratur. Bunyi tak tuk sepatu terdengar dari entakan itu. Asyik sekali.

Lantas, mulailah pria 59 tahun tersebut meniup ”senjata” andalannya: saksofon. Suaranya melengking. Sangat kencang. Meski begitu, melodinya terdengar pas dengan part lagu Perfect yang dipopulerkan penyanyi asal Inggris, Ed Sheeran.

”(Lagunya) dengar dengan headphone, saya yang main (saksofon),” ujar Saut kepada Jawa Pos yang menemuinya di perpustakaan KPK, Jakarta, Kamis (19/4).

Begitulah ”ritual” pria bernama lengkap Thony Saut Situmorang tersebut dalam memulai harinya. Sebelum sibuk bergelut dengan pekerjaan.

Biasanya dimulai pukul 07.00 atau sejam sebelum jadwal masuk kantor. Dia mendengarkan audio lagu tanpa vokal (minus one) sembari bermain saksofon. Dengan begitu, hanya bunyi saksofon yang bisa didengar orang lain.

”Jadi kayak karaoke,” tuturnya sambil menunjukkan software minus one di laptopnya. Persis karaoke pada umumnya, Saut hanya meniup saksofon ketika part musik masuk track vokal. Suara tunggal saksofon itu layaknya instrumen sebuah lagu.

”Sebenarnya ada grup, tapi untuk sementara kalau lagi sibuk kadang-kadang susah (ngumpul, Red),” tuturnya. ”Jadi, saya main (saksofon) dengan ini (minus one),” imbuh wakil ketua KPK tersebut.

Pagi itu Saut ”bercumbu” dengan saksofon sopran profesional Yamaha YSS-675. Alat musik itu merupakan satu di antara tiga saksofon miliknya. Selain sopran, Saut punya jenis alto dan tenor.

Saksofon kelas profesional tersebut biasa digunakan musisi seperti Kenny Gorelick alias Kenny G. Di bawah kelas itu, para penggemar saksofon biasanya menggunakan saksofon student (pemula).

Sudah dua dekade Saut mengakrabi saksofon. Tapi, tak pernah sampai menapak fase profesional atau komersial. Hanya hobi. ”Sebenarnya untuk melatih napas saja. Kalau (kondisi tubuh) nggak baik, cepet capek biasanya,” ucap mantan anggota Badan Intelijen Negara (BIN) itu.

Meski hanya hobi, pengetahuan Saut soal saksofon tidak bisa dianggap remeh. Termasuk jenis dan kualitasnya. Misalnya, bagian reeds (buluh bambu) dan mouthpiece (bagian saksofon yang penggunaannya ditempatkan di bibir, Red). ”Kalau pakai reeds (ketebalan) 2 lebih tipis, niupnya jadi lebih gampang, yang lebih melengking pakai 3,5,” katanya.

Saut mulai belajar saksofon secara mandiri pada 1997. Semasa masih bertugas sebagai diplomat di Kedutaan Besar RI (KBRI) di Singapura. Tanpa kursus. Dia jatuh cinta dengan instrumen tersebut karena bunyi yang dihasilkan membuatnya kelepek-kelepek.

Kebetulan, sejak kecil memang dia gemar mendengarkan musik. ”Agak lama bermain alto student (pemula),” ujarnya. Semakin lama Saut kian menikmati bermain saksofon. Setiap ada waktu luang, dia memainkannya.

Saut lantas membeli saksofon tipe profesional di Singapura pada 2000 seharga SGD 5.000 atau sekitar Rp 30 juta (kurs saat itu). ”Dulu dianggap main saksofon dianalisis (secara intelijen) macam-macam. Padahal, saya hanya suka,” ucapnya, lantas tersenyum.

Untuk mempertahankan kualitas suara, Saut tidak pernah ketinggalan tentang informasi suku cadang saksofon terbaru. Untuk reeds, misalnya, Saut saat ini menggunakan merek Flying Goose buatan Tiongkok yang harganya relatif kelas menengah. Dia juga tidak pernah absen ke tukang servis bila suara saksofon tidak sesuai dengan tekanan tiupan.

Bukan hanya soal perawatan, Saut juga tidak mau ketinggalan tentang perkembangan instrumen atau lagu. Agar terus update, radio menjadi salah satu media memantau lagu.

Kalau ada yang cocok, dia membelinya di aplikasi iTunes dan Spotify. Mulai bentuk instrumen piano sampai lagu asli dengan vokal. ”Seperti lagu Ed Sheeran, dengar di radio enak, saya beli,” katanya.

Bagi Saut, pembelian file instrumen lagu di aplikasi musik berbayar itu paling banyak merogoh kocek. Biasanya, harga satu lagu berkisar USD 5 atau sekitar Rp 69 ribu. Tapi, kadang juga beli lagu dengan harga jauh di bawah itu.

Saut juga tidak jarang mengolah sendiri file audio dengan software Sonar. Dengan program komputer yang dibuat Cakewalk tersebut, Saut seperti di studio dadakan. Sebab, tidak hanya bermain musik, sewaktu-waktu dia juga bisa merekam, mengedit, mixing, dan mastering instrumen saksofon yang dihasilkan.

”Komputer saya ini jadi alat kerja, juga jadi alat hobi hehehe,” kelakarnya. Namun, aktivitas me-record instrumen tidak dilakukan Saut. Sebab, meng-input file MIDI (musical instrument digital interface) umumnya menyita waktu cukup banyak.

Belum lagi, harus menyiapkan peranti perekam layaknya studio rekaman profesional. ”Kalau saya belum sampai ke sana (mixing dan rekaman instrumen, Red),” imbuhnya.

Kepada Jawa Pos, Saut menunjukkan cara kerja software Sonar itu. Yang dipilih adalah lagu Seperti Para Koruptor ciptaan Slank yang sudah berbentuk file rekaman. Dengan ciamik, dia mengikuti track vokal lagu tersebut menggunakan saksofon. ”Ini file rekaman, kalau mau masukin (track) saksofon langsung bisa,” paparnya.

Lewat kecintaan terhadap musik, Saut lebih jauh ingin menginspirasi para generasi muda agar terus berkarya. Selama ini KPK juga sudah memfasilitasi pelaku seni musik dengan berbagai kegiatan.

Salah satunya, festival lagu Suara Antikorupsi (Saksi). Acara itu telah dihelat sejak 2016. ”Karena musik banyak menginspirasi.”

Saut yakin suatu saat akan banyak talenta yang mampu menciptakan karya musik fenomenal tentang antikorupsi. Pesan dalam setiap lagu itulah yang dipercaya nanti bisa menginspirasi masyarakat agar menjauhi perilaku koruptif.

”Seperti Gombloh dengan Kebyar-Kebyar, dulu orang tidak heboh. Tapi, sekarang seperti lagu kebangsaan,” tuturnya. Saut menyadari, menyampaikan pesan antikorupsi lewat musik bukan pekerjaan mudah. Namun, dia percaya bila dilakukan secara masif, hal itu suatu saat pasti bisa menginspirasi banyak orang.

”Banyak yang bilang, ngapain sih Pak main musik, buang-buang waktu saja? Itu salah dari kita, tidak pernah serius mengerjakan sesuatu,” ungkapnya.

Seperti pesan di lagu Try milik Pink, tekad Saut mengampanyekan pemberantasan korupsi lewat musik tidak akan membuatnya mati. ”Kalau ingin melakukan sesuatu, Anda pasti terbakar, tapi tidak berarti Anda mati,” katanya. (*/c10/ttg)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bang Saut Ajak Warga Gelorakan Puputan untuk Perangi Korupsi


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler