Saya Tertarik Memeluk Islam dari Lubuk Hati Paling Dalam

Minggu, 18 Juni 2017 – 00:52 WIB
Hendra Lim, ustaz keturunan Tionghoa mengajarkan Iqro kepada salah satu mualaf di Langgar Darul Muhajirin di komplek perumahan Parit Baru, Kabupaten Tanah Laut. Foto: MUHAMMAD RIFANI/RADAR BANJARMASIN/JPNN.com

jpnn.com - Di pinggiran Pleihari, Tanah Laut, Kalsel, ada majelis ta'lim yang menampung warga muslim keturunan Tionghoa untuk belajar agama Islam.

Donny Muslim & Muhammad Rifani, Parit Baru, Tanah Laut

BACA JUGA: Masjid Muhammad Cheng Hoo, Tempat Mualaf Ucapkan Dua Kalimat Syahadat

Cuaca Kota Pelaihari sore itu (9/6) sedang terik-teriknya. Hawa panas begitu menyergap tubuh. Namun, kami harus berangkat menuju Parit Baru, salah satu kawasan yang ada di pinggir kota Pelaihari.

Ardian Hariansyah, wartawan Radar Banjarmasin(Jawa Pos Group) yang ngepos di Tanah Laut, Kalsel, merekomendasikan kawasan tersebut untuk dikunjungi. "Di sana ada pengajian mualaf dari etnis Tionghoa," sarannya.

BACA JUGA: Pria Ini Mualaf, Sahur dan Berbuka Selalu ke Rumah Pacar, Bahagia

Letaknya 10 kilometer dari pusat Tanah Laut. Berada di pinggir kota, Parit Baru dikenal sebagai pemukiman etnis Tionghoa. Warga Tionghoa dari berbagai latar belakang keyakinan hidup rukun dalam satu komplek.

Motor kami berhenti di depan sebuah langgar. Nama langgarnya Darul Muhajirin. Langgarnya kecil. Ukurannya 6x4 meter.

BACA JUGA: Berawal dari Mimpi, Alfian dan Rika Mengucap Syahadat, jadi Mualaf

Tak ada ornamen atau warna dominan merah layaknya langgar atau masjid Tionghoa pada umumnya. Namun, kata Ardian, langgar ini adalah satu-satunya tempat yang dijadikan warga muslim Tionghoa di daerah sana untuk melakukan aktivitas keagamaan.

Benar. Saat memasuki ruang induk langgar, kami melihat belasan warga Tionghoa sedang khusyuk belajar membaca Iqra dengan dipandu seorang penyuluh agama.

"Dari Radar Banjarmasin ya? Silakan tunggu dulu, masih ada antrian warga yang mau belajar Iqra," kata Marliani menyapa kami. Perempuan berumur 44 tahun ini adalah penyuluh agama untuk warga muslim Tionghoa.

Selama menunggu Marliani selesai, pandangan kami tertuju pada perempuan tionghoa tua yang sedang serius belajar membaca Iqra jilid pertama. Nama muslimnya Siti Aisyah. "Alif, Ba, Ta, Tsa, Jim, Ha, Ho," ucapnya terbata-bata.

"Kho bukan Ho, pian harus pake tenggorokan untuk menyebut hurufnya," kata Marliani dengan lembut mengajari perempuan berumur 77 tahun tersebut. Aisyah tak henti-henti mengulanginya.

Aisyah bercerita, ia tertarik memeluk agama Islam lantaran melihat ajarannya yang sejuk dan penuh kedamaian. "Saya tertarik memeluk Islam dari lubuk hati paling dalam," ujarnya dengan nada lirih.

Tak lama, seorang pria tionghoa datang menghampiri kami. Ia mengenakan peci, baju koko, dan celana kain berwarna krem.

"Hendra Lim," ujarnya tersenyum sambil menyodorkan tangan tanda perkenalan diri. Ternyata, pria ini adalah seorang penyuluh agama yang membantu Marliani.

"Saya sudah lama memeluk Islam dan ikut mengajar warga-warga tionghoa," kata pria berkacamata ini.

Diceritakan Hendra, Marliani dan dirinya memang getol memberikan ilmu dan pelajaran tentang agama Islam di Parit Baru.

"Majelis Ta'lim untuk etnis Tionghoa ini memang sudah lama kami bentuk, sejak tahun 2013 sampai sekarang," tuturnya.

Mereka biasanya melakukan pengajian setiap hari Jum'at hingga Minggu di Langgar Darul Muhajirin.

Jumlah jamaah majelis ta'lim yang mereka dirikan sudah sekitar 100 orang. "Tapi ini kan sedang puasa, warga muslim Tionghoa lainnya ada yang beraktivitas lain. Jadi, rata-rata yang hadir sekitar tiga puluh orang," ujar Hendra

Namun, jangan kira perjuangan mendirikan majelis ta'lim etnis tionghoa ini ditempuh dengan cara yang mudah. Awal pada tahun 2013, majelis ini sepi peminat. "Tidak lebih dari 10 orang yang datang," ceritanya.

Menurut Hendra, pihaknya harus melakukan strategi "jemput bola" untuk menarik jamaah. "Jadi dari rumah ke rumah memberi tahu, mengadakan bakti sosial dan lainnya," kata dia.

Cara seperti ini ternyata cukup efektif untuk mendapatkan jamaah. "Sampai sekarang jumlahnya sudah ratusan, kami berjuang selama satu tahun untuk mencari jamaah," tuturnya mengingat-ingat masa-masa awal perjuangannya.

Hingga kini, majelis ta'lim yang digelutinya berkembang pesat. Selain jadi wadah belajar membaca Alquran, majelis ini juga sering mengadakan pengajian yang membahas ilmu-ilmu dasar ajaran Islam.

"Seperti tata cara salat dan wudu," tuturnya. (mr-149/rvn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bisa Jadi Janda Sekaligus Duda


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
mualaf   Tionghoa  

Terpopuler